34. Akhir

3.8K 518 8
                                    

NOTE: PROTAGONIST’S LOVEMOTER EKSTRA 3 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”)

Kafka benar-benar membuktikan kesungguhannya! Dia membuat surat yang berisi mengenai kewajiban membantuku mengurus anak, uang ketika dia berani mengkhinati pernikahan, dan ... aku yakin ada yang salah dengan otaknya. Namun, masa bodoh ah! Jarang ada pria yang berani melegalkan hal semacam itu ... hei, dia menyewa notaris untuk melegalkan surat perjanjian!

Baiklah, abaikan mengenai surat. Selain pernikahan, aku bersyukur Kafka sungguh menolong Yona mencari pekerjaan baru dengan gaji yang nominalnya jauh lebih baik daripada sekadar menjadi pegawai toko buku mungil. Selain pekerjaan Yona pun mengikuti tes masuk universitas negeri. Itu artinya dia ada kemungkinan bisa meraup pekerjaan yang jauh lebih baik lagi. Dia juga mengabarkan keputusannya meninggalkan rumah. Konon ibunya semakin tidak koperatif. Ada saja yang ia lakukan demi menghalangi Yona menikah. Dia ingin Yona fokus membesarkan adik-adiknya sekaligus membantunya membiayai pengeluaran sehari-hari.

Itu gila! Untung Yona berani mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Pergi dari rumah, mencari indekos, dan melanjutkan hidup. Yona pun tetap membantu biaya sekolah adik-adiknya. Padahal adik-adiknya pintar dan sering mendapatkan uang dengan cara mereka sendiri, tentunya. Namun, namanya cinta putih: tidak ada keperluan selain menyayangi dan mengasihi, ingin melindungi, dan tidak membutuhkan balas. Yona tetap mengirimi peralatan sekolah dan kebutuhan lain, tanpa sepengetahuan ibunya agar tidak diganggu, kepada adik-adiknya.

Aku senang Yona berhasil mendapatkan mimpinya. Toh tokoku akan dikelola oleh pegawai lain, orang pilihan Kafka, sementara aku berusaha melebarkan sayapku di Metro.

Pernikahanku. Oh pernikahan. Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Itu semua tidak aku pikirkan karena Gwen menyewa jasa WO. Aku hanya perlu mengatakan ini dan itu. Selesai. Sekarang aku paham orang kaya ketika menikah semakin menawan karena mereka tidak menangisi hal-hal yang mungkin kutangisi.

Biaya dekor, katering, dangdutan, gaun pengantin, perias, dan jangan lupakan sewa gedung! Aku tidak mengeluarkan biaya sepeser pun. Hahaha indah!

“Terima kasih sudah bekerja sama dengan baik.”

Tiga, setelah sekian purnama, muncul di kamarku. Luar biasa, dia muncul ketika aku akan bersiap mengucap janji suci di pelaminan. Dasar kucing gembul kurang ajar!

“Jangan lupa buat anak yang banyak, ya?” Tiga menjilat kaki depannya seolah penampilanku dalam gaun bernuansa peach sama sekali tidak mengejutkan. Hei, setidaknya puji aku dong! “Seratus kuota cinta telah terpenuhi dan Nathan Black tidak akan mengganggu Kafka. Beres.”

“Tunggu dulu. Kamu datang hanya ingin mengucap selamat saja?”

“Oh atau kamu ingin tahu resep pengantin baru agar tetap hangat?”

“Nggak usah!”

“Cih padahal aku bisa menyarankan sekian gaya. Kamu seharusnya mendengarkanku, ya? Jangan tungguu cowok—”

“Enggak!” Aku menutup telinga, tidak sudi mendengar gaya apa pun yang Tiga sarankan. “Jangan nodai telingaku.”

“Kamu tidak penasaran?”

“Cukup!”

“Ya sudah.” Tiga melayang, menghampiriku, dan membelai kelopak bunga yang menghiasi kepalaku. “Kamu tidak perlu takut dengan masa depan,” katanya dengan nada suara yang, anehnya, terdengar tulus. “Dulu kamu tidak tahu rasanya dicintai oleh manusia yang benar-benar menyayangimu. Kamu tutup hatimu, berlagak kuat padahal butuh perhatian, dan berpura-pura semua yang kamu lakukan demi dirimu sendiri. Sekarang jangan lakukan itu, ya?”

Kedua mataku terasa panas. Aduh, bisa gawat kalau riasanku luntur.

“Aku memilihmu karena hidupmu sungguh malang,” Tiga melanjutkan. “Betapa kasihan kalian, para manusia, hidup di bumi yang sesak. Kalian perlahan lupa jati diri, sibuk memenuhi ekspektasi orang lain, dan mengabaikan perasaan. Emosi bisa pudar. Bila sampai ke taraf seperti itu, kamu tidak akan bisa membedakan emosi apa pun.”

Ya, dulu aku hidup dalam kepura-puraan. Betapa berat berpura-pura baik-baik saja dan berlagak tidak punya beban hidup. Sekalinya aku butuh sandaran, ternyata semua orang juga sibuk dengan masalahnya sendiri. Keberanian mengakui bahwa diriku butuh pendengar pun luntur.

“Kamu jangan sakiti dirimu lagi, ya?” Tiga menepuk wajahku dengan paw. “Aku sekarang tidak akan muncul di hadapanmu. Kamu harus ingat, ketika terpuruk jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu layak dicintai. Kamu pantas. Sangat pantas.”

“Tiga, kamu jahat. Bagaimana bisa kamu membuatku ingin menangis di hari pernikahanku?”

“Air mata bahagia juga tidak buruk.”

“Nanti riasanku luntur,” rengekku.

“Percayalah di kemudian hari kamu akan sering menangis. Bukan karena sedih, melainkan bahagia. Ada kebahagiaan terbentang lebar di hadapanmu.”

“Jadi, kamu nggak akan menemuiku lagi?”

Tiga mengangguk. “Ada tugas lain menungguku. Satu berhasil membuatku terjebak dengan tugas baru. Padahal aku sudah lama mengincar masuk dunia BL! Aku ingin menyuruh seorang pegawai kantor menyelesaikan misi di novel laga! Namun, apa? Satu mengoper tugas itu ke kucing lain! Aku berani taruhan Satu sudah lama memendam rasa kepadaku.”

“Rasa cinta?”

“Rasa dendam,” Tiga mengoreksi. “Reputasiku ini bagus bukan main. Banyak pesaing, banyak kucing yang ingin merasakan namanya dipuji seluruh penghuni!”

Aku akan mengabaikan omongannya mengenai BL dan reputasi PJ isekai.

“Sekarang aku harus pergi.”

“Tiga, terima kasih.” Air mata lolos dari mataku. Tangis tidak bisa kutahan, lolos begitu saja. “Terima kasih atas segalanya.”

“Selamat tinggal....”

Perlahan keberadaan Tiga memudar, meninggalkanku sendiri.

Entah berapa menit aku termenung hingga sesuatu yang membuatku sedih perlahan mencair.

“Ya, terima kasih, Tiga.”

Sekarang aku tidak akan menyalahkan diri sendiri. Aku akan berusaha menikmati hidup dan membahagiakan keluargaku.

... dan kuharap orang lain pun bisa menatap masa depannya tanpa rasa takut.

Seperti diriku.

***

Selesai ditulis pada 16 Mei 2023.

Halo, teman-teman.

Terima kasih telah mengikuti kisah Deborah. Yup, ini sudah tamat. Ehehehehe. Saya senaaaaaaaaaang! Yes! Yes!

Psssst tokoh yang ada di Metro pasti muncul di cerita lain kok. Entah cucunya, anaknya, atau yang lain. Biasanya pasti saya munculkan kok. Kan baru Tiga, yang lain nanti mungkin akan saya tuliskan setelah tiga cerita saya selesai. Hehehehehe. Saya takut kena mager kelamaan dan cerita lain terbengkalai. Sekarang saya bisa bernapas dengan lega karena satu cerita sudah tamat.

Hmm. Hmmm. Saya akan fokus menamatkan Only for Villainess dan kemudian cerita lain! Yeiy! Yeiy! Saya bisa konsisten menamatkan cerita! yeiy!

:”) Maaf ya, sedikit. Saya berencana menyimpan hmmm remahan keluarga Kafka untuk cerita lain. Wkwkwkwkwkkw.

Yang ingin baca kucing bernama Satu, silakan ke KaryaKarsa dan pilih saja Protagonist’s Lovemometer ekstra tiga. Di sana ada Satu, walau seuprit.

Dah gitu saja. Terima kasih dan I love youuuuuuuuuuuuuu, teman-teman!

PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang