BAB 12

294 21 7
                                    

Typo tandai!.

Pukul 09.12 di weekend hari ini sedikit berbeda dari hari-hari biasanya.

Di kediaman Aiden dan Riana, belum lama kedatangan mertua Riana alias ibunya Aiden.

Dengan senyuman ramahnya dirinya berbincang-bincang santai di sofa sambil menunggu Aiden yang mengangkat telepon dari seseorang.

"Gimana sayang. Nikah sama anaknya ibu, dia ngak ribet-ribet banget kan?" tanya Maya ibunya Aiden.

Riana menggeleng, "ngak kok. Ngak ribet banget " jawabnya sambil tersenyum manis kepada mertuanya tersebut.

Tidak berselang lama Aiden datang dari arah belakang Riana. Dirinya langsung mencium kening Riana, dilanjut menyalami tangan ibunya.

Ibunya terkekeh geli melihat tingkah anaknya dilihat sedang bucin terhadap istrinya itu.

Riana yang mendapat serangan mendadak dari seseorang  sontak dibuat terdiam beberapa saat.

Dengan tampang tak berdosanya Aiden duduk di samping Riana layaknya pasangan suami-istri diluaran sana.

Sambil merangkul pundak Riana dirinya sesekali tersenyum melihat Riana dari samping.

"Riana. Ini ibu bawa hadiah buat kamu" putusnya memulai pembicaraan setelah kedatangan Aiden.

"Hadiah?"

"Iya hadiah. Seharusnya ini hadiah ibu kasih pas acara pernikahan kalian Minggu lalu, tapi ibu kelupaan" kesalnya.

Riana terkekeh melihat ekspresi mertuanya tersebut, "kalau boleh tahu hadiah apa?" tanyanya dia.

Maya menyerahkan paper bag tersebut kepada Riana, "buka sendiri aja. Tapi jangan di kasih lihat ke Aiden dulu, biar kejutan buat nanti malam " ujarnya terkekeh geli.

Aiden memutar bola matanya malas, "kenapa emang kalau Aiden tahu, Bu? ngak boleh ya?" tanya Aiden.

Dengan isyarat menaruh jari telunjuk di dekat bibir, " anak laki tinggal lihat hasilnya aja. Haha" balas Maya puas mengerjai anaknya itu.

Aiden dua kesal dua kali dengan ibunya itu. Riana membuka paper bag tersebut, betapa terkejutnya dirinya saat ternyata isinya.

ayolahh. Tidur saja masih pisah ranjang, kalau di pake juga cuman dirinya saja yang lihat.

Masih dengan tampang syoknya karna isi dari paper bag tersebut, dirinya harus tersentak ketika mendengar penuturan dari mertuanya itu, "ibu pesen cucu selusin, ya" Pintanya Tanpa beban .

Riana menoleh ke arah Aiden, dengan entengnya Aiden berucap hal yang tak terduga, "dua lusin juga ngak papa, buu" dengan tawa renyahnya dirinya sesekali tersenyum ke arah Riana.

"Nah. Aiden aja sanggup, berarti kamu harus siap, ya sayang."

Dengan tersenyum terpaksa, dirinya manggut-manggut saja menangapinya.

"Kenapa ibu, kesininya sendirian?" tanya Riana sambil mengaduk jus di depannya.

Sekarang mereka sudah berada di taman samping. Katanya sekalian nyari udara segar.

"Sibuk terus, ayahnya Aiden, mah. Ibu aja ngak dikasih waktu buat berdua"  adunya kepada menantu, dan anaknya itu.

"Ayah kerja juga, buat ibu kok. Bukan buat perempuan lain" celoteh Aiden. Yang langsung mendapatkan cubitan dari Riana.

"Awwws. Sakit sayang " rintihnya dramatis. Padahal aslinya ngak ada apa-apanya.

"Sembarangan kalau ngomong kamu, mas. Nanti ibu galau gimana"

Aiden melirik ke arah depan, ibunya sedang memasang wajah cemberut layaknya anak kecil minta di beliin balon.

"Canda ibuku tercantik " bujuknya berusaha supaya ibunya kembali tersenyum, seperti tadi.

Bukannya tersenyum, Maya justru mengalihkan pandangannya ke arah lain, " hayyo. Ibu marah loh, itu mas. Kamu sih"

"Terus aku harus giaman dong"

"Telfon ayah aja. Biar ngak kerja terus, kasian istrinya di angurin gitu " usul Riana sambil melirik ke arah Maya. Maya juga melirik ke arah Riana dengan sedikit senyum tipisnya.

Tidak mungkin, kan. Manantu kesayangannya dia judesin gara-gara hal, soal ayah mertuanya ngak ngasih waktu buat dirinya. Ngak elit banget.

Aiden dengan ogah-ogahan segera meraih handphonenya yang berada di saku celana hitamnya itu.

Segera mencari nama ayahnya tersebut. Dan mulai mengobrol seperti biasa, walaupun harus berkali-kali baru di angkat telfonnya.

Setelah selesai berbicara dengan ayahnya lewat telfon, dirinya kembali lagi ke dua wanita beda generasi itu.

"Kata ayah. Nanti ibu pas pulang ngak bakal di angurin lagi" ujar Aiden sambil duduk di samping Riana.

Tangan kanannya merangkul pundak Riana, dirinya berbisik di telinga Riana dengan lirih, "akting kamu boleh juga, na" setelah mengatakan itu dirinya kembali memfokuskan dirinya lagi kepada ibunya.

"Ayah kamu ngak bohong kan?" Maya memastikan kalau di ucapkan anaknya itu benar, atau salah. Dirinya tidak mau di bohongin hanya untuk kesenangan semata.

Aiden menghela nafas, mengangguk, " iya ibu ku tersayang" jawabnya dengan senyuman tulusnya.

Sementara itu Riana diam, tatkala dirinya mengingat kembali ucapan Aiden terhadap dirinya barusan.

Dirinya lupa kalau yang dirinya dan Aiden lakukan sekarang hanyalah akting semata, supaya kelihatan harmonis layaknya pasangan lainnya.

Bolehkah dirinya jujur, kalau dirinya tidak bisa di posisinya yang sekarang. Harus berpura-pura bahagia, dan berbohong itu bukan dirinya.

Bagaimana kalau hal ini terbongkar apakah mertuanya akan memaafkannya? Atau justru membencinya.

"Rianaa" panggil Maya.  Kala melihat Riana diam dari tadi.

"Iya, Bu" saut Riana setelah kembali ke alam sadarnya.

Maya meraih tangan Riana, menggenggamnya erat, "kamu kenapa, hm?"

"Aku ngak papa kok, cuman sedikit banyak pikiran aja". bohong dirinya. Tidak mungkin' kan dirinya jujur yang sebenarnya.

"Yakin?"

Riana mengangguk, membalas genggaman tangan Maya itu, " iya"

"Ya udah. Ini udah siang ibu pamit pulang ya, tapi kalian berdua yang nganterin, soalnya mang Udin udah ibu pulang " pamit Maya.

"Kok. Di suruh pulang duluan. Telfon aja" sewot Aiden.

Maya menjitak kepala putra itu, " tersebut ibu dong. Suka-suka ibu dong, ayah kamu juga yang gaji, bukan kamu"

"Iya-iya, lagi pms ya" tanyanya sambil mengusap-usap kepalanya itu.

_tbc_

Hai hello

Ada yang kangen?

Mulai sekarang aku updatenya kalau mood bagus aja, yaaaa.

Soalnya kalau ngarep vote, komen dari kalian ngak bakal di kabulin.

Soo. See u 👋🏻

Next!!??

Next??!!

Next!??

Next!!???

Papay 👋🏻

A & R. [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang