BAB 21

208 14 0
                                    

Typo tandai!!.

Apa kabar kalian?

Di lorong rumah sakit di depan pintu ruangan inap setempat Albara dan Aiden berdiri dengan tampang Aiden yang sudah pakaiannya berantakan.

"Sial. Sekarang lihat kan, Al. Apa yang kamu kasih tahu ke saya tentang dia itu tidak  ada yang benar!. Lihat!. sekarang yang jadi korbannya siapa?" bentak Aiden tepat di depan muka Albara.

Aiden memukul tembok disampingnya sambil menggerutu tiada henti.

"Ini pasti salah paham, Den" celetuk Albara

Aiden berhenti memukul tembok, menoleh ke arah Albara dengan sorot mata yang tidak dapat di artikan dia.

Meraih kerah baju Albara, "maksud kamu apa? Sudah cukup kamu membela dia yang sudah jelas-jelas salah disini" Aiden mengucapkan itu dengan sorot mata yang berusaha untuk tidak memukul wajah tampan sahabat di depannya ini.

Aiden binggung kenapa Albara selalu membela dia.

"Pasti ada alasannya, Den. Kamu juga jangan terlalu terbawa emosi. Inget tidak ada asap jika tidak ada api"

"Jadi maksudnya kamu  yang memulai Alin begitu dan Riana terpancing? Iya!? Begitu maksud kamu?" bentak Aiden lagi.

Menarik nafas dalam-dalam lantas Aiden kembali bersuara, "apa jangan-jangan -- " kata Aiden mengantung sambil melihat bola mata Albara lekat-lekat.  Albara yang di pandang demikian hanya berusaha tenang.

Suasana rumah sakit yang lumayan sepi memudahkan Aiden melakukan apapun sesuka hatinya, "Kamu selama ini menyukai Riana begitu? Tapi kamu berusaha untuk terlihat tidak menyukai dia,  tapi dibalik itu kamu selalu berada di pihak Riana  seperti selalu membela dirinya, iya AL!?" kali ini Aiden tidak bisa terbendung lagi untuk tidak  membentak berkali-kali lipat bahkan dirinya saja seakan lupa jika masih berada di depan pintu kamar inap.

"Kamu salah paham, Den " sangah Albara tidak ingin di fitnah.

"Terus apa?"

"Kalau iya kenapa? Kamu cemburu sampai membentak sahabat kamu sendiri hanya karna seorang wanita, hm? Begitu?" kini giliran Albara yang bertanya

Aiden diam tanpa sadar tangan yang semula memegang kerah baju Albara terlepas seiring dengan dirinya yang kelu untuk menjawab.

"Kenapa diam? Fakta?" tanya Albara dengan posisi yang sama.

"Jawab!. Seharusnya kamu tahu saya ngak bakalan  membela seseorang kalau belum ada buktinya --"

"Terus apa buktinya, Al?" potong Aiden.

Belum sempat Albara berucap dari arah samping mereka terdengar suara langkah terburu-buru mendekati mereka berdua.

"Weh! Tung-gguin gue, Sam"  ujar Fajar dengan dada naik turun seiring dengan dirinya bernafas.

Tidak menanggapi perkataan Fajar, Sam justru lebih bertanya sebab dari hal itu.

"Ini kenapa bisa?" tanya sama-sama mengatur nafasnya.

"Ngak tahu" jawab Albara.

"Yang bener aja, Al. Kenapa bisa Alin bisa masuk rumah sakit, bukannya dia baik-baik saja" Sam mengelak.

"Lu demen sama dia sampak sebegitu perdulinnya, Sam" potong Fajar

"Bukan. Cuman ya kepo ajaa"  elaknya.

Terdengar suara pintu terbuka di tempat mereka berempat berdiri.

"Dengan keluarga pasien?" tanya dokter muda tersebut.

A & R. [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang