Bukan Bagian Lagi

100 21 41
                                    

"Terlalu memaksakan, hingga hatiku mati rasa. Bukan karena cinta, atau sebab lainnya, melainkan dituntut untuk hilang ketika hati sudah menemukan jati dirinya."

Khaerunnisa Indah Paramitha

🥀🥀🥀

"Apa ini, Rena? Bahkan kau menumbalkan saudara jauhmu sendiri untuk menutupi kebusukanmu. Rena ... Rena, sampai kapan kamu terus begini?" Ujar seorang wanita dari balik dinding penjara yang dingin itu.

"David, kau juga bodoh dalam hal ini," timpalnya lagi. Seringai miring tercetak pada wajahnya yang tanpa polesan make up sedikitpun.

"Tapi, gue penasaran siapa tumbalmu selanjutnya, secara ... nggak ada siapapun yang bisa kau jadikan sasaran empuk berikutnya,"

"Bukan-bukan, bukan orang lain, tapi kau sendiri yang masuk dalam neraka ini." Wanita itu tertawa di akhir perkataannya.

*****

Seorang pria tengah terduduk termenung di kamarnya sembari menatap sebuah benda berkilau di atas secarik kertas putih di atas meja, cincin yang pernah tersemat di jari manis Nisa, kini sudah tak lagi di tempatnya berada.

Mas Firman, maaf ... Nisa nggak bisa teruskan hubungan kita lagi. Hubungan kita hanya sebatas dokter dan pasien saja, nggak lebih dari itu. Mungkin, kita juga jadi orang asing setelah ini.

Pernikahan kita nggak akan terjadi, Mas, karena Nisa sudah membatalkannya. Cincin itu udah di tangan ibu lagi. Maaf, Mas, tapi ini keputusan Nisa sendiri bukan karena paksaan siapapun.

Mas, lupain Nisa, 'ya? Semoga setelah ini Mas Firman akan dapat perempuan yang jauh lebih baik dan sempurna dari Nisa.

"Tapi kenapa, Nis? Kenapa kamu memilih membatalkannya dibanding melanjutkannya? Nisa ... saya benar-benar tidak bisa menjauh darimu, hati ini mati rasa ketika menjauh dari bagiannya."

"Man." Pak Hendra yang kondisinya kian membaik menyadari bahwa anak sulungnya sedang tidak baik-baik saja, terlebih setelah ia tahu pernikahannya dibatalkan. "Ayah tau perasaan kamu sekarang, ayah juga sedih denger kabar ini." Pria paruh baya itu duduk tepat di samping Firman.

Tanpa memberi ekspresi apapun, Firman menatap ayahnya. "Ayah, serumit inikah cinta? Sakit, sakit sekali ...."

"Ya, begitulah cinta. Kadang buat kita bahagia, kadang buat kita sakit, dan nggak jarang bikin kita gila juga," celetuk Pak Hendra.

"Man, apa setelah ini kau akan  menjauhi Nisa?"

Pria itu menggeleng cepat. "Tidak, Ayah. Firman tidak mau menyerah begitu saja. Firman akan buat Nisa percaya dan yakin lagi, Yah."

"Apapun itu ayah dukung, 'ya, Man. Kita bareng-bareng berdoa aja, kalau memang Nisa adalah jodohmu, Allah akan mendekatkan kalian lagi, tapi jika pun sebaliknya kita bisa apa? Semangat,  'ya."

"Iya, Ayah, baik."

"Senyum dulu dong, nggak enak dilihatnya tau," kekeh Pak Hendra. Seketika Firman tersenyum, ayahnya memang dari dulu selalu menghibur dirinya tatkala sedang sedih, apalagi stress karena kuliahnya.

"Apa kamu pernah jenguk David di penjara, Man?" Pertanyaan yang dilemparkan ayahnya itu membuat suasana hatinya semakin hancur dan memburuk.

****

Luka Yang Terobati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang