Terungkap

3.8K 326 39
                                    

"Ron, jangan kemana-mana, sudah di rumah saja. Nab tolong jagain Papi ya, Mami ada urusan sebentar," pesan Salma kepada suami dan anak bungsunya.

Mobil yang dikendarai Paul berhenti di sebuah kafe tempat janji temu Salma dengan seseorang yang mengiriminya pesan.

Salma menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil.

"Kamu mau ketemu siapa, Sal? Kok kayaknya tarik napas dalam banget." Rony yang sedari dulu memiliki kebiasaan memperhatikan istrinya itu, tetap terbawa hingga sekarang. 

Bahkan hal kecil seperti dalamnya tarikan napas Salma ia mengerti itu.

"Urusan kerjaan, butuh tarikan napas biar yakin sama apapun keputusan nantinya."

Rony tersenyum, "My Queen harus selalu percaya diri. Tunjukkan Sal kalau kamu wanita berpendidikan yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun."

Salma berusaha menjaga sikap salah tingkahnya di depan Nabila dengan tidak menanggapi perkataan Rony, hanya mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan suaminya itu.

Entah bagaimana, tetapi Salma yakin bahwa setelah pertemuan ini untuk melakukan hal sederhana seperti mencium punggung tangan Rony akan susah dilakukan oleh Salma, entah mengapa, tetapi semesta seakan membisikkan sesuatu kepadanya.

Dengan langkah tenang Salma memasuki kafe yang penuh dengan hiasan bunga.

"Sal," panggilan atas nama dirinya membuat Salma yang sedari tadi mengedarkan pandangan akhirnya bertemu suatu titik, tempat Flora duduk sendirian.

Senyuman yang  begitu manis apakah itu obat atau racun, Salma tidak mengetahuinya.

"Duduk Sal," tutur Flora lembut.

Salma memaksakan senyum, "thanks."

"Udah lama ya kita enggak ke sini." Flora memulai basa basi seperti biasa.

Tetapi basa basi Flora kali ini, membawa ingatan Salma pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika mereka sering datang ke kafe ini.

Hanya untuk membicarakan hal tidak jelas atau berbagi informasi reguleran yang bisa mereka bidik untuk tambahan penghasilan.

Mungkin benar yang sering Salma dengar, bahwa kenangan tetap sama tetapi manusia di dalamnya seringkali mengubah suasana.

"Kenapa kita harus ketemu, Flo?" tanya Salma to the point tidak ingin mengulur waktu lebih lama di sini, mengingat kondisi suaminya yang sedang tidak baik, cukup berhasil membuat Salma sedikit tidak tenang.

"Tadi gua ke tempat Rony---"

"Gua udah tahu, Flo. Kita kan ketemu di sana."

Flora tertawa, "Lu tuh masih tetap kayak dulu ya, Sal. Suka gak sabaran, suka motong omongan orang, tapi gak apa-apa. Kelakuan lu yang kayak gitu, sesekali bikin gua kangen."

Salma terdiam, ingatan akan kebersamaan dengan Flora membuatnya tidak tenang.

"Gua ke tempat Rony, jangan dipotong dulu," Flora mengantisipasi Salma yang bisa saja menyela kalimat panjang yang akan dikatakannya.

Salma mengangguk. Lampu hijau untuk Flora melanjutkan kalimatnya.

"Tapi Rony ngusir gua," Flora tertawa kecil membuat jeda. "Di tengah kesakitannya dia, bisa-bisanya dia masih mikirin perasaan lu kalau lihat gua ada di sana."

Salma semakin terdiam, tidak pernah dia tahu bagaimana Rony berusaha menjaga perasaannya. 

"Tapi gua emang maksa sih, Sal. Gua maksa masuk buat lihat kondisinya dia. Meski setelah di sana, dia lebih milih memalingkan muka."

Flora mulai berkaca-kaca, tetapi ia tetap bercerita diselingi tawa.

"Lu tahu Sal, apa kalimat pertama yang Rony ucapkan waktu lihat gua di sana?"

Salma menggeleng. Bagaimana dia bisa tahu sementara dirinya tidak ada di sana?

"Please jangan ke sini Flo. Gua enggak mau Salma makin curiga sama gua."

Lagi-lagi Flora tertawa, embus angin yang sedikit menggerakkan rambutnya seakan memberinya hawa segar sebentar.

"Kenapa Salma bisa curiga sama lu, lu masih sayang sama gua ya? gua menanyakan hal itu sengaja buat bercanda. Tapi Rony enggak suka Sal. Dia bahkan mau panggil suster buat bawa gua keluar. Lihat, Rony juga mulai tertular tidak sabaran."

Flora meneguk secangkir teh hangat sejenak, membiarkan pikiran Salma berpikir keras kemana obrolan ini akan dibawanya.

"Gua kaget banget, waktu Rony kasih alasan kenapa lu curiga ke dia. Tentang Papa Anggis?" kali ini Flora tertawa lebih lama, hingga butiran air mata lolos keluar perlahan.

"Kalau Rony Papanya Anggis, gua gak akan kasih dia ke lu Sal," tutur Flora yang kini mulai tidak bisa membendung air matanya.

Melihat air mata Flora yang mulai berlinang, membuat Salma tergerak untuk berpindah tempat.

Salma memeluk Flora dari samping sambil mengusap pundaknya untuk menenangkan Flora, tidak ada sepatah katapun yang sanggup Salma ucapkan.

"Papanya Anggis kecelakaan, setelah kami bertengkar hebat. Gua yang maksa buat lahiran di Jakarta dan dia yang kekeh supaya gua lahiran di Singapura saja. Tanpa mendapat titik tengah, gua terbang ke Jakarta dan setelah tiba di bandara, gua dapat kabar kepergiannya."

Flora berusaha menghentikan tangisnya dengan menarik napas dalam-dalam.

"Dunia gua hancur saat itu Sal, gua gak tahu gimana cara ngebesarin Anggis tanpa bokapnya. Gua marah sama semesta, kenapa sekali lagi, gua harus kehilangan orang yang gua sayang."

Salma ikut meneteskan air mata, ia tahu betul, bagaimana rasanya melahirkan tanpa didampingi suaminya.

"Satu-satunya orang yang bikin gua bertahan, itu Rony, Sal. Dia enggak mau lu tahu, dia enggak mau bikin lu sakit, karena dia mesti nemenin gua waktu itu."

Salma menghentikan gerakan tangan pada pundak Flora.

"Tapi kenapa lu marah waktu Anggis bilang dia dekat dengan seseorang? Lu marah seakan-akan Rony adalah Papanya Anggis yang bikin lu enggak mau Anggis ngerasain hal yang sama kayak gitu?"

Kali ini Flora terdiam, isakan tangisnya seketika berhenti.

Flora meraih cangkir teh dan segera menghabiskan isinya.

"Gua cuma bisa cerita sampai sini Sal. Selanjutnya lu bisa tanya Rony. Gua gak mau bahas itu. Satu hal yang harus lu garis bawahi, bahwa Rony bukan papanya Anggis." Flora mengambil jeda,  "Gua duluan ya Sal. Thanks udah mau denger cerita gua."

Kepergian Flora membuat Salma merasa lega, kebenaran tentang Papanya Anggis cukup membuat Salma menghentikan aksi puasa ngomong dengan Rony.

Tetapi kemarahan Flora tetap menjadi tanda tanya, apa Salma harus menanyakan semuanya ke Rony?

Dengan kondisi yang mengharuskan suaminya istirahat, Salma harus berpikir dua kali untuk menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Satu hal yang bisa dilakukan Salma saat ini, mengembuskan napas dan meneguk secangkir teh hangat yang sudah hilang kehangatannya.

🍣🍣🍣

Selamat pagi, selamat menyapa fajar yang akan menemani dibukanya hari.
Sudah terjawab ya, satu teka-tekinya. Sudahi ovt teman-teman 🤣

Jangan lupa vote Salmon 🤗

Happy Reading 🥳

Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang