21. Murid?

1.9K 182 4
                                    


Bagas kini telah di sekolah. Masuk pagi? No! Dia baru saja berangkat jam 9

"Woy gas tumben Lo telat.." dia Reus

"Pengen pengen aja udh lama gue juga gak telat kek gini.." Bagas meminum susu kotak yang tawar.

"Hmm oke oke..." Reus mengangguk.

Saat ini adalah hal yang paling membahagiakan, tentu saja jamkos. Semua kelas saat ini jamkos, karena para guru sedang rapat. Tidak pulangkan tentu.

BRAKKK

Brushhh.

"Uhuk uhk...babi siapa itu!!?" Bagas termasuk karena tersedak minuman akibat suara dobrakan pintu.

"Woy gas Lo ngenain gue..." Alon menghela nafas lelah.

"Sorry.." Bagas melihat kearah pintu, siapa coba yang mendobrak pintu.

"Ohh hai!" Orang yang berada di pintu melambaikan tangannya kearah Bagas, sedangkan Bagas hanya menatapnya tanpa ekspresi. Untuk kedua temannya mereka menatap sengit kearah pemuda tersebut

"Apa an Lo masuk ke kelas kita hah!!" Reus menatap nyalang ke arah pemuda tersebut

"Ya gpp gue juga mau ketemu Bagas kok..."

"Raffles kalo Lo mau ngelanjutin baku hantam yang kemarin gue males...." Bagas berbicara pada pemuda dihadapannya, Raffles

Raffles, hanya menyengir dan berjalan kearah Bagas.

"tenang gue ga bahas tentang itu kok... Disini gue pengen jadi murid Lo.." Raffles berbicara tanpa memelankan suaranya, sambil menunjuk Bagas. Seisi kelas terkejut akan perkataan yang dengan lantang Raffles ucapkan. Begitupun dengan kedua teman Bagas

"Hahh??" Bagas menampilkan raut kebingungannya

"Ya ya ya plisss jadiin gue murid Lo ya gas....dan maafin gue waktu itu, malah mukul perut Lo yang jelas jelas sakit maafin ya...." Raffles menyatukan kedua tangannya, menekuk kakinya hingga lututnya menyentuh lantai. Ia menampilkan muka memelas.

"Gue gak bisa maafin Lo semudah itu... Dan juga buat apa Lo jadi murid gue...?"

"Gimana buat dapetin maaf dari Lo... plis gue bener bener minta maaf....huhu maafin gue plisssssss......."

"Gak bisa...." Bagas memalingkan mukanya merasa jengkel dengan sikap Raffles yang seperti ini

"Oke kalau gitu gue bakal ngelakuin apapun yang Lo mau asalkan Lo mau maafin gue okey..??"

"Boleh itu..." Bagas mengangguk, dan itu membuat Raffles berbinar. Sebelum itu Bagas menarik kerah Raffles kearahnya, membisikkan sesuatu

"Ikut gue ke gudangg.." Bagas melepaskan kerah Raffles dan berjalan pergi keluar dari kelas.

'mmm gue gak bakal di apa-apain kann...' Raffles menelan ludah. Dia beranjak pergi dari kelas Bagas, mengikuti Bagas menuju gudang.

Akhirnya mereka sampai tepat didepan gudang. Bagas berbalik menatap Raffles.

"So Lo kalau kamu ngomong, ngomong disini aja..." Raffles tersenyum kikuk

'gue yang terlalu negatif thinking keknya...' Raffles menghela nafas.

"Gas pliss gue pengen jadi murid lu... Plisssssss..... Ya ya ya....." Raffles memohon, dia tiba tiba memeluk kaki Bagas.

"Heh anying lu ngapa peluk peluk kaki gue hah!!?" Bagas mencoba melepaskan pelukan Raffles.

"Gak mau sebelum lu jadiin gue murid Lo"

"Gue gak mau, gue masih belum maafin Lo kalau Lo tau..."

"La terus gimana agar Lo mau jadi guru gue..." Raffles mendongak menatap melas kearah Bagas.

"Ha..!! Gue tau.." Bagas mendapatkan ide, menarik lengan Raffles dan membisikkan sesuatu.

"Lo harus bantu gue buat jatuhin si Lilia..." Bagas tersenyum licik, matanya menyipit.

"A-apa.. apa maksud Lo hah!" Raffles mundur menjauhi Bagas

"Oh Lo tertipu sama muka polos dia hah??" Bagas tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Raffles dia terdiam di tempat.

"Gak mungkin Lilia kek begitu, memang meski dia cengeng dia itu polos!..."

"Hah....Lo tau Lilia gak se polos itu... Untuk semua rumor yang mengatakan kalau gue Bagas yang ngebully Lilia itu semua salah besar!!.. itu babi yang nuduh gue ngebully tolol!!.." Bagas menahan amarah. Tangannya terkepal.

"Lo gak da bukti..." Masih dengan keyakinannya, Raffles percaya bahwa Lilia adalah gadis yang baik.

"Ohhhh hahahahahha, ck mau bukti..?? Gue ada... Not editing !.." Bagas mengeluarkan ponselnya. Menunjukkan rekaman.

"Hahahaha... Bagas Bagas... Kasian Lo gak disayang oleh keluarga mu lagi... Hahahahahha.."

"Semuanya adalah milik gue gas, milik gue!"

"Lo gak berhak dapet itu semua...!!"

"T-tapi aku gak salah..." Dia Bagas

"Oh Bagas Bagas.... Lo yang menyebabkan ibu mu mati... Gara gara Lo minta pergi dan akhirnya kecelakaan itu terjadi ...."

"Gue bakal kuras habis harta kekayaan keluarga Fanhouvel.. Hahahahahha hahah"

Rekaman berhenti.

"Gue merekam ini saat dia mulai berbicara.... Sungguh orang bodoh.. Tidak mengecek apakah gue merekamnya atau tidak..." Bagas melirik kearah Raffles. Raffles berdiam

"Itu tidak mungkin..."

"Mungkin Raffles, mungkin, ingat sifat manusia.... Dia bisa melakukan itu... Manusia orang yang egois..."

"Huh... Gue percaya sama lu... Gue bakal bantu Lo ngehabisin tu anak babi!.."

"Tunggu dulu itu tidak akan seru kalau dia mati langsung lebih baik kita ikuti permainan dia dulu Raffles..." Raffles mengangguk

"Tentu...aku tak sabar melihat ekspresi dia nanti saat semua orang tau kalau dia hanya berbohong hhhhh" Raffles tersenyum mengerikan

'ck dia mengerikan.... perasaan tadi masih gak percaya aja, lah sekarang malah kek psikopat dapet mangsanya aja...huuhh' Bagas bergidik ngeri membayangkan Raffles saat membawa pisau.

"So Bagas Lo udh maafin gue kan...." Raffles kembali ke ekspresi awalnya. Menatap penuh harap kearah Bagas.

"Iya iya gue tau maksud Lo... Gue terima deh..."

Dengan senang hati Raffles berlari dan memeluk Bagas dengan senang

"Huwaa!!! Makasih gass, makasih...lo terbaik Deh..." Bagas melepaskan pelukan Raffles.

"Iya iya..." Bagas membersihkan tubuhnya.

"Oh apakah gue harus memanggil lo guru??"

"Ehk!! Ga usah panggil gue embel embel guru!!" Bagas menatap nyalang kearah Raffles.

"Ok ok santai dong gue kan cuman bercanda..." Raffles mengacungkan kedua jarinya.

















°°°





-
Just some dialog

"Ah tuan selamat datang kembali..." -Chiko

"Hn" -Bagas

"Bagaimana dengan murid baru mu tuan??" -Chiko

"Ehkk!! Lo-Lo kok tau??"-Bagas

"Kau lupa siapa saya tuan?" -Chiko

"Oh iya deng.."-Bagas

One More Chance, BagasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang