"Atap tanpa penyanggah (tiang) akan runtuh, begitu juga dengan suatu hubungan tanpa kepercayaan."
Firmansyah Fairuzi Abimanyu
🥀🥀🥀
Nisa terbangun dari tidurnya lantaran sakit yang kembali menyerangnya, meskipun kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, akan tetapi ia memaksakan dirinya untuk beranjak dari ranjang alhasil gadis itu tersungkur di atas lantai, ia bisa merasakan dinginnya ruangan ini tatkala kulitnya menyentuh permukaan lantai.
"T--tolong ...." Rintihnya, meringis kesakitan sembari memegangi dadanya.
"T--tolong aku ...." Dengan perlahan, ia merangkak menghampiri pintu dan meraih gagangnya dengan sisa tenaga yang ia punya, namun sepertinya pintu ini dikunci dari luar.
Entah di mana ia sekarang, yang jelas ruangan ini dipenuhi dengan foto Alena dan cairan merah seperti darah yang berceceran di lantai itu membuatnya ketakutan, pasalnya ia phobia darah. Seingatnya, ia berada di jalanan, menerobos hujan deras. Lalu, mengapa dia ada di sini?
"A--ada orang di luar?!" Teriaknya sembari menarik-narik gagang pintu. "Ya Allah, Astagfirullahal'adzim ...."
Sementara di tempat lain, Firman dan Diga yang baru kembali dari kediaman David dengan raut kekecewaan, pasalnya orang yang dituju tidak ada di rumah dan lebih parahnya lagi ponselnya tak bisa dihubungi.
"Man, gue curiga deh, nggak biasanya ni anak kayak gini," ujar Diga.
"Iya, Dig. Saya juga curiga, akhir-akhir ini dia selalu menghindari saya seolah-olah punya rahasia yang besar,"
"Tadi siang gue liat dia ngobrol sama Rena, ngga suudzon si ... cuma gue curiga deh sama mereka berdua," celetuk Diga. Sesaat mereka saling membisu dalam kesunyian di hari yang gelap ini.
"Man? Mungkin nggak sih kalau Rena jahat ke Nisa? Selama ini, 'kan, dia cinta mati banget ke Lo," terka Diga.
***
Brak!
Pria itu menendang pintu dengan kerasnya hingga menimbulkan bunyi yang sangat keras ketika daun pintu beradu dengan tembok yang mulai lapuk. Sontak membuat perempuan yang ada di dalamnya terbangun dari tidurnya.
Dengan pandangan yang masih memburam, gadis itu melihat sesosok laki-laki yang mengenakan pakaian serba hitam serta memakai topeng di wajahnya. Perlahan, ia mendekat ke arahnya. Ingin lari apa daya Nisa tak mampu menggerakkan tubuhnya seolah tak ada energi yang tersisa di dalam dirinya.
"J--jangan sentuh a--aku."
Namun apa daya, yang ia hanya bisa pasrah ketika pria itu menggendongnya, membawanya pergi dari tempat ini.
"Berhenti!" Teriakkan seorang wanita mampu menghentikan langkahnya saat hendak melangkah keluar dari kamar itu. Rena, wanita itu berjarak lima meter saja dengan dirinya sembari mengacungkan senjata api padanya.
"Minggir, Rena! Saya peringatkan jangan gegabah!"
"Justru kau yang tidak boleh gegabah, maju selangkah, maka kupastikan kalian berdua akan mati," ancamnya dengan seringai miringnya, tatapan yang sangat tajam seolah mengintimidasi pria bertopeng itu.
"Rena, kamu membuatku tak ada pilihan lain." Ia mendudukkan Nisa di atas lantai begitu saja, tak mau kalah pria itu membuka jaketnya, lalu mengambil senjata api yang ada di dalamnya.
"Ck, beraninya main di balik topeng, wajah asli dong kalau bisa! Pengecut!"
Dor!
Satu peluru yang sengaja ia tembakkan ke atas berhasil membuat wanita itu bungkam, sementara gadis itu terbungkam dalam kesunyiannya, rumah ini terasa mencekam dan mengerikan, hingga ia hanya bisa merasakan hawa panas di sekitarnya, meskipun begitu tubuhnya terasa sangat dingin. Seolah tak ada habisnya, air matanya terus mengalir, netranya terbuka menyaksikan kedua orang itu tengah bermain dengan senjatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Yang Terobati (END)
General Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] The Fragavidma dikejutkan dengan penemuan seorang pendaki yang tak sadarkan diri di lembah hantu, ternyata mempunyai wajah yang serupa seperti mendiang Alena. Namun, siapa sangka pertemuan itulah justru menjadi awal lembaran...