BAGIAN 42

10 0 0
                                    


Iris tidak ingin terpengaruh oleh perkataan Judy. Tapi, entah mengapa hal tersebut selalu terngiang di kepalanya.

Iris tidak ingin terus larut dalam kesedihan dan kekhawatiran mengenai Owen. Karena pada dasarnya Iris harus yakin bila temannya itu bisa menjaga diri.

"Iris."

Panggilan tersebut membuat kepala wanita ini reflek menoleh kepada sumber suara.

"Iya, Bu?" jawabnya kepada sang ibu kala itu.

"Ibu lihat kamu akhir-akhir ini selalu melamun. Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Nak?" tanya wanita paruh baya tersebut dengan penuh perhatian.

Iris tersenyum kecil dan sedikit menggeleng di sana. "Tidak ada apa-apa, Bu," jawabnya.

"Baiklah. Ibu tau kamu tidak akan cerita sekarang. Kalau nanti sudah ingin cerita, katakan kepada Ibu, oke?" Iris mengangguk saja di sana. "Jika begitu Ibu akan ke tempat Ayah dulu. Bukankah hari ini kamu ada jadwal pengecekan bahan-bahan kebun?"

Iris seakan lupa akan tanggung jawabnya karena terlalu memikirkan Owen. Wanita ini pun beranjak dari duduknya. "Iris akan pergi sekarang, Bu. Sampai jumpa," ucapnya cepat dan segera berlalu meninggalkan ibunya.

Di saat Iris mengkhawatirkan Owen, sosok pemuda ini terlihat sudah beradaptasi dengan desa tempat dia tinggal sekarang. Bersama dengan Mat dan Jinjin, sosok Owen perlahan mulai dikenal oleh penduduk desa di sana. Tak hanya itu, Owen juga ikut berkontribusi membangun desa tersebut. Owen yang dibimbing oleh Mat dan Jinjin menjadi penjaga perbatasan. Seperti pertama kali mereka bertemu, begitulah tugas Owen sekarang.

Para penjaga ini akan bersembunyi di dahan pohon dalam hutan. Ketika ada orang asing masuk ke wilayah mereka, maka mereka harus segera menyelidikinya. Kebetulan saat ini Owen akan berjaga bersama Jinjin di daerah timur, sedangkan Mat dan temannya berada di sisi selatan.

"Apa kau sudah lama melakukan tugas ini?" tanya Owen kepada Jinjin. Keadaan di hutan tersebut benar-benar sepi dan hanya ada mereka di daerah situ.

Jinjin mengangguk. Dulu Ayah dan Ibu juga melakukan tugas ini. Jadi, aku dan Mat juga meneruskan tugas mereka," jawabnya yang membuat Owen mengangguk paham. "Bagaimana denganmu? Apa tugasmu yang ada di dunia immortal itu?" tanya Jinjin balik.

Owen terdiam. Akan sangat berbahaya jika dia mengaku sebagai seorang pangeran.

"Aku biasanya membantu ayah dan ibu di kebun," jawab Owen berbohong.

"Itu bagus," sahut Jinjin. Kemudian mata wanita ini seketika menajam. Owen mengernyit, tapi sedang mencoba merasakan apa yang terjadi. "Ada yang mendekat," bisik wanita tersebut. Owen mengangguk, dia juga merasakannya. "Perhatikan baik-baik," intruksi Jinjin yang sedang memberi pengarahan.

Tiba-tiba saja dari sisi utara datang seorang pria dengan tudung di kepalanya. Jinjin dan Owen memperhatikan orang tersebut. "Seorang wizard," kata Jinjin. Owen juga merasakan jika itu adalah wizard, dilihat dari pakaiannya saja demikian.

"Ayo," ajak Jinjin yang langsung melompat turun. Owen menganga dengan gerakan tiba-tiba wanita itu, tetapi dia tetap mengikutinya.

Ketika Owen dan Jinjin sudah berada di depan orang asing tersebut, sang wizard pun berhenti melangkah, namun tidak membuka tudung di kepala dan hanya mundur beberapa langkah.

"Siapa kau?" tanya Jinjin mengintrogasi.

"Dan apa keperluanmu kemari?" sambung Owen dengan nada tegas.

"Aku hanya ingin numpang lewat," jawab orang tersebut.

Jinjin meneliti orang ini. "Buka penutup kepalamu itu," titahnya. Terdengar helaan napas dari orang ini, namun sedetik kemudian dia melaksanakan perintah Jinjin.

Sleeping MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang