30. Gwen

2.6K 520 7
                                    

Beban pikiran akibat peringatan Tiga mengenai tugas baru yakni, menjaga Kafka dari rencana jahat Nathan, membuatku pusing. Aku sama sekali tidak tahu latar belakang Nathan selain yang diceritakan dalam novel. Lagi pula, ada banyak perubahan: Deborah yang seharusnya mati ternyata masih hidup berkat campur tanganku, Kafka tertarik kepadaku, dan pertemuan dengan Nathan. Ini semua jelas membawa dampak besar dalam perjalanan plot. Bisa jadi Nathan tidak sekeji dalam kisah aslinya. Aku hanya perlu mencari cara teraman agar semua orang bisa hidup bahagia. Selesai!

Belum usai aku memikirkan tugas tambahan dari Tiga, pertemuan dengan Gwen pun semakin membuatku panas dingin. Betapa tidak menyenangkannya perasaan ingin mencair dan meresap dalam tanah supaya tidak perlu memikirkan hal buruk ketika berjumpa Gwen. Meskipun Kafka meyakinkan bahwa kakaknya sudah tahu mengenai diriku, tetap saja jantung tidak bisa diajak kompromi—dag dig dug sesuka hati tanpa peduli dampaknya kepadaku.

“Apa kalian sudah memikirkannya secara matang?” tanya Gwen.

Kami sedang sarapan. Tidak ada pengenalan, pembukaan, maupun kalimat retorik. Kafka langsung menyuruhku duduk semeja dengan Gwen yang sudah terlebih dulu menikmati sarapan. Dia terlihat seperti Kafka dalam versi lebih halus. Bahkan dalam busana kerja pun Gwen tampak semakin memikat. Aku berani taruhan sebelum menjalin hubungan dengan Marcus Lawrence, pastilah dia diminati oleh puluhan pria.

“Sudah,” jawab Kafka yang duduk di sampingku. Dia meletakkan nasi goreng di piringku, sama sekali tidak membiarkanku melayani diri sendiri. (Haruskah aku mencemaskan itu?)

Parah sih Kafka. Dia memang siap, tapi aku masih belum berani lanjut ke jenjang pernikahan! Setidaknya biarkan aku mempersiapkan diri agar nanti tidak menjadi beban ketika berumah tangga. Salah-salah justru aku yang membuat karam bahtera pernikahan karena tidak siap dan, mungkin, egois. Sebisa mungkin jangan sampai jadi ranjau deh. Inginku berlayar bersama, bukan tenggelam sekeluarga.

Ugh membayangkan masa depan membuat nasi goreng yang kukunyah terasa hambar. Seolah setiap butir nasi berubah jadi karet. Alot!

“Kafka,” Gwen memperingatkan, “menikah itu bukan perkara sepele.”

“Aku tahu.”

“Kamu tahu dan sama sekali tidak membiarkan calon adik iparku memberikan pendapat?”

Hampir saja aku menyemburkan nasi goreng! Bruh!

Lekas kuraih gelas dan meneguk air supaya tidak tersedak. Tidak lucu dong terlihat konyol di hadapan calon kakak ipar? Iyuh.

“Emmm, Gwen.”

“Kak,” Gwen mengoreksi penyebutanku, “kamu boleh memanggilku dengan ‘Kak’.”

Oke, lampu hijau! “Kak, mengenai pernikahan ... sepertinya aku dan Kafka memiliki sedikit perbedaan. Dia siap, sementara aku perlu menyelesaikan beberapa hal.” Pertama, aku harus memastikan Kafka aman dari Nathan. Ucapan Tiga bukan main mengerikan. Dia pasti takut karakter favoritnya masuk jaring neraka hingga sebegitunya dalam memperingatkanku. Seharusnya dia memberiku cheat! Dia pikir aku pemain profesional hingga dengan mudahnya menumpahkan semua perkara ke pangkuanku. Dasar kucing tengil!

“Dengar, Kafka. Adik iparku ternyata jauh lebih dewasa dalam mempertimbangkan pernikahan.”

“Apa karena Marcus mengajakmu berkenalan dengan calon mertua hingga Kakak perlu menjegal usahaku menikahi Deborah?” Kafka menuduh.

“Aku tidak berusaha mengganggumu,” Gwen membela diri. Dia meletakkan sendok di piring, fokus menatap Kafka. “Mertuaku orang yang baik.”

“Calon mertua,” Kafka menyela. “Kalian belum menikah. Oh aku hanya mengingatkan saja, Kak Gwen.”

PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang