23. Pertemuan

4.3K 913 30
                                    

NOTE: Bab ekstra Protagonist’s Lovemometer sudah terbit di KaryaKarsa. 😳 Saya spoiler-in Kafka dan Nathan uhuk.

Sebenarnya aku ingin belajar ikhlas perihal status single milikku. Dunia tidak akan kiamat andai satu penghuninya belum menemukan jodoh. Tidak ada yang salah. Jomlo bukan aib. Tidak perlu malu apalagi minder. Cukuplah aku pusing memikirkan tagihan listrik, pulsa, pajak, dan cara memastikan perut tidak kena asam lambung. Tidak perlu pening karena belum berjodoh dengan seseorang.

Akan tetapi, Andra tidak sepertiku. Dia bersikeras menyombongkan mengenai betapa beruntung cewek yang punya pasangan. Ke mana pun tidak perlu bingung karena ada sopir setia. Padahal aku ke mana-mana juga tidak bingung. Kan ada transportasi umum. Beres.

“Deborah, kamu keterlaluan!”

Begitu kata Andra kepadaku suatu hari ketika telepon. Dia bahkan menambahkan: “Memangnya kamu yakin sanggup hidup seorang diri? Zaman sekarang orang makin gila. Terakhir saja aku baca berita tentang wanita yang dibunuh oleh penguntit.”

Apa aku menyerah begitu saja?

Oh tentu tidak, saudara-saudara. Dengan segala kebijaksanaan seorang jomlo senior, kukatakan kepada Andra: “Kan wajahku biasa-biasa saja. Nggak secantik model sabun mandi, lipstik, atau pakaian dalam seksi. Masalah maling? Tenang, rumah sudah kupastikan aman kok. Ada CCTV, nomor panggilan ke polisi, dan hei, lingkunganku ada satpam!”

Masalahnya ketika Andra memercayai sesuatu, maka dia akan memaksa orang lain meyakini pemikirannya.

“Deborah, sekali saja! Tolong sekali saja kamu nurut! Kamu ikut kencan! Kalian tinggal ketemuan di kafe. Kata temanku sepupunya itu ganteng, baik, dan setia. Terakhir kali putus gara-gara diselingkuhin. Bukan dia yang selingkuh, ya! Ceweknya yang selingkuh. Ceweknya! Deborah, pokoknya kamu temui dia dan setelah itu terserahmu.”

Pfff itulah akhir cerita.

Yuhu, aku ikut kencan!

Setelah memastikan tidak ada tanggungan di toko dan kewajiban kepada Nathan berserta kru film, aku pun memutuskan ikut kencan dadakan.

Kenapa? Sebut saja ini sebentuk usahaku mencari jodoh. Iya, aku tahu jodoh tidak akan lari ke mana-mana. Andaipun cowok yang Andra kenalkan kepadaku ternyata hidung belang atau penipu, tinggal kutendang buah kembarnya.

Sayangnya cowok yang Andra promosikan kepadaku ternyata tidak seperti apa pun yang pernah kubayangkan.

“Halo, perkenalkan namaku Joel.”

Blablabla segala perkenalan, standar, tidak ada yang luar biasa. Kami bertemu, duduk berdua, memesan makanan, dan mulai bercerita mengenai latar belakang. Dia seorang guru di salah satu SMA swasta. Mata pelajaran yang ia ajarkan adalah kimia. Hampir saja aku kejang-kejang lantaran teringat betapa mematikan mata pelajaran yang satu itu. Tampilan Joel rapi. Dia berkacamata, berpipi tembam, dan tubuhnya kurus.

Hmmm tidak ada buruknya aku mencoba memberi kesempatan.

“Wah kamu punya toko buku?” Joel tersenyum. “Pasti ada banyak rekomendasi bacaan.”

Aku mengedikkan bahu. “Nggak sehebat perkiraanmu. Jenis buku yang kusukai rata-rata fiksi.”

“Fiksi juga oke.”

“Andai semua orang sepemikiran denganmu, pasti dunia ini damai dan nggak ada acara saling sikut.”

“Mungkin naluri manusia.”

“Jangan dong. Seram.”

Joel teman bicara yang menyenangkan. Satu frekuensi denganku. Hmm mungkin ini tanda pangkat jomlo senior akan lenyap. Bagus juga!

PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang