Selamat malam kamis semuanya
Selamat bertemu Bara Kelaya
.
."Sebentar, Bang, stop!" Kelaya mencoba menghentikan ciuman Bara yang kian turun menyusuri lehernya. Kecupan-kecupan kecil yang sukses membuat tubuh Kelaya merinding. Belum lagi elusan Bara pada pinggulnya mengantarkan sensasi menggelitik perut yang membuat Kelaya mati-matian menahan diri untuk tak mendesah.
"Hm?" Bara tak menggubris, meski tangan Kelaya mencoba mendorong dadanya, lelaki itu tak bergerak sedikit pun.
Kepala Kelaya tengadah, kakinya yang mengangkangi tubuh Bara di atas pangkuan lelaki itu bergerak gelisah. Kalau hal ini terus dilanjutkan, Kelaya tak yakin ia akan dapat ke luar dari ruangan ini dengan keadaan baik-baik saja. Sesuatu yang keras di bawah bokongnya lebih dari cukup untuk menjelaskan kalau Bara bergairah.
Bara itu normal, sangat normal! Bagaimana bisa orang-orang mengatakan Bara gay? Gara-gara mereka Kelaya berakhir seperti ini!
Terlebih, ada pertanyaan besar dalam otak Kelaya mengenai: kenapa Bara menciumnya? Masih terbawa suasana di dapur tadi? Rasanya tak mungkin.
"Bang, stop, kita harusnya nggak boleh begini."
Kelaya tahu kesadarannya datang terlambat. Seharusnya ia menghentikan Bara sejak lelaki itu mengecup bibirnya, seharusnya ia tak menerima begitu saja, apalagi membalas ciuman Bara ketika lelaki itu menyatukan bibir mereka untuk kali ketiga. Namun, senyum manis dan kharisma seorang Bara Aby Pratama itu sungguh susah untuk ditolak.
"Bang Bara!"
Ciuman Bara yang telah sampai pada tulang selangka Kelaya kontan terhenti, sedikit kaget dengan suara Kelaya yang tiba-tiba meninggi. Bara tak pernah mendengar suara Kelaya setingi itu—setidaknya saat bersama dengannya.
Namun, bukan hanya Bara yang terkejut. Kelaya pun juga terkejut dengan apa yang ia lakukan, refleks saja ke luar saat merasakan tangan Bara menyingkap kaosnya.
Mencoba terlihat biasa-biasa saja, Kelaya mendorong tangan Bara menjauh dan menutup kembali bajunya.
Seolah tersadar Bara kontan menarik tangannya dan menegakkan kepala. Ia sama sekali tak menyadari kalau tangannya bisa seliar ini. Lampu hijau yang Kelaya berikan saat membalas ciumannya membuatnya tak dapat menahan diri. Bibir gadis itu bahkan bengkak akibat ciuman panas mereka.
"Maaf, Kelaya." Bara ikut membenahi pakaian Kelaya, ia juga merapikan rambut berantakan gadis itu. Selesai dengan semuanya, Bara mengangkat tubuh Kelaya dengan enteng dan meletakkannya di sisinya. Bara yakin tak dapat menahan diri lagi kalau Kelaya lebih lama di pangkuannya.
Kelaya yang diletakkan begitu saja di sebelah Bara menunduk kala lelaki di sisinya menatap dia sedemikian rupa. Namun, mata Kelaya malah tak sengaja mendarat pada celana Bara yang tampak menggembung. Ternyata, itu yang Kelaya duduki tadi.
"Mata kamu mendarat di mana?"
Mati!
Kelaya langsung membuang muka. Memerah.
"Maaf Bang, nggak sengaja."
Bara mengembuskan napas besar, ia memejamkan mata sejenak, mencoba mengontrol diri sebelum kemudian menatap Kelaya di sisinya. "Nggak papa, abaikan saja." Ada yang harus mereka selesaikan selain perkara selangkangan Bara. Lelaki itu masih bisa menahannya.
"Jadi, kamu menggoda saya karena Bintang?" Bara memulai obrolan lebih dulu.
Kelaya lega Bara mengalihkan pembicaraan mereka pada pembahasan yang lebih normal dan tentu penting. "Iya, Bang. Aku juga sebenarnya nggak niat numpahin di itu-nya Abang. Sumpah Bang, itu nggak sengaja. Aku hanya ingin numpahin di paha aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Doctor (21+) [END]
Romance"Bantuin ngebuktiin kalau Abang gue masih normal, Ay. Mau ya ... ya mau ya? Please, nggak bakal yang macam-macam kok caranya, lo tenang saja." *** Bagi Kelaya yang jarang terlibat hubungan romantis, menyetujui misi dari Bintang untuk menggoda Bara a...