Saat dunia berada di ujung tanduk, manusia sebagai makhluk bodoh yang berakal terpaksa untuk beradaptasi. Mereka kembali ke jaman dimana semua berawal, berburu atau diburu. Tentunya bukan dengan dinosaurus atau sesama manusia, tapi dengan zombie.
Semua berawal dari rasa penasaran manusia yang terlalu besar hingga melewati batas keseimbangan. Hanya untuk memuaskan hasrat dan nafsu mereka meneliti para reptil yang di katakan dapat meregenerasi tubuhnya sendiri. Atas nama kesehatan mereka berpikir untuk menumbuhkan organ manusia yang telah tiada.
Dikatakan berhasil awalnya dan secara berkala menyebarkan penemuannya ke seluruh dunia. Semua berjalan baik hingga secara mengejutkan sel yang mereka suntikkan mengalami mutasi dan membuat penggunanya kehilangan akal.
Awal gejalanya mereka akan menghindari matahari setelahnya mereka menggila dengan menyakitkan diri mereka sendiei. Mereka berpikir kalau sebanyak apapun mereka memotong tubuh mereka, tubuh mereka akan kembali tumbuh. Selanjutnya akal sehat mereka seakan telah di ambil, mereka menyerang orang lain. Seperti sebuah birus orang lain yang terkena gigitannya akan menjadi mayat hidup atau bisa di bilang zombie.
Semua hasil keserakahan akan berbuah manis di awal tapi akhirnya bahkan lebih pahit dari pada meminum sungai di dunia bawah. Seperti yang di katakan manusia itu makhluk bodoh yang berakal.
Tentunya manusia mencoba bertanggung jawab dengan mencari vaksinya. Walau selama lima tahun ini belum membuahkan hasil.
Setidaknya motivasi manusia saat ini adalah hidup untuk mati esok hari.
"Sudah semua?"
Keiko mengambil seluruh makanan yang berada di swalayan terbengkalai. Makanan kaleng yang beberapanya sudah kadaluwarsa tapi selama masih tersegel makanan seperti itu masih aman di makan.
Nanami menengok sebentar, sebelum mengambil kaleng terakhir dan menaruhnya di tas punggungnya. Dia lalu menghampiri Keiko hanya untuk menepuk pundaknya, mengajaknya keluar gedung. "Ayo, sudah waktunya"
Keiko mengikuti langkah Nanami dari belakang tanpa protes. Sensitivitas Nanami sangat mengerikan kalau soal cuaca dan keadaan sekitar. Semua itu di dapat bukan dari tempaan dunia yang berubah tapi itu asli pemberian Tuhan.
"Kita kemana sekarang? Great wall atau rumah?" Keiko berlari kecil menyamakan laju kakinya dengan Nanami.
"Great wall, itu paling dekat dari sini. Sebentar lagu hujan." Nanami menurunkan kecepatannya. Kaki pendek Keiko tidak akan bisa menyamai langkahnya yang panjang. Dia juga yang akan susah kalau Keiko lelah di sini.
Nanami menatap langit sekilas. Langit masih cerah dan panas, tapi firasatnya tidak enak. Seakan awan gelap sedang mengikuti mereka.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diisi dengan senandung Keiko. Wanita itu melompat sedikit mengikuti irama yang dia lakukan. Sesekali dia akan menatap Nanami yang juga sedang memerhatikannya. Bukannya malu, Keiko malah makin semangat menyandungkan lagu kesukaannya.
Berjalan bersama Nanami selalu terasa seperti ini. Penuh dengan keheningan tapi kental dengan kenyamanan. Bahkan kalaupun dia berada di keadaan yang mengerikan, Nanami selalu berhasil menanamkan rasa aman padanya. Keiko sangat menyukai Nanami yang seperti itu.
"..Sudah berapa lama kita bersama, Keiko?"
Keiko melirik sebentar, nyanyiannya terputus karna memikirkan pertemuan awal mereka. Mereka sudah kenal bahkan sebelum bencana ini datang. Mereka kenal karna teman Keiko membuat kencan buta dengan mengajaknya dan beberapa teman lainnya. Jumlahnya sekitar lima orang dan bertemu dengan teman-teman Nanami yang berjumlah sama. Sayangnya saat itu Keiko tidak di pasangkan dengan Nanami tapi dengan yang lain. Entah kenapa akhirnya merekalah yang berhasil langgeng sampai akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot!
RomanceKumpulan cerita pendek atau oneshot. Dewasanya nyerempetnyerempet aja. Enjoy it! 20+