Keputusan Firman

132 29 36
                                    

"Dalam suatu kondisi, kita tidak boleh meremehkan apa kata hati."

🌹🌹🌹

Seorang dokter mengurungkan niatnya taktkala melihat Andra dan Nisa tengah mengerjakan sholat dzuhur. Sebuah pemandangan yang membuat siapa saja tersentuh, termasuk wanita yang berdiri di depan pintu. Senyumnya mengembang, menatap sendu mereka berdua.

"Masya Allah, dalam kondisi apapun mereka tetap menjalankan kewajibannya, sedangkan saya? Saya masih sering lalai dan menunda-nunda,"

Begitu selesai, Dokter Riri langsung masuk ke dalam dan menghampiri Nisa dengan senyumannya yang khas. "Bagaimana keadaannya, Mbak?" Ia membelai lembut kepala Nisa yang tertupi oleh kerudungnya.

Nisa mengangguk lemah. "Alhamdulillah, udah baikan, Dokter. Makasih."

Bu Riri menatap keduanya. "Kalian ini anak yang sangat baik nan sopan, orang tuanya berhasil mendidik anak-anaknya terbukti kalian berdua saling menjaga dan menyayangi satu sama lain," lirihnya.

"Andai aja, anak saya belum pada nikah, pastilah tak jodoin sama kalian," kekehnya.

"Ibu biasa aja," kekeh Andra.

Lagi, Bu Riri menatap Nisa. "Insya Allah jika kondisinya terus membaik dan hasil pemeriksaannya bagus, besok juga sudah diperbolehkan pulang. Kita bareng-bareng berdoa aja, 'ya,"

"Wah, benarkah Dok?!" Andra sangat bersemangat mendengarnya.

"Iya, benar. Baik, saya permisi dulu, 'ya."

Seperginya Dokter Riri bersamaan datangnya Pak Hendra dan Bu Siyah masuk ke dalam ruangan itu, wanita paruh baya itu mematung tatkala melihat Nisa. Tak terasa, air matanya terjatuh begitu saja dari matanya. "Alena!" Tanpa menunggu lama, ia segera jatuh ke dalam pelukan.

"Ya Allah, Alena, bunda kangen banget sama kamu. Kamu kemana aja, heh?!" Tak cukup sampai di situ, ia juga menciumi kening Nisa seolah Nisa adalah Alena, mendiang anak bungsunya.

"Bun---" ucapan Pak Hendra langsung dipotong oleh gelengan Andra, pasalnya ia mengerti saat ini tengah melihat seorang ibu yang merindukan anaknya. Sedangkan Nisa ia hanya bisa tersenyum.

Lalu, Pak Hendra menghampiri sang istri, membelai pundaknya pelan. "Bunda, ini Nisa bukan anak kita."
Ucapan suaminya membuat Bu Siyah tersadar.

"N--Nisa?" Kini netranya tertuju pada Nisa lagi, gadis itu mengangguk pelan seraya melemparkan senyuman tipis padanya.

"De, kenalin ini Pak Hendra dan Bu Siyah, mereka adalah orang tua dari Firman," ujar Andra memperkenalkan kedua pasangan tersebut.

"Gimana kabarnya, Ndok?" Tanya Pak Hendra, sumringah melihat Nisa. Beliau menatapnya dengan penuh arti dan kasih sayang, entah mengapa ia sangat menyukai Nisa sejak pertama kali melihatnya.

"Alhamdulillah, baik, Pak,"

"Alhamdulillah ... oh, 'ya, ini kami bawakan buket bunga dan parsel buah untuk Nak Nisa." Pak Hendra menyodorkan buket bunga mawar putih pada gadis itu.

"Makasih, Pak."

"Iya, sama-sama Nak Nisa." Kini, pandangannya mengarah ke Andra. "Mas, kapan-kapan kita mau bertemu Ibu dan bapak di Surakarta, boleh, 'kan?" Tanya Hendra.

"Tentu, Pak, Bu, kami akan ngerasa seneng banget bisa dikunjungi oleh Anda,"

🌹🌹🌹

"Man, kamu serius mau nikahin Nisa?" Tanya Diga memastikan. Siang ini ia dikejutkan dengan kedatangan Firman di kliniknya guna berkonsultasi.

Luka Yang Terobati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang