BAB 16

295 22 10
                                    

Typo tandai!.

Tuhan itu adil. Mungkin sekarang kamu belum merasakan apa yang orang lain rasakan. Tapi, yang pasti kamu akan merasakannya suatu saat nanti!.

_Kim Albara Sarendra_

Cara orang menghibur diri itu berbeda-beda ada yang memilih menyendiri, mendengarkan musik, membaca, menangis. Bahkan ada yang sampai melukai dirinya sendiri. Tanpa memikirkan apa yang terjadi kedepannya.

Duduk di kursi taman seperti salah satu hal yang baik. Itu kebiasaannya Riana. Memandangi hamparan bunga yang berbagai macam warna mengibaratkan kondisi mood kita sendiri.

Warna hijau mengibaratkan ketentraman yang mampu membuat hati sejuk di tambah angin sepoi-sepoi.

Tapi sekarang tidak. Sekarang dirinya akan duduk didepan seorang yang mampu membuatnya percaya bahwa setiap ada masalah ada masanya untuk curhat. Meskipun bagi sebagian orang yang trauma. barangkali masalahnya justru dijadikan lelucon, itu pengecualian.

Seperti sekarang contohnya. setelah selesai membeli kebutuhan rumah dirinya diajak Albara duduk disalah satu cafe dengan di temani secangkir kopi kesukaan masing-masing.

"Kamu ngak ikut mas Aiden keacara bisnis?" tanyanya Riana sambil mengaduk kopi didepannya.

"Ngak penting" jawabnya enteng sambil menunjukkan wajah datarnya.

Dengan muka binggung dirinya berujar, "Kok ngak penting. Mas Aiden malah pergi loh, walaupun ngak ngajak aku" ujarnya dengan nada lirih di bagian akhir.

"Terus ngajak siapa?" tanyanya

Riana diam.

Diam harus menjawab apa dengan pertanyaan yang di lontarkan Albara itu.

Dirinya jujur kah? Atau berbohong?

Tapi itu bukan dirinya banget.

"Hei... Kok malah ngelamun" suara Albara menarik kembali pikiran Riana yang berkelana itu.

"Alin" jawabnya berusaha jujur dan terlihat baik-baik saja.

"Ha? Gimana?" tanyanya ulang.

"Alin" ulangnya Riana.

"Gimana-gimana?"

Riana memanyunkan bibirnya dirinya kesal dengan orang didepannya ini. Ngak dengar, kah? Atau pura-pura?.

"Alin, Albara ganteng!. Alin? A - L - I - N . Jelaskan?" kesal Riana.

Sepertinya kesabaran Riana sedang tipis, setipis tisu dibelah sekampung.

Sebab biasanya Riana akan akan menjawabnya dengan santai seperti biasanya.

Apa karna efek habis nangis?.

Sontak hal itu mampu membuat Albara ketawa dibuatnya.

Masih dengan muka kesalnya Riana memilih meminum kopi miliknya sambil ngedumel sendiri.

"Hahahaha. Mukanya biasa aja, Naa. Haha. Saya cuman bercanda, ya kali. Saya ngak denger suara halus, kamu" sambil masih dengan tawanya sampai perutnya keram dibuatnya.

A & R. [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang