We Never Know

5.1K 273 21
                                    

"Carilah satu dua anak didik lu yang bisa jadi pengganti teman duet Nabila, masa satu pun enggak ada sih Ron?" tanya Salma yang baru saja memasuki stadion musik milik Rony.

"Anak-anak di sini banyak Sal, tapi apa Nabila bisa cocok sama mereka? ngebentuk chemistry dalam satu hari?" tanya Rony mempertanyakan permintaan Salma.

Pasangan suami istri itu segera memasuki private room untuk melihat daftar anak didiknya Rony dalam kelas musik di studio ini.

"Lu tahu sendiri sesusah apa kita ngebentuk chemistry  dulu," ucap Rony di sela-sela pencarian berkas data anak didiknya.

Mendengar hal tersebut, Salma justru menghentikan aktivitasnya sebentar. 

"Coba aja kalau kita boleh gantiin pasangan duet Nabila, berhubung pasangan duet yang dicari sekarang cowok, lu bisa unjuk gigi lagi, Ron," seloroh Salma diiringi tawa.

Obrolan tentang duet tidak lagi mengusiknya, setelah apa yang dikatakan Rony di samping kolam renang malam itu.

"Hello guys, ini ada kopi dari penggemar Rony," ucap Paul yang tiba-tiba datang.

Salma menoleh, memandang Paul sepersekian detik dan melakukan hal yang sama pada Rony, seakan meminta penjelasan 'apakah di usia sekarang suaminya masih memiliki penggemar?'

Paul yang seakan menangkap maksud dari apa yang dilakukan Salma, mencoba menjelaskan, "dari anak didik Rony yang barusan gua gantikan kelasnya."

"Lu ngajar musik lagi? Berarti bener bakal menetap di sini?" tanya Salma sambil mendekat dan meraih dua paper cup.

Paul hanya mengangguk, lebih memilih meneguk kopi lebih dulu daripada menjawab pertanyaan Salma.

"Biar lu nggak capek kangen sama gua kan?" respon Salma diiringi tawa sebelum akhirnya menyegarkan kerongkongan dengan minuman yang tadi digenggamnya.

"Yuhuu," suara Rony membelah tawa Paul dan Salma, seakan ingin menyadarkan mereka bahwa dirinya ada di sana.

"Sini napa Ron. Lu ngapain bergelut sama kertas?" panggil Paul yang langsung menanggapi respon sahabatnya tersebut.

"Masih dapat tugas dari Ibu Negara ini, gak bisa ditunda," elak Rony yang tidak mengubah arah pandangnya sekalipun.

Sepertinya itu salah satu kelebihan Rony, meskipun tidak melihat secara langsung dia bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya.

Seakan memfungsikan telinganya seratus persen ketika mata fokus di lain hal.

"Yaelah Ron, gua cuma minta tolong. Kasihan Nabila juga kan kalau harus ngubah semua dari awal," ucap Salma yang kini sudah berjalan mendekat sambil membawa paper cup untuk Rony.

"Kenapa sih?" sela Paul yang tidak mengerti arah pembicaraan Rony dan Salma.

Jika itu berkaitan dengan jokes, Paul akan segera menebak karena koneksi mereka bertiga seakan memiliki kekuatan 5G tetapi jika urusan serius, Paul tidak berani menebak-nebak.

"Nabila Paul, dia kehilangan teman duetnya, padahal mereka harus mengisi acara sekolah besok," jelas Salma.

"Terus kalian ngapain bongkar kertas-kertas itu?" tanya Paul lagi.

"Cari data anak didik yang punya pengalaman duet, kali aja bisa dipasangkan sama Nabila," kali ini Rony yang menjawab.

Mendengar jawaban Rony, Paul membenarkan kerah kaos polo yang dikenakannya. 

"Sama gua aja," celetuk Paul membuat Salma dan Rony menghentikan kegiatan dengan spontan.

Kedua pasangan itu saling pandang, bulan sabit yang terbit di wajah Salma seakan memberi angin segar untuk Paul.

"Masa Nabila duet sama om-om," balas Rony memberi asap pada angin segar yang baru saja dihirup Paul.

Didukung senyum Salma  yang kini merekah menjadi tawa renyah.

"Masa Nabila nolak duet sama om-om tampan kayak gua?" tentu saja Paul tidak mau kalah.

"Ingat umur Paul," ledek Salma yang disetujui dengan tawa Rony yang semakin pecah.

"Coba deh, hubungi guru Nabila dulu. Pasti diizinkan kalau duet sama gua. Gua masih cocok kok kalau harus pakai seragam SMA."

"Terus gua mesti tanya gimana, Bu, Nabila boleh duet sama pamannya, gitu?" tanya Salma dengan nada yang dibuat-buat.

"Silahkan. Coba aja Ma. If we never try, how will we know?" Paul masih berusaha meyakinkan Salma dengan ide out of the box yang baru saja disampaikannya.

"Coba aja Sal, biar Paul sadar umur," ujar Rony seakan menyetujui ide gila Paul, tetapi bukan untuk mendukung melainkan untuk meledek.

Merasa kalah suara, Salma melakukan apa yang disarankan oleh dua manusia di ruang ini.

Salma memilih melipir dari ruangan, hingga beberapa menit berlalu, Salma kembali dengan wajah datar, sambil menatap Paul dan Rony secara bergantian.

"Tuh Paul, enggak diizinkan sama gurunya Nabila," bangga Rony mendapati air muka Salma yang tidak menggambarkan kabar baik.

"Bener enggak diizinkan Ma?" tanya Paul langsung kepada Salma, menganggap kata-kata Rony barusan seakan angin lalu.

Salma menghela napas. 

"Ini enggak masuk akal," kalimat pertama yang keluar dari bibir Salma ketika kembali masuk ke dalam ruangan.

"Kalau memang bisa menyatu, boleh Bu. Sebaiknya Nabila dan Pamannya coba latihan terlebih dahulu, kalau cocok besok Nabila tetap menampilkan duet," tutur Salma mengulang kalimat yang didengarnya di telepon tadi.

"Yes." Paul segera melakukan selebrasi seakan baru saja mencetak gol.

"Ya sudah, Nabila panggil ke sini saja Sal," saran Rony dengan datar karena telah kalah telak dari Paul.

Dengan wajah sumringah dan senandung kecilnya, Paul segera membantu Salma dan Rony membersihkan kertas-kertas yang menurutnya tidak berguna.

Karena di antara semua pilihan nama yang tertulis pada kertas-kertas itu, justru namanya yang menjadi pemenang untuk mendampingi Nabila duet.

Detik berlalu dengan berlari, tiga orang di dalam ruangan baru saja menyelesaikan tugas membersihkan ruangan.

Bertepatan dengan itu Nabila yang masih mengenakan seragam memasuki ruangan.

"Waktu Mami wa, kebetulan Nabila perjalanan pulang, jadi langsung ke sini," tutur Nabila setelah mengucap salam, kemudian mencium tangan kedua orang tuanya.

"Nabila, Mami sudah menemukan pasangan duet buat kamu." Salma berucap ragu sambil beberapa kali melirik ke arah Rony meminta penguatan.

"Tapi kamu coba latihan dulu ya, nanti baru diputuskan untuk lanjut duet atau enggak," imbuh Rony.

"Siapa yang akan menemani Nabila duet?"

Paul mendadak muncul dari balik sofa seakan memberi kejutan pada Nabila, padahal ia tengah mengambil alat dengar yang sedang digunakannya untuk mengetahui lagu yang akan dibawakan oleh Nabila.

"Om Paul?" tunjuk Nabila.

"Iya," jawab Salma dan Rony bersamaan, bersama dengan helaan napas di akhir jawaban.

"Hai Nabila, sudah siap menaklukan lagu itu menjadi milik kita?" tanya Paul dengan antusias penuh.

"Jangan genit-genit sama anak gua!" tegur Salma melihat aksi Paul yang tampak berlebihan.

"Kalau aku sama Nabila berhasil bawain lagu ini. Fiks kita jodoh." Paul tersenyum menantang, ia sangat suka mendapati dua sahabatnya kini menatap tak bersahabat.

"Ulang lagi Paul," lirih Rony sambil menunduk hendak melepas sepatunya.

Melihat hal tersebut Paul segela meralat ucapannya, "jodoh buat duet maksudnya."

Paul tersenyum tipis, sementara Salma dan Nabila sudah tergelak melihat ekspresi Rony saat ini.

🍣🍣🍣

Selamat Siang, selamat menikmati asupan Salmon yang kali ini dilengkapi dengan Panal 🙌
Terima kasih untuk dukungan dalam bentuk vote dan komentarnya.
Happy Reading 🥳







Mencoba Mencari Celah dalam Hatimu (MMCDH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang