BAB 23

204 14 3
                                    

Typo tandai.

PLAK!

terdengar suara tamparan yang mendarat mulus di pipi kanan Riana, sontak karena hal dirinya berpaling ke arah kiri sambil memegang pipinya yang panas.

"JAWAB RIANA JANGAN DIAM SAJA. " bentak Aiden lagi.

Riana menoleh ke arah Aiden dengan sorot mata yang sendu namun hanya seperkian detik sebelum dirinya di giring Aiden menuju sofa sebelahnya dengan kasar.

Tubuhnya yang tidak siap dengan gampang Aiden sentak.

Meringis linu saat tidak sengaja tangannya terkena meja didepannya untuk tidak kaca, walaupun kayu tapi tetap sakit

"Bangun!" dengan nada ketus Aiden kembali menyuruh Riana menegakkan tubuhnya.

Riana bangun kembali setelah berhasil berdiri wajahnya langsung di cengkram erat oleh tangan berotot Aiden yang Riana lihat dari sorot matanya terdapat amarah, kebencian, kesedihan, bahkan kasian dalam satu sorotan.

"Kamu tahu seberapa berharganya Lia Natasya buat saya Riana HAH!. Dia orang yang berhasil membuat saya bangkit dari keterpurukan semenjak meninggalnya kakek saya, yang setelah empat puluh hari kakek meninggal nenek saya pun menyusul. Keluarga saya ayah dan ibu saya hampir cerai Riana gara-gara keterpurukan saya kala itu, DAN KAMU ORANG BARU BISA-BISANYA MENGHILANGKAN DIA DENGAN CARA KOTORMU ITU!" Aiden berucap kata-kata yang mampu membuat dirinya mengeluarkan air mata.

Aiden menangis tapi tak menampik untuk berusaha tegar biarpun dalam hati dirinya berjerit tertahan.

"Lia Natasya orang baik Riana" lirih Aiden menyeluruh kedasar lantai.

"Kenapa kamu tega, KENAPA!?"

Riana turun bermaksud menuntut Aiden bangun, namun nyatanya Aiden menolak keras tuntutan tangan Riana itu. "Aku minta maaf, mas"

Aiden menegadahkan wajahnya menghadap ke arah Riana dengan cepat, " jadi betul kamu pelakunya, begitu Riana?"

Riana menggeleng. "Bukan. Bukan aku pelakunya justru aku baru tahu kejadiannya bahkan aku juga baru tahu kalau sebelumnya kamu punya kekasih, apa dia yang kala itu fotonya tidak sengaja aku senggol?"

"Itu memang dia. Dan kali ini saya tidak akan percaya lagi dengan omongan seperti kamu lagi. Andai Alin tidak mencari tahu, dan menelusuri lebih dalam siapa pelakunya mungkin kamu aman, tapi sekarang tidak" dengan tangan  kanan yang menumpu lantai dirinya kembali bangkit sekaligus membenarkan kembali pakaiannya.

Suasana rumah semakin memanas bahkan semenjak Riana dibawa ketempat dari sebelumnya Sam, Fajar sekaligus Albara bangun dari duduknya masing-masing untuk sekiranya terjadi sesuatu mereka bisa melerai.

Hening beberapa saat Riana bangun dengan tangan yang memegang pipi hasil tamparan keras dari Aiden.

Bahkan bi Atun yang berada di dapur terkopoh-kopoh menuju lokasi sambil diikuti dua pembantu lainnya dikala mendengar suara yang cukup keras, saat tahu siapa yang berbuat dirinya berhenti dan diam di tempat.

Saat adegan mulai memanas yang kesekian kalinya dirinya merekam kejadian itu dengan tangan gemetar.

"Non..." lirihnya menit kala itu.

"Seharusnya kamu jangan asal percaya omongan orang, mas" celetuk Riana memecah keheningan.

Aiden kembali menghadap ke arah Riana sambil menaikkan satu alisnya. "Salah satunya kamu, 'kan" balasnya.

Riana menggeleng lirih, "bukan. Justru untuk kali ini saja, satu kali tak masalah percaya sama aku mas"

"Apa kamu punya bukti aku yang mencelakakan Lia?. Jika ada mana? Dan jelaskan, tanggal, kejadian, tempat, waktu, dan bersama siapa aku saat kejadian itu, berdua kah, atau sendiri?. Diam tidak bisa menjawab, hah? Coba untuk hal seperti ini kamu jangan gampang percaya dengan apa yang orang katakan biarpun menurut kamu itu dekat" dengan nada rendah Riana berucap demikian sambil sesekali mengusap air matanya.

A & R. [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang