Pisau Paling Tumpul

3.8K 363 25
                                    

"Kamu udah bangun, Sal?" tanya Rony terkejut sambil melepaskan tangan di kepala Salma.

Tetapi sebelum benar-benar terangkat, Salma menahan tangan itu dan kembali meminta Rony melakukan hal yang sebelumnya telah dia lakukan.

"Usapan lembut itu membuatku tenang, Ron. Seakan menunjukkan bahwa masih ada bagian hidup yang nyaman, meskipun di luar sana kehidupan terasa menyeramkan."

Salma mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, bola mata teduhnya menatap lembut Rony yang duduk di kepala sofa.

"Aku udah tahu semuanya, Ron," tutur Salma dengan lemah.

Lukisan kelelahan di wajahnya seakan mengungkap apa yang dirasakannya sekarang.

Baru kali ini gengsi tampak terkikis dari dirinya yang seringkali tidak menunjukkan sisi lemahnya di depan Rony.

Kali ini, Salma benar-benar terlihat lelah, dia yang baru mengusaikan banyak pertemuan dengan klien harus mendengar kabar yang kurang sedap.

Tanpa kata Salma merentangkan tangannya, meminta pelukan Rony untuk kembali menguatkan dirinya.

Rony tentu segera merengkuh istrinya, membiarkan kebisuan menyelinap sejenak, membuat ruangan Salma yang besar terasa semakin longgar.

"Syarla gimana, Ron?" tanya Salma setelah beberapa menit mengisi energi di pelukan Rony.

"Kacau, Sal," jawab Rony jujur.

Rony tidak tahu lagi bagaimana menutupi keadaan putrinya yang memang kacau dengan tidak jujur kepada  ibunya.

Sebenarnya, ada sebuah tanya yang sedang memenuhi isi kepala Rony, sebuah headline di media online yang terbuka pada layar ponsel Salma di sisi kepala saat tadi dia tertidur.

Tentang pemberitaan bahwa Syarla bukan putri kandungnya.

Bagaimana media memiliki ide untuk membahas sesuatu yang mustahil tetapi menjadikannya cukup mengganjal.

Kehadiran Syarla memang bukan masa terindah dalam kehidupan pernikahannya dengan Salma. 

Tetapi bukan berarti Syarla bukan darah dagingnya, bukan?

Salma yang saat itu diyakini oleh Rony belum mencintainya, tidak mungkin melakukan hal bodoh dengan orang lain seperti yang media beritakan, bukan?

"Ron, kamu mikirin apa?" tanya Salma yang entah sejak kapan melepas diri dari pelukan Rony dan kini tengah sibuk menatap wajah kebingungan Rony.

Ingin sekali Rony bertanya. Namun, situasi seakan belum berpihak padanya.

Di antara wajah kelelahan Salma, Rony tak sampai hati menanyakan hal yang mungkin juga akan mengguncang istrinya.

Sehingga gelengan menjadi alternatif jawaban yang dipilih Rony.

"Mau pulang sekarang?" Rony menatap Salma dengan tatapan yang sulit diartikan.

Salma menghela napas, "Sama kamu, aku yakin semua akan mampu teratasi. Kita jelasin ke Syarla sama-sama ya Ron, tentang presepsi salah yang Syarla baca."

Rony mengangguk, segera ia berdiri lalu mengulurkan tangan kepada Salma.

Uluran tangan Rony dengan tatapan lembut kepada Salma seakan menunjukkan bahwa meskipun badai sedang mengguncang perempuan itu, Rony akan selalu ada dan kembali membantunya berdiri.

Senyum Salma yang sebelumnya hanya tempias dari air mata, menjadi senyum merekah seperti bunga yang baru saja mekar.

0_0

"Nabila Taqiyyah, dengarkan aku, jangan pulang dulu, ya," suara lembut Paul mengingatkan putri bungsu Rony dan Salma yang sedang pulang dari sekolah.

"Enggak Om! Nabila mau ketemu sama Kak Syarla!" teriak Nabila di dalam mobil yang berisi tiga orang, dirinya sendiri, sopir pribadi, dan pengawal yang ditugaskan oleh Rony.

Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang