Entah sejak kapan tiba-tiba Nathan memberiku sejumlah uang dan berkata, “Tolong kamu yang bertanggung jawab untuk makan siangku. Hanya aku saja, nggak usah masak buat kru.”
Gila. Siapa juga yang ingin masak besar? Tenagaku bisa anjlok dong!
Bisa saja aku menolak permintaan Nathan, tapi ... hmm tidak ada buruknya menajamkan keahlian masak. Barangkali selera perut Nathan sebelas dua belas dengan Kafka. Dengan begitu aku bisa mengukur seberapa jauh diriku berhasil menyerap ilmu les memasak dan mengaplikasikannya di dunia nyata.
Bukan bermaksud sombong. Yona telah mengakui keahlianku. Bukan hanya Yona, tetapi sejumlah tetangga yang pernah menerima kiriman masakan dariku memberi pujian memuaskan. Apa ini artinya aku harus mulai mempertimbangkan membuka bisnis baru? Warteg? Angkringan? Kedai? Kafe? Oke, uangnya! Modalnya!
“Bos, wajahmu kelihatan kucel.”
Komentar Yona berhasil menyadarkanku dari perenungan mendalam mengenai cara bertahan hidup di era kapitalis sekaligus melebarkan sayap bisnis.
Kami, aku dan Yona, baru saja berhasil menyelesaikan adegan menjadi figuran. Bukan figuran biasa, melainkan sepasang figuran yang menjadi saksi percintaan tokoh utama. Astaga, pemeran utama cewek sungguh cantik dan jelita. Dia mirip Rose, anggota Blackpink! Aura bintang besar memang bisa membuat mataku berair. Silau!
Seperti biasa, usai menyelesaikan pengambilan gambar seluruh kru akan pergi ke restoran dan makan siang di sana. Aneh sekali. Padahal lebih hemat memercayakan makanan kepada seksi konsumsi. Namun, di sini?
“Aneh, ya?” bisikku kepada Yona yang tengah memperhatikan tim bergegas meninggalkan lokasi shooting. “Bukankah lebih enak makan di sini? Tinggal menunggu pembagian jatah makan? Kenapa mereka mau repot-repot makan di restoran sih?”
“Bos, katanya yang menanggung biaya makan, seluruhnya, adalah Nathan Black.”
Jawaban Yona membuat rahangku menganga. “Tahu dari mana?”
Yona tersenyum malu dan mulai menggaruk pelipis. “Dari salah satu pekerja yang bertanggung jawab di bagian kostum. Katanya ya, Nathan Black yang ngasih sampai biaya sewa hotel juga lho.”
Sekaya apa seorang Nathan Black?!
Sontak aku merinding. Setiap adegan cekcok dan perkelahian antara Nathan dan Kafka pun langsung tergambar jelas dalam benak. Pantas saja mereka susah ditaklukkan oleh cewek mana pun. Lagi pula, cewek mana yang cukup edan berani merayu maupun menjebak salah satu dari mereka ke atas ranjang? Tiga sih enak. Dia tinggal bicara ngeng-ngong-miaw-miaw. Untung aku tidak dikuliti hidup-hidup oleh Kafka.
Tanpa sadar aku menepuk pelan dada. Seolah tengah mensyukuri sesuatu.
“Bos, makan siang yuk?”
“Nggak sama pacar?” sindirku dengan segala iri dan dengki yang menggelegak dalam kuali kebencian seorang jomlo. “Kok baru ingat dengan bosmu?”
“Ih si Bos. Aku, kan, nggak bisa melewatkan kesempatan bersama dia. Jarang lho kami bisa ngumpul.”
“Iya deh yang selalu ingin bersama,” aku mulai menggoda. “Makan bersama. Di teras, oke?”
Aku menyerahkan kotak bekal milik Yona. Sementara milik Nathan....
“Bos, ada Nathan Black.”
Padahal kupikir Nathan akan melipir dengan kru. Ternyata dia masih ingat dengan bekal milikku. Dia melambai, memasang senyum cemerlang, dan menunggu di teras. Tampaknya dia paham kebiasaanku dan Yona yang senang makan siang di teras. Yona membantuku membawa kotak bekal milik Nathan dan langsung menyerahkannya. “Masakan Bos juara!” pujinya di hadapan Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)
FantasySalah satu petugas isekai memberiku misi mengumpulkan kuota cinta dari Male Lead. Berhubung pilihan hanya ada dua, hidup atau mati, maka aku pun menerima tantangan. Jangankan menaklukkan Male Lead, Villain pun akan kuterjang asal diberi kesempatan h...