Bab 36. My Sweet Husband

250K 7.6K 337
                                    

 Ketemu lagi kitaaa ...


Selamat membaca ❤️‍🔥❤️‍🔥

***


"Beneran datang bulan, Sayang?"

Anggukan Kelaya membuat Bara mengusap wajahnya. Kacau sudah, lupakan perihal malam panas yang sempat terlintas di benaknya, lupakan perihal berbagi keringat dengan Kelaya. Memikirkan itu hanya akan menyiksanya.

Ya sudahlah, mau bagaimana lagi? Seharusnya, Bara sudah menduga Kelaya akan haid dalam dua atau tiga hari ke depan, ia pernah menanyakan jadwal datang bulan istrinya itu, tapi Bara tak menyangka itu akan datang hari ini.

"Mas kecewa ya?" Kelaya mendekat, kedua tangannya berpegangan pada ujung baju Bara. Mendongak dengan sorot tak enak hati. Entah kenapa, Kelaya juga kecewa.

Bukahkah datang bulan adalah hal yang tidak diinginkan oleh pengantin baru?

"Nggak papa." Bara merengkuh Kelaya dalam pelukannya. "Bukan kecewa, Ay. Sedih saja."

Apa bedanya sedih dan kecewa? Kelaya tak paham perbedaan kata itu, tapi ia memilih untuk tak menanyakannya. Ada pertanyaan yang lebih penting selain menanyakan itu.

"Mas bisa bertahan seminggu?"

Raut wajah Bara kian redup. "Sepertinya bisa, Sayang," jawabnya tak terlalu yakin.

Mereka pernah tak bertemu beberapa hari sebelum acara pernikahan, dan Bara bisa menahan diri untuk tak menemui Kelaya. Kali ini pun ia juga pasti Bisa menahan dirinya. Namun, situasi saat ini jelas-jelas berbeda dengan saat itu.

Kalau saat itu Kelaya belum menjadi istrinya dan mereka jelas-jelas terpisah jarak. Saat ini, Kelaya sudah menjadi istrinya, tinggal bersama, tidur di kasur yang sama bahkan memeluknya setiap malam. Bagaimana cara Bara menahan diri di tengah situasi ini?

"Kamu sakit perut nggak, Ay?" Sebagian besar perempuan akan sakit perut saat datang bulan, bahkan ada yang tidak bisa bangun dari tempat tidur. "Oh, iya. Kamu tidak punya pembalut kan?"

Bara laki-laki, ia tidak punya persediaan benda darurat seperti itu di kamarnya. Sebentar, mungkin Bintang atau ibunya punya, kan?

"Mas tanya sama Bintang dulu ya, Ay. Kalo nggak ada juga, nanti Mas belikan di Indom*ret depan."

"Sebentar, Mas sebentar." Kelaya menahan Bara yang bersiap meninggalkan kamar dalam rangka mencarikannya pembalut. "Aku saja yang tanya sama Bintang dan kalo pun nggak ada pembalut, Mas bisa beli setelah kita makan malam, aku masih aman sampai saat itu, nggak akan tembus."

Kelaya punya kebiasaan datang bulan, untuk hari pertama—lebih tepatnya dua sampai tiga jam setelah si merah itu datang, dia akan aman-aman saja tanpa menggunakan pembalut, tapi setelah itu, derasnya tak terkira. Kelaya wajib membawa pembalut cadangan setiap pergi ke sekolah. Jadi, kalau hanya untuk makan malam yang paling lama satu jam, dia masih akan baik-baik saja.

Akan tetapi, Bara sepertinya tak percaya begitu saja.

"Yakin?"

Bara bukannya tak percaya, ia hanya khawatir. Ia takut Kelaya tiba-tiba tembus, dan perempuan itu pasti akan malu jika hal itu terjadi di depan kedua orang tuanya.

"Iya."

"Beneran?"

"Iyaaa, Mas Bara." Kelaya jadi gemas sendiri. Ia lantas memutar sepenuh tenaga tubuh Bara dan mendorongnya ke luar kamar. "Ayo, aku mau nyari Bintang dulu baru menyusul ke dapur."

Oh My Doctor (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang