20. Jadi Figuran

3.8K 859 6
                                    

Kupikir pihak dari tim Nathan Black, termasuk sutradara dan kawan-kawan, hanya membutuhkan tokoku sebagai tempat shooting. Ternyata sutradara mencetuskan ide bahwa daripada mengambil aktor untuk memerankan tokoh sampingan penjual buku, lebih baik memanfaatkan kami—aku dan Yona. Hanya Yona saja yang menyambut baik ide tersebut. Aku tidak tertarik karena itu mengingatkanku pada drama semasa SMA bersama Kafka!

Bicara mengenai Kafka. Sebenarnya kami berdua tidak benar-benar hilang kontak sama sekali. Kami berdua masih saling berkabar melalui pesan singkat. Jarang Kafka menelepon. Hanya sekali aku berani menelepon Kafka ketika mengabarkan kepergiaan Stefanie.

“Aku akan datang ke sana,” begitu katanya kepadaku usai mendengar berita dariku. “Secepatnya.”

Akan tetapi, aku menolak. Kafka pasti tengah bergelut dengan permasalahan. Dia butuh fokus. Maka dari itu, kukatakan: “Kamu nggak perlu datang ke sini. Nenek sudah dikebumikan. Kami sudah mengadakan acara penghormatan terakhir seminggu yang lalu, Kafka.”

Kehidupan Kafka tidak semulus milikku. Banyak masalah, musuh, dan saingan. Aku hanya perlu memikirkan mengendai diriku sendiri, bukan orang lain. Kafka harus mengutamakan keselamatan kakaknya, Gwen, dan belum termasuk rencana pembalasan terhadap orang-orang yang telah dengan sengaja menargetkan keluarga Kafka.

Bagaimana mungkin aku mendorong Kafka ke lubang penderitaan lain?

Tentu aku takkan tega.

***

Proses shooting ternyata membutuhkan bermacam hal; tim konsumsi, peralatan, tata rias, dan lain-lain. Cukup melelahkan. Tidak sepertiku, Yona butuh waktu untuk beradaptasi. Kuncinya mudah kok: Anggap saja semua aktor yang tengah berperan di sekitarku sebagai tawon atau lebah. Beres. Toh aku dan Yona tidak perlu melakukan percakapan apa pun selain bersikap seperti biasanya.

Bersikap seperti biasanya = Mengurus toko; bersih-bersih, mengecek buku, mencoba mencari ruang baru di tengah gempuran kehadiran buku baru, dan lain-lain.

Film yang tengah dibintangi oleh Nathan Black berkisah mengenai pemilik toko buku yang jatuh hati kepada gadis yang selalu berkunjung di tokonya. Si gadis merupakan anak SMA, sementara si pemilik toko buku—yang diperankan oleh Nathan—adalah pemuda yang bercita-cita menjadi penulis sekaligus pemilik toko buku. Pada awalnya kisah mereka dimulai dengan perkenalan, lalu berlanjut ke tahap kencan, dan seperti semua film romansa pasti ada hambatan. Si gadis harus pindah ke luar negeri. Di sana nanti dia akan bertemu dengan lelaki lain yang perlahan mulai menggusur keberadaan si pemilik toko buku. Aku takkan mempertaruhkan uangku demi tiket nonton Nathan Black! Itu karena diriku telanjur kena cipratan spoiler! Sialan!

Selama proses pengambilan gambar, entah berapa kali kamera menangkap sosokku yang mondar-mandir merapikan buku tanpa peduli dengan adegan romantis yang tengah berlangsung. Sesekali aku melamun, mendongak menatap buku bersampul biru dengan judul Cinta Lama, dan memikirkan masa depanku di kemudian hari.

Aku juga ingin bisa menjalin hubungan dengan seseorang. Apa cintaku tidak akan tiba? Getir juga hidupku kalau begitu.

Cut!”

Sutradara memberi komando agar para aktor berhenti. Pak Sutradara, pria berusia sekitar 45 tahun itu cukup humoris dan gemar berceloteh mengenai lawakan bapak-bapak kepada siapa pun. Yona dan aku yang paling sering mendapat curahan hati Pak Sutradara. Dia kadang memberi ulasan mengenai buku ini dan itu, mengaku pernah bertemu dengan penulis buku tersebut (kalau ini bisa saja benar. Jaringan seniman tidak bisa diremehkan).

Lantas ketika aku sudah diperbolehkan kembali ke tempatku, di belakang konter dan menyortir buku bekas, baru bisa bernapas dengan lega.

Seperti biasa, aku berjongkok di hadapan sekardus buku bekas. Ada beberapa novel klasik, kamus, dan komik. Semuanya dalam kondisi layak baca, minus kertas menguning dan anotasi.

PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang