BAGIAN 16 Legian Beach dan perbincangan random

18 4 6
                                    

Happy Reading

Mobil Langit berhenti di sebuah Pantai yang Masih terasa asing dalam pandangan mata Sabit. Pantai ini tidak seraiman Pantai Kuta di Bali yang menjadi satu pantai favorit yang ramai di kunjungi. Yang menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi oleh para pendatang yang memang sengaja berlibur di kota ini. Kendati tidak begitu Ramai, Sabit merasakan dirinya lebih tenang di sini. Namun saat ini, yang menjadi pertanyaan besar di kepalanya adalah--untuk apa pria jangkung ini membawanya ketempat seperti ini? 

Ketika mesin mobil Langit sudah berhenti, Sabit langsung keluar dari mobil itu tanpa menunggu Langit sedikit pun. Sabit memandang takjub pantai di depannya saat ini. matanya tak bisa berbohong bahwa ia tengah jatuh cinta dengan pemandangan yang disuguhkan di Legian beach--sebuah plang yang terpampang tak jauh dari mobil Langit berhenti. 

"Kenapa ke pantai?" Sabit menoleh ke samping, ketika Langit baru saja bergabung dengannya.

"Karena saya suka pantai," Balas Langit tenang.

"Ih, Mas Langit gak jelas banget. Kan yang mau jalan-jalan aku, kenapa jadi datang ke tempat yang Mas Langit suka!" Gadis itu jelas mecak-mencak tak terima. sejujurnya Sabit senang Langit membawanya ke sini, tapi ia sedikit tidak terima jika agenda jalan-jalannya harus diikut campuri oleh laki-laki yang bahkan baru saja Sabit kenal.

Namun yang Sebenarnya, bukan ke sini tujuan Sabit. Ia ingin mencari toko yang menjual bunga. Sabit ingin mencari Bunga matahari untuk ia letakkan di balkon apartemen seperti yang sudah ia bicarakan dengan Gina. Tapi dengan anehnya laki-laki di sampingnya itu memaksa untuk menemaninya jalan-jalan tanpa bertanya kemana tujuan Sabit sebenarnya.

"Aku bercanda, Sabit. Saya mau control Bar saya yang ada di sini," Laki-laki itu mendengkus geli takala melihat betapa lucu ekspresi kesal yang dikeluarkan oleh gadis disampingnya. Apalagi ketika gadis itu berusaha untuk menekan wajah rasa kesalnya. 

seketika Sabit berpikir keras mengenai kata Bar yang diucapkan Langit. Bukankah tempat itu semacam tempat yang menyediakan minuman beralkohol jika Sabit tidak salah.

"Kenapa, kaget?" Sambung Langit ketika melihat raut wajah Sabit yang memperlihatkan dengan jelas keterkejutannya.

"Nggak!" elak gadis itu.

"Yuk," Langit memilih mengajak Sabit untuk berjalan berdampingan dengannya menuju Bar yang ia kelola secara pribadi di Legian Beach.

Ketika mereka sampai, Sabit cukup takjub dengan bangunan yang di buat sebagus mungkin. Menghadap kearah tepat matahari akan terbenam--di mana para wisatawan dapat duduk santai sembari menikmati sunset. Langit menghampiri Bartender yang sudah hampir 4 tahun mengabdi pada Langit Bar—itu nama Bar yang di kelola pribadi oleh Langit. Bar yang sama sekali tak ada hubungannya dengan The King's Group.

Langit melakukan gerakkan salaman ala-ala pria pada umumnya dengan Bartender itu. Sabit sedikit takut-takut berada disini. Pasalnya, begitu banyak pengunjung disini yang mengenakan pakaian kurang bahan. Berbeda dengan Sabit yang mengenakan celana jeans Highwaist dengan Crop Top berwarna hitam. Yah, setidaknya lebih sopan dari pada mereka yang hampir rata-rata menampakkan paha dan belahan dada mereka.

"Are you okey?" Langit bertanya pada Sabit yang kelihatannya tidak nyaman berada di sini. Gadis itu sesekali menatap sekeliling dengan perasaan aneh.

Langit menghampiri Sabit dan sedikit memegang pinggang gadis itu agar gadis itu merasa sedikit lebih baik dari rasa kurang nyamannya. Tak ingin membuat gadis itu semakin merasa tak nyaman, Langit menggiring Sabit, membawanya untuk duduk di kursi panjang di depan meja Bartender.

"Mau minum apa?" Tawar Langit.

Sabit menolehkan kepalanya cepat. Sedikit mendekatkan tubuhnya dan berbisik kepada pria itu. "Emang ada yang bisa aku pesen di sini? Aku gak minum yang beginian, Mas," Bisikan itu membuat Langit terbahak. Hingga membuat Bartender yang tengah melayani pengunjung yang lain menarik perhatiannya menjadi menatap tempat dimana Bosnya duduk. 

Langit Sabit (KUN) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang