Pamit

4K 267 46
                                    

Lautan motor yang terbaris rapi di depan rumah, membuat Rony, Salma, Syarla, dan Nabila tampak ragu untuk keluar dari mobil.

"Kita positive thinking saja ya. Mungkin Mamak sama Bapak sedang merayakan sesuatu." Rony berusaha menenangkan Salma, Syarla, dan Nabila dengan suara bergetar.

Dengan senyum yang dipaksakan Rony akhirnya membuka pintu mobil, turun lebih dulu, hingga disusul anak-anaknya.

Kegelisahan yang tergambar jelas di wajah Rony, membuat Salma segera menautkan jemarinya dengan menggenggam erat tangan suaminya.

Salma sangat tahu, jika ditanya siapa yang paling gelisah di antara mereka berempat melihat keadaan ini, tentu Rony jawabannya.

Anak laki-laki Mamak Bapak itu adalah yang paling sayang dengan kedua orang tuanya.

Sayangnya ketika memasuki rumah, nihil, tidak ada satu pun orang di ruang tamu, kecuali Paul yang tampak duduk di depan televisi sambil memeluk toples camilan.

"Paul, Mamak sama Bapak mana?" tanya Rony sambil berjalan mendekat.

Paul yang sebelumnya fokus melihat ke arah layar, tampak terkejut melihat kehadiran Rony dan keluarga kecilnya.

"Kalian ngapain ke sini? Mau nginap sini juga?"

"Paul, Mamak sama Bapak mana?!" tanya Salma dengan nada tinggi.

Bukannya menjawab, Paul justru tertawa melihat ekpresi Salma.

"Tuh muka kenapa pada serius gitu sih?" imbuh Paul masih saja meledek Salma dan Paul.

Nabila yang ikut kesal karena pertanyaan Mami dan Papinya, segera mengajukan pertanyaan yang sama. "Om Paul, Mamak sama Bapak mana?"

Tawa Paul seketika meredup, "Ada di kamar mereka, Nabila." Kali ini Paul menjawab lembut.

Salma dan Rony saling pandang dan kemudian menggelengkan kepala bersamaan.

"Kenapa kalian ini? Datang-datang dah pada ribut semua." Mamak Novia keluar dari kamar yang disusul Bapak Neyl di belakangnya.

Rony segera mendekat ke arah Mamak Novia, menangkup wajah mamaknya, sambil meneliti dengan jeli apakah ada luka atau sesuatu di tubuh sang Mamak.

"Kau ini apa sih Ron?" Mamak Novia berusaha melepas tangan Rony.

"Mamak baik-baik saja?" tanya Rony akhirnya.

Paul yang ingin meledek Rony, mengurungkan diri, tatapan Rony kepada Mamak memang menampilkan kekhawatiran yang luar biasa.

"Baik Ron, Mamak kau baik-baik saja. Kau pasti overthinking saat lihat banyak motor di depan?" tanya Bapak Neyl seakan mewakili pertanyaan banyak kepala di ruangan ini.

"Mamak mau bilang sesuatu, yuk duduk dulu," Mamak Novia segera mengajak anak, menantu, dan cucunya untuk duduk di sofa.

Paul melipir sedikit, memilih duduk di samping Bapak Neyl sambil memijat pundak Neyl yang sudah seperti ayahnya sendiri.

Novia duduk di antara Rony dan Salma, kedua tangannya masing-masing menggenggam tangan Rony dan Salma.

"Mamak sama Bapak, mau pergi," kalimat itu yang pertama keluar dari bibir Novia.

Berhasil membuat Salma menggenggam jemari tangan kirinya semakin erat.

"Mau pergi kemana Mak? Rumah ini enggak nyaman lagi buat Mamak? Karena ada Paul? Paul pergi aja lu, cari hotel atau apartemen gitu," seloroh Rony membuat tangan Mamak yang sedari tadi digenggaman, mencubit pahanya dengan keras.

"Bukan gitu lah Ron. Kau dengar dulu Mamak bicara, jangan asal saja kau sebut karena Paul. Mamak justru senang Paul ada di rumah ini sekarang."

Mendengar jawaban Mamak, Rony memilih diam.

"Mamak sama Bapak mau refreshing, mau jadi anak muda lagi lah kita. Jalan-jalan berdua, keliling kota, menikmati masa-masa tua bersama."

"Jangan bilang Mamak mau ikut Bapak touring?" tanya Rony dengan cepat.

"Enggak. Rony enggak izinin. Angin di jalan gak baik buat kesehatan Mamak," imbuh Rony mengaktifkan mode protektifnya.

"Ron," panggil Novia dengan lembut.

"Sudah ku bilang kan Nov. Anak laki-laki kau tidak akan kasih izin," ucap Neyl.

"Bapak sudah tahu Mamak mau ikut, kenapa masih tetap berangkat? malah ngajak Mamak? Keselamatan Mamak gimana, Pak?" cecar Rony mendengar Neyl seakan sudah tahu bahwa Novia pasti tidak diizinkan oleh anak semata wayangnya yang sangat overprotektif.

"Ron, kau dengar Mamak dulu." Novia menjeda kalimatnya. "Mamak sudah tahu apa yang harus disiapkan, Mamak ngambil keputusan juga tidak spontan. Mamak sudah pikirkan banyak hal."

"Kau sudah punya Salma, jadi kau jangan khawatir berlebih kalau Mamak tinggal dalam jangka waktu lama." Novia menyatukan tangan Salma ke atas tangan Rony yang perlahan terasa dingin.

"Kalau soal keselamatan Mamak, kau sudah lihat barisan motor di depan kan? Pasukan tempur Bapak kau akan mengiringi perjalanan Mamak sama Bapak." Novia berkata tegas.

"Tapi Mamak..." kalimat Rony terpotong oleh sanggahan Novia.

"Tidak ada tapi-tapi. Mamak mengundang kau ke sini bukan untuk minta izin, tapi untuk pamit."

Keheningan menyeruak sejenak.

"Ron. Meskipun tidak ada Mamak di sini, kau tidak boleh membuat Salma menangis. Kau harus jaga Salma dan cucu-cucu Mamak dengan baik," nasehat panjang dari Novia membuat Rony terdiam.

"Kau juga Sal. Kalau Rony bikin kau nangis, telepon Mamak. Di manapun Mamak, pasti akan Mamak angkat," kali ini Salma terdiam.

"Tidak ada celah yang boleh terbuka. Jangan beri sedikit ruang untuk masa lalu menyapa kalian. Mengerti?"

Kalimat Mamak Novia membuat Salma dan Rony saling pandang, ingatan mereka tentu saja tertuju pada keadaan beberapa jam yang lalu.

"Kau juga Paul, tidak usah balik-balik ke luar negeri. Kau jaga rumah Mamak sampai Mamak kembali. Awas kau tinggal begitu saja ya!" Paul hanya mengangguk menanggapi.

"Mamak kan mau pergi touring kenapa pesannya banyak sekali?" tanya Syarla menyela, seakan neneknya akan pergi jauh dan lama tidak kembali.

"Sini sayang, cucu-cucuku," Novia menarik Syarla dan Nabila untuk duduk di dekatnya.

Pasalnya Syarla dan Nabila kini hanya duduk di karpet di samping Mami Salma.

"Syarla, Nabila, kau dengar Mamak. Mamak memang hanya mau pergi touring, tetapi, kita tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi satu jam ke depan."

"Jangan lah bicara gitu, Mamak," kali ini Paul yang menyela. Tidak setuju dengan kalimat terakhir yang disampaikan Novia.

"Mamak hanya ada firasat tidak enak. Rony Salma, kalian baik-baik saja kan?" tanya Novia tiba-tiba, membuat Rony dan Salma saling tatap.

"Iya Mak, Aku sama Rony baik-baik saja, tapi, aku kayaknya bakal sering kangen Mamak. Mamak yakin mau ninggalin aku sendirian?" Salma melepaskan genggaman tangan Novia, beralih memeluk Mamak mertuanya yang sudah seperti ibu kandungnya sendiri.

Isak Salma perlahan terdengar, meski wajahnya sudah ia sembunyikan dibalik tengkuk Novia.

Sejak kehadirannya di Ibu Kota seorang diri, Novia benar-benar menjadi ibu untuk Salma, bahkan sebelum akhirnya Salma menikah dengan Rony.

Novia akan menjadi tujuan Salma ketika merasa kesepian, Novia akan menjadi pendengar yang baik ketika Salma bercerita banyak hal, Novia adalah kehangatan bagi Salma yang rindu bagaimana rasanya pelukan kasih orang tua.

Bagi Salma, Novia adalah charger energy-nya.

Keheningan yang menyelimuti malam ini, seakan turut serta merasakan pilu yang lahir tanpa suara, hanya menguar dari ketulusan manusia untuk manusia lainnya.

🍣🍣🍣

Double update pengganti bolong update kemarin ya. Semoga suka 🙌

Masih kebawa sedih pas tahu Mamak Batak harus pulang🥺 jadi kebawa deh ke sini.

Sehat selalu kalian semua 🤗
Terima kasih atas dukungan melalui vote dan komentarnya ya💞
Jangan lupa vote idola kalian juga❣️

Happy reading 🥳

Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang