18. Goodbye, Kafka

4.1K 863 18
                                    

Kupikir Kafka akan membiarkanku membawa boneka beruang seorang diri. ternyata, dia menolongku tanpa protes sedikit pun. Di sepanjang perjalanan pulang jantungku seolah berubah jadi bom mungil; tiap detik degupnya menggedor rongga dada, membuatku terbakar malu, dan mengancam akan meledak bila diprovokasi sedikit saja.

Apakah puber rasanya seperti ini? Ya maksudku, dulu aku pernah mengalami proses melewati neraka remaja. Namun, pengalamanku tidak sama dengan apa pun yang tengah melandaku ketika bersama Kafka. Ini tidak sama ketika aku melongo memperhatikan Vic Zhou dalam layar kaca, tidak sama ketika mendengar suara merdu Jamie Cullum saat mendendangkan Wheels, pokoknya tidak sama dengan semua sensasi berdebar semacam itu!

Oh iya juga. Perbedaan usia “yang sebenarnya” antara aku dan Kafka ... apa ini artinya aku masuk golongan tante girang hanya beda di modal saja? Alias, aku tante girang KW?

Tiga,’ panggilku dalam hati ketika aku dan Kafka sedang berjalan menuju rumah, ‘wajarkah naksir ABG?’

[Kafka tidak seperti perkiraanmu. Mentalnya jauh lebih dewasa daripada kamu yang seharusnya berpikir seperti orang dewasa! Dia bahkan sudah di atas tujuh belas tahun! Kalian hampir lulus!]

Penjelasan Tiga sama sekali tidak membuatku tenang. Dia justru menambah bumbu waswas dalam diriku! Dasar kurang ajar! Bukankah itu artinya kucing gembul itu melabeliku sebagai wanita tidak dewasa? Kalah dengan ABG sekelas Kafka?

[Kamu terlalu banyak pikiran. Lagi pula, kamu bukan lelaki dalam novel Lolita. Tugasmu hanya memastikan Target memberimu kuota cinta. Ingat, nyawamu tergantung pada kemurahhatian Target. Tanpa kuota cinta, kamu akan mati seperti Deborah yang asli.]

Sial! Aku lupa pada tujuan utamaku!

[Sekarang kamu hanya perlu memikirkan mengenai bertahan hidup.]

Setelahnya aku tidak berani mengulik informasi maupun petuah hidup dari Tiga. Hahaha aku tidak akan menjadi sugar mommy. Mauku aku yang jadi sugar baby alias tinggal menerima limpahan uang, deposito, dan sekalian aset bernilai jutaan!

Hahaha dalam mimpi, tentu saja. Siapa aku? Remah roti. Cukup tahu diri.

“Deborah.”

Suara panggilan Kafka menyadarkanku dari perenungan. Ternyata kami sudah berada di depan pintu rumah. Hebat juga diriku ini. Berjalan sambil memikirkan ini dan itu, tapi untungnya sampai dengan selamat dan tidak menabrak sesuatu hingga mengancam keselamatan.

Sejenak aku mendongak, menatap langit yang telah berubah warna menjadi ungu gelap berlapis pulasan merah muda. Beberapa titik bintang mungil mulai bermunculan seperti permata. Sungguh indah langit di sini. Langit yang dulu menaungiku terasa seperti ribuan ekspektasi yang perlu kutanggung seumur hidup.

“Deborah, aku akan pergi.”

Sontak mataku mengerjap. Kini aku tidak tertarik memperhatikan langit.

Kafka berdiri di hadapanku, salah satu tangannya mencengkeram tangan boneka, dan tidak ada satu ekspresi kebahagian pun terlukis di wajahnya.

“Aku akan kembali ke sisi kakakku,” katanya melanjutkan. “Meninggalkanmu di sini.”

Hari ini pasti akan tiba, cepat atau lambat. Aneh. Kupikir hatiku akan lega ketika mendengar pengakuan Kafka, tetapi yang terjadi justru di luar dugaan. Ada sengatan kekecewaan dan sejumput rasa sakit bersemanyam dalam dada.

“Karena itu kamu ingin aku ikut pindah denganmu?” Aku berusaha menduga. “Mencari pendidikan yang sesuai dengan kemampuanku hanya salah satu alasan saja. Bukan begitu?”

Kafka mengangguk, pelan. “Berat meninggalkanmu di sini. Sekalipun ada Nenek.”

“Tentu saja,” aku mengakui. “Berat. Biasanya, kan, setiap bangun tidur, pulang sekolah, atau melakukan kegiatan apa pun pasti ada kamu di sisiku. Namun, meski berat takkan kubiarkan keegoisanku menghalangimu dari apa pun yang kamu impikan.”

PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang