Obrolan Sore

3.8K 347 82
                                    

Kursi panjang dari kayu tanpa kaki menempel di dinding setinggi lutut yang menjadi pembatas untuk tanaman tumbuh bebas.

Dengan tiga bantal berwarna abu-abu tua senada dengan dinding di belakanganya.

Satu meja bundar di depannya telah terisi penuh, minuman dingin dan beberapa camilan sengaja disiapkan oleh Salma agar obrolan sore ini tidak membosankan.

Sementara satu kursi dengan empat kaki yang saling menyambung dengan membentuk huruf x berada di sisi lain meja.

Syarla dan Nabila telah siap dengan pakaian santai mereka tampak menuruni anak tangga yang berjumlah tiga dan menghampiri Salma yang sedang menata sajian di meja.

"Papi mana, Mi?" tanya kedua putrinya yang tidak mendapati sosok pembicara sore ini.

"Tadi sudah bangun kok, katanya mau mandi," balas Salma pendek, masih sibuk menata makanan dan minuman agar cukup di meja bundar kecil.

"Coba Mami cek lagi, nanti ketiduran di bathup," celetuk Syarla yang membuat Salma menghentikan aktivitasnya.

Salma segera menyerahkan dua kaleng camilan kepada Syarla dan Nabila, "Mami cek Papi dulu ya. Kalian tolong tata ini di meja dan atur agar semua dapat tempat."

Lama tidak kunjung kembali, sepertinya obrolan Syarla ada benarnya, hal itu tergambar jelas dari muka sebal Salma yang terlipat saat kembali ke tempat.

Sementara Nabila dan Syarla sedang duduk berhadapan sambil memeluk kaleng camilan yang terbuka, dengan dalih tidak ada tempat di meja mereka memutar otak untuk meletakkan camilan itu.

Ajaibnya Syarla dan Nabila memilih pangkuan masing-masing untuk menjadi tempat kaleng camilan yang tersisa.

"Pagi kesayangan Papi," suara Rony yang serak-serak basah tidak jauh berbeda dengan kondisi rambutnya yang belum kering sempurna.

"Ini sore Pi," protes Syarla dan Nabila bersamaan.

"Dikeringkan dulu, Ron. Sudah ku bilang, kan?" tegur Salma ketika melihat Rony yang datang mendekat dengan handuk masih tersampir di leher.

Sebelum merespon, Rony lebih dulu mengambil satu makanan dan kemudian duduk di kursi berhadapan dengan Salma dan kedua putrinya.

"Kalau kata Paul, Angin yang akan mengeringkan rambutku, Sal." 

Salma berdecak menanggapi.

"Siapa yang mau jadi MC?" tanya Rony sambil mengibaskan sisa bumbu makanan di tangan dengan menepuknya.

"Ayolah Pi, kenapa butuh MC segala." Syarla tidak sepakat dengan permintaan Papinya yang sedikit di luar nalar.

"Assalamu'alaikum, yang terhormat Papi dan Mami---" berbeda dengan Syarla, Nabila justru segera mengikuti arahan Papi untuk membuka pertemuan ini.

Tentu saja hal tersebut membuat Syarla dan Salma yang terbahak-bahak, sementara Rony justru menahan tawa dengan melipat bibir ke dalam, sebagai wujud menghargai apa yang dilakukan Nabila.

"Yok bisa yok, serius serius," ucap Salma yang sudah bertepuk tangan berusaha mengambil fokus semua orang.

"Kalian minum dulu ya, biar lega," saran Rony yang kini sudah menegakkan tubuh seakan memberi kode bahwa pembicaraan serius akan dimulai.

Syarla dan Nabila kompak menutup camilan agar bisa fokus mendengarkan Rony.

"Papi pernah mengambil peran sebagai papanya Anggis," kalimat pertama yang Rony sampaikan membuat tiga perempuan di depannya tercengang.

Kebenaran yang mengejutkan ini terlalu kontras dengan tawa yang sebelumnya mengisi sisi rumah keluarga Parulian ini.

"Kali ini tolong jangan ada yang menyela," titah Rony, mengingkan sore ini menjadi ruang untuk dia bisa mengungkap apa yang sebelumnya disimpannya rapat.

Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang