Yona meneleponku. Dia mengabarkan bahwa seorang penelepon misterius menghubungi nomor toko. Berdasar pengakuan orang tersebut, si penelepon, ingin bertemu denganku guna membahas bisnis. Yona bilang bahwa aku sedang tidak ada di tempat dan tengah pergi ke Metro. Tentu saja Yona tidak serta-merta memberikan nomorku. Dengan kecerdasan mengagumkan dia memilih menyebutkan alamat email milikku dengan alasan sebaiknya langsung berbincang dengan yang bersangkutan melalui surel karena....
Satu, si bos, yakni aku, orang yang sibuk. Asli ini benar, tapi tidak benar juga. Sesibuk apa sih diriku? Apa setara dengan orang nomor satu di Indonesia? Tentu tidak! Mengarang indah pun ada batasnya.
Dua, Yona berasumsi aku belum tentu suka dengan si penelepon. Yup, dia benar. Masalah hidupku cukup banyak. Tidak perlu menambah koleksi soal. Dengan senang hati kuhibahkan semua masalahku kepada siapa pun yang cukup edan bersedia menerimanya.
Tiga, oh tunggu sebentar. Aha aku ingat! Aku punya pengalaman kurang menyenangkan dengan oknum yang mengaku sebagai agen buku. Konon ingin membicarakan perihal salah satu novel yang hendak dipajang di etalase toko milikku. Tidak tahunya itu hanya alasan belaka! Bohong! Ujung-ujungnya orang tersebut memintaku menjual tanah beserta bangunan kepadanya. Benar-benar minta dihajar, bukan?
Akan tetapi, semua poin itu tidak terbukti. Begitu surel masuk, kedua mataku membelalak membaca untaian kata sekaligus foto diriku ketika bayi. Eh maksudku, foto Deborah dan ayahnya! Dalam surat disebutkan alamat serta jam yang ditentukan si pengirim.
Aku tidak sebodoh itu. Percaya dan langsung menemui orang tersebut tanpa persiapan? Dih tidak usah. Nyawaku berharga.
Oleh karena itu, aku membicarakannya terlebih dahulu dengan Kafka. Dia menyarankan kepadaku agar menemui orang yang bersangkutan. Pelacak dipasang di ponselku—jaga-jaga andai ada orang gila menjambretku sebagai tahanan. Tidak lupa kumasukkan semprotan merica, pisau tajam berbentuk bolpoin (sebuah inovasi perlindungan), dan alarm nyaring berupa gantungan kunci berbentuk kucing berperut gembul. Andai ada orang yang ingin menyeret, tinggal tekan tombol alarm dan suara nyaring akan meraung dan memancing perhatian banyak orang. Sempurna.
Tepat pada pukul dua siang aku tiba di salah satu kafe. Seorang pramusaji menghampiriku. Anehnya dia tahu aku datang ke sana dengan misi. Sepertinya dia pun sudah diberi intruksi oleh seseorang. “Silakan, Nona,” katanya sembari mengajakku naik ke lantai atas.
Berbeda dengan lantai bawah yang ramai oleh pengunjung, di lantai atas hanya ditempati oleh seorang pengunjung saja.
Seorang wanita paruh baya mengamati kedatanganku. Dia bisa saja berumur melebihi empat puluh tahun. Namun, penampilannya jauh dari kata tua menyedihkan. Pakaian bernuansa cokelat madu, sepasang sepatu hitam berhias mutiara, untaian kalung berhias liontin dari permata, anting-anting dari mutiara, riasan purna dengan lipstik merah bata, dan rambut yang jelas ditata oleh penata rambut profesional. Jelas dia duduk saja terlihat seperti ibu suri dunia kapitalis.
Sangat berbeda dengan penampilanku yang menyedihkan. Celana jins, atasan berkerah longgar, dan sepatu tali berhias sulaman kupu-kupu. Hanya ada tas saja yang terlihat sedikit mewah karena Gwen menyuruhku membawanya! Terus terang membawa tas yang mungkin harganya senilai dengan sawah tidak membuatku tenang! Aku takut seseorang merampokku! Lantas bagaimana nanti caranya mengganti tas pemberian Gwen? Jual ginjal? Ikut kelompok penunggu lilin tengah malam? Pelihara balita pucat yang doyan main yuyu, aka kepiting sawah? Mengerikan!
“Duduk,” ucapnya memberi perintah.
Tanpa disuruh pun aku pasti ingin duduk. Berbicara sambil berdiri padahal ada kursi, kan, tidak sopan.
Perempuan itu melipat tangan di depan dada. Aku sama sekali tidak merasakan iktikad baik dari lawanku. Sial! Jangan bilang dia ibu dari cewek yang naksir Kafka? Sekarang dia berniat merujak diriku dan memberi ultimatum agar tidak mendekati Kafka demi putranya. Oh mungkinkah dialog epik ala orang kaya akan muncul? Dialog semacam ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
PROTAGONIST'S LOVEMOMETER (TAMAT)
FantasySalah satu petugas isekai memberiku misi mengumpulkan kuota cinta dari Male Lead. Berhubung pilihan hanya ada dua, hidup atau mati, maka aku pun menerima tantangan. Jangankan menaklukkan Male Lead, Villain pun akan kuterjang asal diberi kesempatan h...