51. menghilang

3 1 0
                                    

"anaknya gamau keluar dzak" ujar rey memberitahu, setelah beberapa hari berniat kerumah ara, baru hari ini dzaka berani kerumahnya, karena dzaka tahu ara butuh waktu untuk menerima semuanya, namun ternyata gadis itu tetap tidak mau keluar menemuinya.

"Kalo gua yang masuk boleh ga?" Tanya dzaka dengan raut cemas, rey menatap pria itu penuh selidik meskipun akhirnya tetap mengangguk.

"Jangan macem-macem lo yak!" Ancam rey, dzaka mengacungkan jempol lalu bergegas menuju kamar ara, dzaka membuka pelan knop pintu kamar itu, untuk kedua kalinya dia menghirup kamar ara, ada wangi yang selalu dzaka suka.

Ara sedang berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya ketika dzaka membuka pintu, dengan perlahan ia masuk kedalamnya dan melirik sekitaran kamar ara yang isinya memang 80% gambar pria tampan.

"Mas rey mau ngapain?" Tanya ara yang baru menyingkapkan selimutnya dan terkejut saat mendapati yang datang bukanlah rey.

"Raa ini aku"

Ara hanya diam, bahkan dia tidak mau berkontak mata dengan dzaka, bukan karena ara marah pada dzaka, dia hanya masih tidak ingin bertemu orang lain selain keluarganya.

Dzaka berjalan semakin mendekat, bahkan dia duduk dipinggiran ranjang ara agar bisa menatap gadisnya yang masih terlihat kacau.

"Gamau jalan keluar? Aku temenin yuk" ajak dzaka dengan senyum yang sangat indah dan sayangnya tidak dilihat ara, yang diajak menggelengkan kepalanya.

"Kangen ra...." Lirih dzaka yang terdengar seperti sebuah keputus asaan.

"Maaf ka...." Dan hanya itu yang bisa ara ucapkan, saat ini ia hanya ingin dzaka pergi dari hadapannya, dia tidak butuh siapa-siapa sekarang.

Setidaknya setelah dia benar-benar telah sembuh dia akan menemui pria yang sangat berarti untuknya ini, yang pasti tidak sekarang.

"Aku boleh peluk?" Pinta dzaka kali ini, bahkan air matanya hampir keluar hanya karena tak sanggup melihat wanitanya bersikap dingin padanya.

Ara tak menjawab membuat dzaka kian mendekat kearahnya, namun begitu dzaka semakin mendekat ara justru menghindar.

"Raa"

"Pulang ka! Aku mau sendiri" celetuk ara dingin, dia bahkan mengusir dzaka.

"Jangan sendiri ra, aku bisa temenin kamu kapanpun" ujar dzaka, ara menggeleng lagi.

"Maaf...." Lirih ara pelan.

Jadi dzaka harus bagaimana? Dia sama sekali tidak ingin pergi meski ara mengusirnya, namun dzaka juga takut keberadaannya mengganggu gadis itu.

"Abis kamu peluk aku janji bakal pergi ra" ujar dzaka memberi tawaran, dan lagi ara hanya terdiam.

Namun tak lama ia bangkit dari kasurnya dan berjalan menghampiri dzaka.

"Kamu beneran mau aku pulang yah?" Tanya dzaka sedih, setelah itu dzaka ikut berdiri dan memeluk ara dengan sangat erat.

"Jangan kayak gini ra.... Hati aku sakit" bisik dzaka sambil terus mengusap-usap rambut ara.

'sorry ka, tapi gue bener-bener belum bisa terbuka seperti biasanya, gue butuh waktu buat mengerti diri gue sendiri, dan gue takut takdir gue yang kurang beruntung ini juga tertimpa sama lo! Gue harus menjauh sebentar ka karena gue gabakal pernah siap kalo sewaktu-waktu lo juga ninggalin gue'

Ara melepaskan pelukan itu secara perlahan, dia memberanikan diri untuk menatap mata dzaka yang juga sedang menatapnya, tatapan itu tidak menenangkan seperti biasanya, sorot matanya terlihat risau dan putus asa.

THANK YOU KATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang