Typo tandai.
Masih flashback.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
___
Aiden dikamarnya sedang berkutat dengan berkas-berkas miliknya yang menumpuk dikarenakan dirinya mengambil cuti beberapa hari hanya demi menemani Alin pemotretan diluar negeri, sedangkan jika dipikir-pikir itu tidak perlu.
"Jika akhirnya menumpuk tidak tahu akhirnya lebih saya suruh Albara handle untuk beberapa berkas, atau tidak perlu ikut Alin pemotretan" keluh Aiden sambil menyenderkan tubuhnya ke kursi meja kerjanya.
Memandang seisi ruangan kamarnya secara keseluruhan yang tidak ada ubahnya dengan dirinya saat sendiri. Kemudian mendongak ke atas menerawang jauh beberapa bulan yang lalu saat dirinya ijab qobul dengan seorang wanita yang sampai sekarang entah kenapa mampu membuat dirinya bingung dengan segala situasi.
"Bahkan saat saya berada di negeri orang pikiran saya hanya tertuju dengan kamu. Apakah kamu sama?" tanyanya sendiri.
Memejamkan matanya menikmati semilir angin yang masuk melalui celah-celah jendela kamar.
"Saya pulang yang terlalu malam atau saya juga yang kesiangan sampai sekarang tidak suara dari Riana?" tanyanya lagi sambil membuka mata.
Menggeleng saat tahu apa yang dirinya ucapkan. "Ah, apa yang kamu bicarakan sedari tadi Aiden. Ada atau tidaknya dia tidak akan membuat kamu mati" imbuhnya.
Haus tiba-tiba menyerang membuat dirinya bangun untuk turun kebawah sebab air didalam kamarnya lupa dirinya isi ulang.
Saat ingin menutup pintu kamar dirinya bertemu dengan bi Atun yang baru saja menutup pintu kamar Riana.
"Siang, Den" sapa bi Atun.
"Siang bi. Bibi habis ngapain ke kamar Riana, bersih-bersih?" Aiden kelewat kepo.
"Bukan bersih-bersih, den. Tapi bibi bawain non Riana air hangat" jawabnya bi Atun.
Aiden binggung ditempat, nampak keningnya berkerut dengan alis yang saling bertaut. "Buat apa?"
"Bodoh kenapa kamu membuang-buang waktu hanya untuk bertanya hal tidak berfaedah ini" batinnya.
"Non Riana dari kemarin sakit perut, katanya karena datang bulan saja. Ya sudah saya mau kembali ke bawah lagi. Permisi" pamit bi Atun.
"Datang bulan?" lirihnya.
Berbalik badan untuk bertanya tapi dirinya kurang tepat sebab bi Atun sudah lebih dulu tidak berada di sana.
"Biarkanlah itu derita dia" melangkahkan untuk cepat-cepat turun ke bawah rasa haus sudah tidak tertolong.
Sesampainya Aiden selesai minum dirinya dibuat bingung kenapa tumben sekali rumahnya sepi. Dirinya akui memang keadaan rumah ini selalu sepi, tapi ini sepi yang kehilangan sesuatu. ( ? )
"Bi Atun" panggil Aiden.
Beberapa saat dari balik pintu belakang bi Atun datang sambil membawa beberapa sayur ditangannya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya bi Atun.
"Saya akan keluar sebentar, tolong jangan siapapun untuk masuk kerumah selagi saya masih diluar, paham bi?" perintahnya itu.
"Baik, den"
Sebelumnya dirinya berjalan untuk mengambil kunci mobil miliknya dirinya kembali berucap. "Jangan biarkan Riana untuk hari ini pergi, saya tahu pasti dia ada jadwal ngajar"
"Baik, den. Nanti akan saya cegah sebisa saya"
***
Sementara disisi Riana dirinya sesekali memegang perutnya yang terasa sakit itu. Sudah dua hari dia datang bulan dan sakitnya tidak masih sama saat awal-awal hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
A & R. [ On Going ]
General FictionHARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACANYA. VOTE DAN KOMEN SEBAGAI APRESIASI KARYA SAYA. TERIMA KASIH BANYAK🥀🙏🏻 ( GANTI SINOPSIS ) Ini tentang dua sejoli yang harus ditakdirkan oleh perjodohan wasiat terakhir kakeknya. Awalan pernikahan yang...