Semua Terserah Padamu

20.8K 657 43
                                    

"Kamu harus nikah sama Salma!" suara seorang pria dengan rambut sepunggung mengisi ruangan di sela-sela bunyi petikan gitar.

"Tidak bisa Bapak, aku sudah punya dia," sanggah sang putra yang kini tengah melahap makan siangnya.

Ruangan tengah sebuah rumah yang pemandangannya mengarah ke kolam renang, seharusnya terasa sejuk. Tetapi, kenyataan berkata sebaliknya.

Meski Neyl Author Wirawan pemilik Autorism Music berbicara sambil bermain gitar, penekanan kata yang keluar dari bibirnya mampu mengubah hawa ruangan.

Sama halnya dengan Rony, anak semata wayangnya, yang terlihat acuh atas obrolan ini karena fokusnya pada lauk pauk yang kini tinggal separuh di piring.

"Tidak ada yang bisa mengelola Autorism Music sebaik Salma," imbuh Neyl kemudian menyesap minuman hitam pekat yang kini telah berada di tangan.

"Aku sudah selesai makan." Rony bangkit dari duduknya menuju tempat cuci piring, membersihkan alat-alat makannya kemudian berlalu.

"Pergi dulu, Pak," pamit Rony yang sudah berjalan menuju pintu.

Tetapi gerakan tangan yang hendak meraih knop pintu terhenti ketika sebuah kalimat terdengar.

"Bapak sudah bilang sama Salma. Semua terserah padamu. Jika tidak ingin Authorism Music berpindah tangan, kau tahu apa yang harus kau lakukan."

Rony terdiam sebentar, sesaat ia berbalik, dan laki-laki yang dipanggilnya Bapak sudah tidak ada di tempat. 

Neyl sudah menaiki anak tangga untuk menuju ruang atas.

Rony hanya mengamati langkah demi langkah sang Bapak, tanpa suara, dia kembali melanjutkan langkah untuk keluar dari rumah.

0_0

Mobil yang dikendarai Rony bergabung dengan banyak lautan kendaraan di jalan raya. Sambil menghindari kejenuhan akan kemacetan, ia menyalakan pemutar musik.

Sebuah suara yang amat dikenalinya menyapa gendang telinga dengan nyaman, seakan penyanyi aslinya sedang bernyanyi di sampingnya.

Tanpa disadarinya sudut bibir Rony terangkat, senyuman setipis tisu itu membuatnya teringat dengan seseorang yang juga memiliki kesabaran sama tipisnya dengan senyum miliknya.

Tetapi mengingat apa yang dikatakan sang bapak, senyum itu memudar, dan jemarinya segera mematikan pemutar musik bersamaan dengan laju kendaraan karena jalan sedikit merenggang, tidak sepadat sebelumnya.

Tidak butuh waktu lama, mobil Rony menepi dari lautan kendaraan dan merapat ke sebuah halaman bangunan yang cukup besar.

Sapaan respsionis di depan membuatnya mengangguk sebentar dan segera memasuki sebuah private room, sebuah studio musik di dalam studio.

Karena pada ruangan private room akan lebih dulu ditemui ruang untuk nongkrong sebelum akhirnya menuju studio musik yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu.

Saat pintu ruangan terbuka, didapatinya banyak orang telah memadati ruangan.

"Yah Bang Owner telat," sebuah suara menyambut kehadirannya.

"Telat Ron telat," kali ini suara laki-laki yang tingginya tidak jauh berbeda darinya ikut bersuara.

"Udah habis kuenya Ron, malah baru datang."

Rony hanya berdeham menanggapi komentar teman-temannya yang bertubi-tubi, ia memilih spot di pojok ruangan sambil merebahkan tubuh di sofa.

"Yaelah, kalau kesini cuma mau tidur doang mah pulang aja Ron." Seseorang berjalan mendekat, tetapi tidak mengusik matanya yang mulai terpejam.

Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang