4

6.1K 202 2
                                    

Sudah dua hari kelima dokter itu berada di desa Laskar.

Kondisi disini sudah cukup membaik, pohon-pohon yang sempat tumbang dan berakhir jatuh ke sembarang tempat sudah dibersihkan.

Keadaan warga disini juga semakin membaik karena pertolongan dokter.

Saat ini Arga berada di teras musholla, ia sedang merenungi isi hatinya. Sedangkan keempat temannya itu sedang mengecek kondisi warga-warga setempat.

"Huh" helaan nafas berat keluar dari bibir Arga.

Pikirannya saat ini terpenuhi oleh gadis yang bernama Yola.

Beberapa kali ia membuktikan apakah rasa ini hanya sekedar rasa kagum atau lebih dari kagum. Dan jawabannya lebih dari kagum.

"Sekarang apa besok ya?" Gumam Arga.

"Kalau besok belum tentu ketemu lagi sama dia, tapi kalau sekarang akkhh harus mulai dari yang mana" Arga mengacak rambutnya frustasi.

Bagaimana caranya mengungkapkan perasaan yang benar? Seumur hidup ia baru merasakan gejolak rasa ini.

"Cara yang pertama, harus nemuin dia dulu" Arga bangkit dari duduknya dan merapikan rambutnya.

"Bismillah" gumam Arga saat mulai melangkahkan kakinya.

Langkahnya berhenti saat ia  menemukan raga sang gadis pujaannya.

Disana Yola sedang mengobrol dengan Dira.

"Aduh pakek dag dig dug segala" ia memegangi dadanya yang berdetak tak beraturan.

"Tenang Arga, tenang" Arga mulai mendekati  keberadaan Yola.

"Assalamu'alaikum" ucap Arga di hadapan dua gadis itu.

"Wa'alaikumsalam" jawab dua gadis bersamaan.

"Emm, boleh saya pinjam teman kamu sebentar. Saya mau ngomong penting dengan dia" ucap Arga menatap bergilir Dira dan Yola.

Dira menyenggol lengan Yola. Yola yang awalnya menunduk kini mengadah menatap sahabatnya.

Dengan isyarat mata Yola seakan berbicara, kalau ia tak mau, tapi sahabatnya ini malah tersenyum menggoda kepadanya.

"Silahkan bawa aja sahabat saya dok" ucap Dira melirik Yola.

"Yola" suara lembut menusuk pendengaran dua gadis itu. Yola yang merasa dipanggil menatap sumber suara.

"Iya dok" jawab Yola tanpa menatap dokter tampan di depannya.

"Bisa ikut saya sebentar?" Yola mengangguk, ia mengikuti langkah kemana dokter itu membawanya pergi.

Arga dan Yola sampai di sebuah tempat yang lumayan jauh dari keramaian. Mereka duduk dengan jarak satu meter, sama-sama melihat pandangan didepannya.

"Yola" panggil Arga menatap gadis berhijab itu.

"Iya dok"

"Umur kamu berapa?" Arga tak terlalu pintar jika urusan merangkai kata yang romantis.

"18" jawab Yola singkat.

"Maaf kalau saya terlalu kepo dengan dirimu" Yola hanya mengangguk.

"Apakah rumah kamu ikut roboh?"

"Iya"

Pertanyaan macam apa ini, kenapa sangat terlihat kaku.

"Orang tua kamu dimana, Yola?"

"Sudah tiada disaat umurku 10 tahun" suara Yola mendadak lirih.

"Maaf saya nggak tau, saya nggak bermaksud membuatmu sedih" ucap Arga merasa bersalah.

"Nggak papa"

"Kalau saudara? Misal kayak kakak? Atau adek gitu?"

"Adek udah meninggal diumurnya yang masih 2 tahun, kalau kakak entah lah aku juga nggak tahu dimana dia sekarang" ada jeda, Yola menolah menatap dokter disampingnya lalu kembali menatap ke depan.

"Saat bapak dan ibuku meninggal kakakku udah nggak pernah pulang lagi" lirih Yola.

Arga paham dengan arah ucapan Yola. Intinya Yola hidup sebatang kara di desa ini. Dan satu pertanyaan Arga, apakah Yola bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya?.

"Kalau mau menangis, menangis saja. Tapi maaf saya nggak bisa menenangkanmu dengan cara memelukmu" Arga dilanda rasa bersalah melihat mata Yola memerah seperti menahan tangis. Tapi Yola diam, ia tak mau menunjukkan kesedihannya dihadapan orang asing, ya bagi Yola dokter Arga adalah orang asing.

"Sebenarnya apa tujuan dokter mengajakku kesini?" Yola memberanikan diri untuk menatap netra milik Arga.

"Gimana tipe pria idamanmu Yola?"

"Pria yang mau menerima kekuranganku tanpa melihat latar belakangku"

"Hanya itu?"

"Dan yang mau memperlakukanku layaknya manusia" suara Yola hampir tak dengar, karena saking pelannya.

"Selain itu?" Yola menggeleng.

"Emm maaf kalau pertanyaan yang ini kurang mengenakkan buatmu"

"Hm" dehem Yola.

"Apakah kamu pernah pacaran?" Tanya Arga menatap Yola.

Yola ikut menoleh dan membalas tatapan Arga.

"Tidak" jawab Yola singkat, membuat Arga bersyukur.

Lama mereka saling bertatapan mata, membuat salah satu dari mereka memutuskan tatapan itu.

"Yola, kamu sederhana, kesederhanaan mu mampu membuat saya tertarik" Arga menjeda untuk melihat reaksi Yola.

"Awalnya saya mengira kalau ketertarikan saya terhadapmu hanya sebentar saja. Dan mengira kalau rasa ini hanya sebatas kagum tanpa lebih, tapi akhirnya saya menyadari kalau rasa kagum saya terhadapmu kini telah berubah menjadi rasa cinta. Saya ikhlas mencintaimu Yola, saya tak perduli dengan latar belakangmu" Arga masih setia menatap wajah cantik gadis disampingnya.

"Aku jelek, miskin, yatim piatu, aku juga berasal dari keluarga yang tak jelas dan tak berada, beda sekali dengan dokter"

Yola dan Arga sama-sama diam.
Menyiapkan serangkaian kata yang siap dikeluarkan.

VOMEN⭐

JODOHKU GADIS DESA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang