SEBELUM ADZAN MAGHRIB

1.7K 128 0
                                    

17.30

Senja menyapa langit sore Jakarta, tampak malu malu mewarnai dengan warna matahari bernuansa merah, peach, orange, dan kuning keemasan yang membentang di horison. Hingar bingar padatnya transportasi yang akan membuat kemacetan ibukota, terbayang di benakku.

Aku berfikir memutar otak, bagaimana caranya harus menyelesaikan pekerjaanku yang masih banyak ini. Jika aku pulang tang-go sudah pasti aku harus absen dan tidak dapat uang lembur. Sedangkan ada data penting yang harus aku selesaikan untuk acara gathering, tapi tidak mungkin juga aku kerjakan di rumah, aku si paling tidak bisa mengerjakan sesuatu di rumah apalagi waktunya malam. Pasti ujung ujungnya akan ketiduran.

Ok. Opsi terakhir adalah aku harus lembur, dengan resiko terburuk Pak Regan akan kebetulan lembur juga? dan pastinya akan ada suasana awkward nantinya.

"Anindyaaaaaaaaaaaa!" Suara Mas Tirta dari pintu utara ruangan meeting, memanggilku

"Eh Mas Tirta, kenapa Mas? Udah lama niiiiii kita ga rumpita manjaaahhhh" kataku peres.

"Alaaaaahhhh lo mau ngalihin topik yang mau gue bahas ya? Lo kenapa mau resign Nin? Parah lu, masa gue ga dikasih tau sih Nin"

"Udah Mas gosipnya udah selesai. Waktunya pulang tang-go" Kata Rangga, menaik turunkan alisnya.

"Jawab gue dulu Nin lu serius mau resign? Kapan mau ngajuin surat resignnya?" Cecar Mas Tirta

"Pulang duluan Mas Regan" Suara Mas Galih yang menggendong tas ransel hendak mau pulang menyapa Pak Regan keluar dari ruangan.

Astagfirullah kenapa musti ada moment begini sih. Ini Mas Tirta ga bisa banget apa diem dulu, ga usah bawel nanya nanya aku kapan resign!!! aku sihir jadi kadal bunting juga nih biar diem.

"Iya Mas hati hati dijalan ya" Jawab Pak Regan setelah itu menatapku, Pak Regan berjalan ke arahku yang sedang dicecar pertanyaan dengan Mas Tirta. Dari sorot matanya seperti ada hal yang ingin dikatakan juga. Apakah dia akan menanyakan berita "rencana aku resign kapan?" atau ...

Tiba tiba suara handphone Pak Regan berdering, dia berdecak lalu mengangkat telpon itu. Aku memerhatikan gerak gerik Pak Regan dengan seksama.

Udah deh Nin! Kamu itu mikirin apa sih? Berharap dia akan menahan kamu? Sambil bilang ... Oh Anindya jika ada jalan yang mengharuskan kita berpisah, maka akan aku hancurkan jalan itu untuk menemukan jalan baru agar kita bisa bersama

Prettttt!!! Ngayal ngayal. Bagaikan rengginang merindukan bulan.

"Belom pasti kapan kok Mas, masih sambil cari cari kesempatan di perusahaan lain Mas. Gue masih disini kok. Calm down okeeyyy, besok masih masuk kok ehehehhehe"

"Nin kalo ada masalah cerita dong Nin, apa gara gara Ehmmmm" Mas Tirta melihat situasi kanan dan kiri. Pak Regan telah pulang? Tadi keluar mengangkat telpon sih, ya mungkin sekalian pulang kali ya

"Gara gara Regan ya? Iyakan? Lo pressure kan punya atasan kaya dia? Atau lo mau mutasi ke divisi gue aja Nin? Nanti gue bilang anak hrd"

"Buset divisi elo kan finance Mas, entar tambah pressure si Anin karena harus belajar dari nol" Jawab Hanna sudah rapih ingin cabut pulang.

"Aduh udah mendingan pulang aja deh Mas. Gue masih ada kerjaan nih" Jawabku, ya memang benar aku ada kerjaankan?

"Nin gue yakin pasti lo bakalan ditahan disini sih, liat aja lo engaged banget sama kantor. Mana mau kantor kehilangan kacung multitalent kaya lo Nin" Sialan si Rangga mulutnya minta di cabein.

"Ya makanya gue harus keluar dari dunia perkacungan ini" Jawabku kesal

"Dan masuk ke dunia perkacungan yang baru? Lo udah yakin di kantor baru dapet temen temen seeee seru dan seeee suportive ini? Ayolah Nin gue beneran gloomy nih denger lo pengen resign" Wajah Mas Tirta dibuat sedih, sumpah ga cocok banget! si kingkong ini. Eh Mas Tirta ga gendut ya, badannya memang besar kaya kingkong tinggi besar, tapi besarnya karena berotot, wajahnya juga lumayan ganteng.

SO MUCH FOR MY HAPPY ENDING (CERITA LENGKAP ✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang