Bab 39. Rasa yang Setara

218K 6.8K 339
                                    

Happy readiing 🔥🔥

Beberapa bab menjelang ending

***

"Aduh, malas banget."

Sejak bangun pagi hingga sekarang duduk enteng di meja makan, Kelaya tak begitu bersemangat menyambut hari pertama sekolah setelah libur tengah semester.

Kalau boleh jujur, ia rindu sekolah—tapi tidak tugas-tugasnya. Ia hanya rindu suasananya, makanannya dan bergosip bersama Bintang. Selebihnya, Kelaya tidak suka. Apalagi hari ini ia harus apel pagi. Aduh, makin menjadi malas Kelaya.

Akan tetapi, kemalasannya tak didukung dengan Bara yang begitu bersemangat mempersiapkan keperluan sekolah Kelaya. Mulai dari seragam, tas, hingga kaos kaki.

Lihat, suami tampannya itu ke luar dari kamar dengan menenteng dua tas mereka, tas hitam Bara di tangan kiri dan tas biru muda Kelaya di tangan kanan. Untuk sesaat mata mereka bertemu ketika Bara menoleh ke meja makan. Kelaya mengacungkan jempol dengan senyum lebar.

"Topinya sudah Mas masukin ke tas, ya Ay."

"Oke, Mas."

Kelaya bergegas menyuap nasi suapan terakhir di piringnya lalu merapikan meja makan dengan gerakan kilat. Kecepatan makannya dan Bara itu memang bagai kura-kura dan kuda—sungguh tak seimbang.

"Mas botol minumnya sudah aku isi." Sambil mencuci piring di wastafel, Kelaya melapor singkat pada Bara yang kini berjalan mendekat padanya. Lelaki itu meraih dua botol minum di meja makan lalu memasukkannya ke dalam tas mereka masing-masing.

"Air putihnya jangan lupa diminum ya, Ay. Jangan cuman dibawa doang."

Bara sering mengingatkan Kelaya untuk minum air putih yang cukup. Namun, nasehat Bara seringnya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Tak membekas sama sekali.

"Siap, Mas."

"Dipraktekin, Sayang. Jangan 'siap-siap' doang," kata Bara lembut.

"Iya."

Kelaya sudah berusaha sebaik mungkin mengikuti perkataan Bara, tapi kebiasaan itu sulit untuk dirubah. Ia terbiasa minum seperlunya, bahkan bisa hanya minum empat gelas perhari. Satu gelas makan pagi, satu gelas makan siang, satu gelas makan malam, segelas sisanya Kelaya minum saat makan camilan—itu pun kalau ia lagi mood nyemil. Sangat berbanding terbalik dengan Bara yang menjunjung tinggi pemenuhan kebutuhan cairan tubuh per hari.

Saat Bara mendapati kebiasaan Kelaya tersebut, tentu saja lelaki itu menegurnya. Itu bukan kebiasaan baik, dan bisa merusak tubuh jika dilakukan dalam jangka panjang.

Bara sekali lagi melihat ke dalam tas Kelaya, memastikan kalau Kelaya tak lupa memasukkan camilan ke dalam sana. Syukurlah sudah. Dengan begitu, meski mager ke kantin, Kelaya tak akan kelaparan.

Selesai dengan perkara tas, Bara menoleh pada Kelaya. Cepat-cepat perempuan itu mengalihkan pandang, cucian piringnya yang tak seberapa belum selesai dibilas gara-gara sibuk menatapi Bara.

Sadar Ay .. sadar! Sempat-sempatnya dia terpesona dengan penampilan rapi Bara yang memakai kemeja berwarna biru muda. Warna pastel pertama yang Bara pakai dan punya—tentu atas campur tangan Kelaya.

Mengingat dirinya akan membagi ketampanan Bara dengan perempuan-perempuan di luar sana, Kelaya jadi tak rela.

"Kenapa, Ay?"

Perempuan itu terlonjak saat Bara tiba-tiba saja berdiri di sisinya. Kelaya tak sadar menghela napas berat dan meletakkan piring dengan keras.

"Nggak papa, Mas." Ia menoleh sekilas sambil mencuci tangannya. Cucian piring telah selesai.

Oh My Doctor (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang