BAGIAN 31 Keputusan

23 3 0
                                    

Happy Reading

Hari yang sudah menjelang petang dimana Langit, Almyra dan Juga Sabit pamit untung pulang. Entah mengapa, suasana dingin dan mencekam tiba-tiba datang tatkala Almyra menampakkan dirinya hari ini. Entah karena Langit yang belum siap Almyra akan mengetahui hal ini, atau rasa bersalah yang terbesit di dalam hatinya membuat Langit bingung harus bersikap seperti apa di hadapan kedua gadis yang entah mengapa bisa berada dalam satu waktu yang sama. Bahkan ketika hendak pulang, Opa sempat beberapa kali menepuk pundaknya, seperti memberi pesan kepada Langit agar mampu menyelesaikan semuanya secara dewasa.

Kini, ketiganya sudah berada di dalam mobil putih milik Langit-mobil yang biasa digunakan oleh pria itu. Suasana di dalam mobil itu begitu canggung. Tidak ada yang berniat untuk memulai obrolan. Apalagi ketika Sabit mengingat Obrolannya dengan Almyra dimana hal itu membuat rasa hatinya tak karuan. Hari ini, Sabit yang biasanya akan duduk di samping pria itu, kini posisinya tergantikan begitu saja oleh gadis yang menyandang sebagai pacar dari laki-laki yang sudah 5 bulan membersamai hari-hari bersamanya. Oh, atau lebih tepatnya, Sabitlah yang merebut posisi itu dari Almyra. Memikirkan hal itu membuat Sabit tersenyum kecil. Yah, sabit menyadari bahwa dia bukanlah siapa-siapa bagi pria itu. Hanya teman? Namun kata teman saja tak pantas untuknya yang hanya seorang karyawan.

setelah menempuh perjalanan yang terasa lebih lama dari biasanya, akhirnya mobil putih Langit berhenti di pekarangan Apartemen tempat Sabit tinggal. Ia sedikit mengedarkan pandangannya sebelum beranjak turun.

"Makasih, Mas," katanya yang terlihat begitu canggung. Bagaimana tidak canggung jika selama perjalanan mereka mengantarkan Sabit pulang, hanya diisi oleh kekosongan dan ditemani dinginnya malam.

Langit hanya mengangguk lemah sembari mengucap, "Sama-sama,"

"Aku duluan ya, Mbak," Pamitnya juga kepada Almyra. Biarpun ia dan Almyra sedikit berselisih, namun sabit masih memiliki sopan santun terhadap wanita yang lebih tua darinya. Dengan memasang senyum palsunya, Almyra mengangguk iya sebagai jawabannya. Namun tidak dipungkiri bahwa tatapan tajam masih terus mengarah kepada Sabit.

Setelah Sabit sudah benar-benar turun, Almyra langsung merubah raut wajahnya menjadi serius. Langit tahu, Almyra begitu kecewa padanya. Maka tak ingin membuat Almyra merasa tak nyaman, lelaki itu langsung melajukan mobilnya untuk segera membawa mereka pulang ke rumah.

Begitu memasuki Lift menuju kamarnya. Sabit kembali meremas dadanya. Matanya sudah berkaca-kaca. Terlihat sekali bahwa gadis itu sangat kesakitan. Gadis itu menyandarkan punggungnya di dalam dinding Lift. Kakinya terasa begitu lemas sehingga untuk menopang dirinya sendiri saja Sabit tidak mampu. Sabit Memejamkan matanya hanya untuk membuat air mata yang tertahan di pelupuk matanya itu jatuh membasahi pipi.

Sabit tidak tahu bahwa berharap kepada sesuatu yang ternyata sudah dimiliki oleh orang lain rasanya akan sesakit ini. Harusnya Sabit cukup sadar, bahwa pria mapan dan memiliki masa depan yang cerah seperti Langit, tidak mungkin masih sendirian. Dan mengapa Sabit dengan begitu polosnya, mudah memberikan hatinya kepada pria yang bahkan Sabit tidak tahu, apakah pria itu juga memberikan hatinya untuknya.

Dan kini, rasa sesak akan kehilangan kembali menghampiri raga Sabit. Bahkan kehilangan yang kali ini rasanya lebih sakit dari kehilangan-kehilangannya yang lain. Karena kehilangan yang kali ini... adalah kehilangan sosok yang bahkan belum sempat Sabit genggam tangannya.

"Sabit belum menemukannya, Pa. Sabit keliru..." batinnya menyeruakkan tentang ingatan pada bunga matahari siang itu.

***

Mobil Langit sudah berhenti di depan rumah miliknya yang berwarna cream dengan padu padan berwarna coklat kayu di sisi rumahnya. Almyra pun langsung keluar dari mobil untuk masuk ke dalam rumah. Namun tidak dengan Langit. Pria itu mengeluarkan koper milik Almyra terlebih dahulu. Setelah itu barulah ia menyusul Almyra masuk ke dalam rumah.

Langit Sabit (KUN) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang