Pacaran dengan Kafka takkan se-horor mempertaruhkan masa depan bersamanya dalam naungan pernikahan. Oke, cewek mana sih yang tidak suka cowok mapan? Kafka ibarat paket lengkap; mapan, tampan, dan bukan tukang pukul. GREAT! Semua pasti sependapat denganku perkara kualitas tersebut. Namun, sebelum memastikan masa depanku terikat dengan Kafka ... hei, pernikahan bukan perkara “aku suka kamu yuk nikah daripada berbuat dosa. Nggak tahan banget lihat kamu bawaannya ingin nyosor”. Yang benar saja. Alasan lemah. Mentah dan tidak mempertimbangkan risiko serta tanggung jawab!
“Kafka, sebelum kamu menyeretku ke dunia pernikahan. Begini ya, ada baiknya aku mengenal keluargamu. Adaptasi. Menikahimu bukan hanya ingin bersamamu saja, melainkan berteman dengan seluruh keluargamu. Aku nggak mau ada konflik. Minimal biarkan mereka merestui kita. Oke?”
Jangan sampai ada tragedi antara aku dan Gwen, kakak kandung Kafka. Cinderella? Putri Salju? Hahahaha aku sih realistis saja. Kan tidak ada yang tahu kelanjutan kisah mereka setelah menikah. Bisa saja suami Cinderella mencari istri kedua karena bangsawan yang menyokong kedaulatan kerajaan tidak menerima darah jelata dalam diri Cinderella. Bisa jadi. Oh aku curiga suami Putri Salju ternyata seorang pemuja BDSM. Berapa sih usia Putri Salju? Sekian belas tahun? Dan dia menikah dengan pangeran yang usianya terpaut ... wow aku jadi ingat. Segila apa seorang pria hingga ngiler ingin mencium mayat? Mayat?! Lupakan! Aku tidak mau mempertaruhkan masa depanku! Kafka jelas tidak akan meminta istri kedua dan bukan pengikut Mr. Grey. Aman! Namun, lebih baik dia memperkenalkanku kepada Gwen agar di kemudian hari tidak ada sengketa. Begitu!
Uhuk dan untuk jaga-jaga andai kapal pembaca yang dulu memasangkan Kafka dan Nathan ternyata sungguhan terjadi. Hmmm hatiku tidak siap. Bila itu terjadi, maka akan kugigit Kafka! Aku akan berubah menjadi maung!
“Itukah yang kamu cemaskan?” Kafka menjulurkan tangan dan meraih sejumput rambutku. Lagi-lagi dia berhasil mengusir lamunan yang sempat parkir di benak. “Kamu takut keluargaku tidak merestui hubungan kita?”
Jantungku! Aaaa sepertinya jantungku akan mulai maraton! Hup hup lari! Hup hup lari! Kabur! Sungguh kejam. Mengapa Kafka harus punya wajah semenawan ini?
Susah payah aku menelan ludah. Oh tenggorokkanku sedang erorkah, hingga rasanya tidak nyaman? “Kafka, apa kamu yakin? Pernikahan ... terus terang pendapatku mengenai pernikahan kurang bagus. Aku ingin memastikan kita siap sebelum memutuskan terjun ke dunia itu.”
“Satu-satunya keluarga dekat yang kumiliki hanyalah, Gwen. Tenang saja, dia kakakku yang manis dan pengertian. Kamu pasti akan menyukainya. Dia hanya akan memamerkan cakarnya kepada orang-orang yang pantas mendapatkannya.”
Dengan kata lain, Gwen galak. Terima kasih.
“Kafka, bagaimana bisa kamu seyakin itu? Kamu sanggup mempertaruhkan masa depanmu kepadaku?”
“Aku siap.”
“Ini bukan lego yang kalau kamu salah susun tinggal hancurkan dan buat ulang.”
“Bukankah aku sudah menyatakannya kepadamu bahwa tekad dalam diriku kuat? Kamu nggak perlu cemas mengenai keturunan, kewajiban, dan segala perkara rumah tangga. Ada notaris yang siap melegalkan tuntutanmu kepadaku. Apa itu masih kurang? Oh pasti ini gara-gara kamu sering baca cerita tragis seorang istri yang tertindas gara-gara mertua atau salah pilih pasangan?”
Kali ini Kafka mencubit pelan hidungku seakan ingin memencet seluruh keresahanku supaya keluar dari pori-pori suaka komedo.
“Ih sakit,” aku mengeluh. “Nggak lucu tahu. Kehidupan semacam itu ada dan aku hanya memastikan dirimu bukan termasuk golongan lelaki dengan ... ehem ego?”
Kafka berhenti mencubit hidungku. Kini dia membelai lembut kepalaku. “Paham.”
“Pernikahan enggak seindah dongeng?”
KAMU SEDANG MEMBACA
PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)
FantasySalah satu petugas isekai memberiku misi mengumpulkan kuota cinta dari Male Lead. Berhubung pilihan hanya ada dua, hidup atau mati, maka aku pun menerima tantangan. Jangankan menaklukkan Male Lead, Villain pun akan kuterjang asal diberi kesempatan h...