Bukan Obat Yang Tepat

106 28 22
                                    

"Apa yang sudah kamu perbuat, kamu juga harus siap menerima apapun konsekuensinya. Pada akhirnya, manusia akan mendapatkan sesuatu dari apa yang ia perbuat di masa lalunya."

🌹🌹🌹

 

"Ndra, kalian berdua baik-baik saja, 'kan? Perasaan ibu akhir-akhir ini nggak enak, apalagi mimpi adikmu pergi." Tanya Bu Ani di seberang, ia tak tahu harus bagaimana menjawabnya di satu sisi ia tak ingin orang tuanya sakit lagi jika mendengar kabar buruk perihal Nisa.

"Halo, Ndra? Masih tersambung?"

"I--iya, masih Bu. N--Nisa baik-baik aja kok, Bu, Nisa lagi fokus belajar bentar lagi, 'kan, dia sidang, Bu," sahut Andra gemetar, seraya memandangi Nisa yang tak kunjung membuka matanya lagi.

"Iya juga sih, 'ya. Yowes, nitip salam buat adikmu bilangin semangat, semoga mendapatkan hasil yang terbaik."

"Nggih, Ibu, nanti tak sampein. Assalamualaikum." Andra segera mengakhiri panggilan sepihak pasalnya melihat jari-jari Nisa bergerak.

"Wa'alaikumussalam. Syukurlah ternyata cuma perasaan doang, Ya Allah lindungilah anak-anakku, jauhkanlah mereka dari segala marabahaya. Aamiin."

"Nisa?! Dek? Dokter! Dokter!" Tak butuh waktu lama seorang wanita dengan jas putihnya memasuki ruangan tersebut.

"Mbak, Mbak, apakah Anda bisa mendengar suara saya?"

"Mbak Nisa, jika Anda mendengar suara saya silakan gerakkan jari Anda atau kerjapkan mata," perintahnya, berbisik lembut ke telinga Nisa. Senyumnya mengembang begitu melihat respon dari Nisa.

"Alhamdulillah ...."

Perlahan, gadis itu membuka matanya, suara tangisan dan syukur menjadi hal yang pertama kali ia dengar.

"Pak Firman! Teh Nisa udah sadar!" Seorang pria yang datang begitu saja ke ruangannya kini tengah berada di ambang pintu dengan napas yang tersengal-sengal, membuat netranya tertuju pada pria itu.

Siapa lagi jika bukan Reyhan, dokter co-ass dan juga orang yang paling ia percayai di rumah sakit ini jika masalah urusan hati dan perasaan. "Iya, Pak, Teh Nisa udah sadar!" Lagi, Reyhan memperjelas ucapannya.

"Oh, 'ya?!" Firman langsung bersemangat mendengarnya sampai-sampai ia melupakan Reyhan, dan meninggalkannya seorang diri di sana.

"Ye ... Pak Firman, jengukin ayangnya ampe bawa stetoskop segala. Bucinnya dokter emang beda, 'ya." kekeh Reyhan, geleng-geleng melihat tingkah Firman. "Tapi nggak papa, lanjutin Pak Firman, gue kawal ampe halal," imbuhnya.

"Ayam kejepit!" Serunya tatkala seseorang membentaknya dari belakang.

"Ganteng-ganteng kok latahnya itu sih?" Cibir Yuli, salah satu perawat di sana.

Sementara itu di tempat yang berbeda, seorang wanita tengah memegangi jeruji besi yang menahannya hampir satu tahun lamanya di sini. Hidupnya berubah drastis semenjak ia ditetapkan sebagai pelaku pembunuh Alena. Surai hitam yang sudah tak teratur, ditambah tanpa polesan make up di wajahnya menambah kesan kesengsaraan nya selama ini.

"Akan kupastikan kamu akan membayar atas apa yang telah kau perbuat, Rena, berani sekali kau mengambing hitamkan aku seolah akulah pembunuh Alena."

"Menimbang dan menindaklanjuti kasus pembunuhan Saudari Alena, dengan ini menyatakan bahwa Saudari Mawarendah ditetapkan bersalah dalam kasus ini, oleh karena itu dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 20 Tahun."

Luka Yang Terobati  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang