Chapter 40 - Yang Terlupakan

81 18 3
                                    

🍁 𝓨𝓪𝓷𝓰 𝓣𝓮𝓻𝓵𝓾𝓹𝓪𝓴𝓪𝓷 - 𝓘𝔀𝓪𝓷 𝓕𝓪𝓵𝓼

❀❀❀


Sometimes you win, sometimes you lose. así es la vida.

Isaac mengakuinya. Banyak hal yang gak pasti di dunia ini, dan satu-satunya yang pasti ... justru ketidakpastian. And that's okay.

Dia mengakui semua salah atas asas pikiran irasional selama ini. Oh atau mungkin ini maksud dari a clever phrase of hurt people hurt people? Hurt people hurt others because they themselves have been hurt.

Haaa ...

Melakukan perbaikan akan relasi masa depan pun, butuh pernyataan maaf. Tapi itu sulit.

Ada seni dalam meminta maaf dan memaafkan, gak semua orang mengerti bahwa dalam meminta maaf penting untuk menyadari kesalahannya apa, penting untuk benar-benar merasa bersalah dan menyesal, bukan semata-mata minta maaf supaya dimaafkan, dan menghormati orang yang dilukai bukan terpaksa.

"Menyenangkan ya karena Yocelyn ada di sisi lo akhirnya?" sindir Isaac pelan, dia duduk di sofa samping ranjang Newton.

Newton yang dari tadi menunduk, menoleh balik melihat Isaac—menyadari seberapa berantakan situasi kakaknya itu sekarang.

"Semua tergantung persepsi lo," balas Newton, gak mau memulai pertengkaran kalau memang itu tujuan Isaac ke sini.

Isaac tertawa sarkas. "Oh iya, lo gak mau balas semua perlakuan gue ke lo? Atau lo gak mau bawa percobaan pembunuhan kemarin-kemarin ke Ranah Hukum? Ah lo juga bisa tarik semua aset gue?" tanya Isaac, air mukanya serius menawarkan hal-hal yang bahkan gak sempat terlintas di benak Newton.

Newton masih diam, menatap lurus pigura besar di depan sana.

"Kenapa diam? Lo boleh ... sangat boleh melakukannya!" his voice sounded hoarse.

Newton menelan ludahnya sekali lagi sebelum menjawab pertanyaan Isaac. Dia menggeleng. "You're not my competitors or my enemy. You're my brother."

Oh, satu titik dari perisai pertahanan yang Isaac pikir gak akan menetes lagi, justru keluar begitu saja. "Do you realize what are you saying? Apa lo lupa apa yang udah gue lakuin ke lo selama ini?"

Bibir Newton mengulas senyum tipis. "If I say I'm not mad at you, you wouldn't believe it. Neither would I, but what I'm mad at most is not the fact that you did these but because of you hurt yourself too. Dan ... Gue ingat. Tapi balik lagi ke pernyataan tadi. You're my brother."

"NEWTON!" bentak Isaac, suaranya menimbulkan gema. Dia marah, kenapa Newton gak punya rasa dendam ke dia sedikit aja? Kenapa Newton gak balas dia aja? Seenggaknya, itu sedikit mengurangi rasa bersalah selama ini.

"Kita tumbuh di lingkungan yang berbeda. Tapi, ajarannya tetap sama. Ingat salah satu nasihat ini? Kebencian gak akan pernah berakhir kalau dibalas dengan kebencian. Kebencian bakal berakhir kalau dibalas dengan tidak membenci. Itu satu hukum abadi," ungkap Newton, itu pula yang dia terapkan dalam menghadapi Rosalie.

Isaac menunduk dalam-dalam, mengusap kasar wajahnya. He glanced side ways at Newton. "Dengar, gue mungkin gak pantas buat bilang ini but ... forgive me."

"Justru gue yang minta maaf."

"For what?"

Ragu-ragu, Newton melirik ke arah lain. "Sebelum ini, gue sempat ngobrol sama Lalunna. Dia bilang kalau gue yang udah rebut Yocelyn dari lo. And I thought, that's true."

Mi Casa Su Casa | Jungwoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang