"Tanggung jawab, Ay." Bara melebarkan paha gadis itu. "Saya kesakitan ..."
**
"Jangan tegang, Ay, saya janji tidak akan sakit."
"Ahh ..."
"Ay ... saya ingin lebih." Bara berbisik serak, pinggulnya kian bergerak cepat.
***
Bara telah bersiap bergerak brutal, tapi terjadi hal tak terduga yang membuatnya tanpa sadar mengumpat.
Ponsel Bara berdering nyaring.
Awalnya dua orang itu mencoba tak peduli, tapi ponsel Bara terus menerus berbunyi hingga Kelaya mencoba menghentikan Bara.
"Angkat Bang ... siapa tahu penting."
"Biarin aja, Ay ..." Bara sedang dalam situasi genting-gentingnya. Tidak bisa diganggu, bahkan oleh badai sekali pun.
"Abang ..."
Mau tak mau akhirnya Bara beranjak dari kesenangannya, wajahnya keruh tak terbendung, siap memaki siapa saja yang menelponnya kalau tak penting. Tanpa menarik celananya, Bara merangkak kecil ke arah nakas di samping tempat tidur.
"Abang celananya ..."
"Sebentar aja, Sayang," responsnya.
Alisnya sedikit mengerut melihat nama yang tertera di ponselnya.
"Kenapa Bang?"
"Bintang nelpon, Ay." Bara mengangkat telpon dengan cepat.
"Abaaaaaang!"
Lelaki itu hampir menjauhkan telpon mendengar teriakan melengking Bintang.
"Abang, Kelaya lagi sama Abang, kan?"
Bara melirik Kelaya sejenak. Tangannya terulur menurunkan baju Kelaya yang tersingkap, Bara tidak bisa fokus. "Iya, kenapa?"
"Speaker dong, Bang, pentiiing banget banget banget."
Berat hati Bara mengaktifkan speaker ponselnya, setelahnya ia memberikan ponsel tersebut ke tangan Kelaya.
"Kenapa, Bang?" tanya Kelaya heran, tapi Bara tak menjawab apa pun. Lelaki itu meletakkan telunjuknya di depan bibir sembari kembali mengungkung tubuh Kelaya.
"Aaay ..."
"Em, iya, Bin?" Kelaya menggeleng ke arah Bara, bisa-bisanya lelaki itu kembali berulah saat ia menerima telepon Bintang. Kalau Kelaya kelepasan mendesah bagaimana?
"Ay, kenapa lo nggak angkat telpon gue, sih?" Mana mungkin Kelaya mendengar telpon Bintang, ponselnya saja ia lupa entah dimana.
Kelaya ingin menjawab, tapi Bara telah aktif bermain di bawah tubuhnya. "Gue ... gue nggak tahu hp gue di mana." Susah payah, Kelaya menjawab.
"Kok bisa?! Aduh, Ay, ini gawat darurat! Lo sudah ngerjain PR Bu Astuti belum?" tutur Bintang panik.
Kelaya yang semula hampir kembali larut pada gairah yang Bara coba ciptakan langsung membelalak. Gawat, Kelaya lupa!
"Gue juga belum—ah!" Dengan sebelah tangan memegangi ponsel, sebelah tangan Kelaya lagi mencengkeram erat pinggiran bantal. Mati-matian menahan diri untuk tak mendesah atas permainan Bara.
"Ay, lo nggak papa, kan?"
"Eng, nggak papa, Bin." Seandainya saja Bintang tahu apa yang tengah terjadi pada Kelaya saat ini, gadis itu pasti akan berteriak histeris. Atau mungkin, Bintang malah syukuran. Siapa tahu kan? Kelakuan Bintang selalu tak tertebak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Doctor (21+) [END]
Romance"Bantuin ngebuktiin kalau Abang gue masih normal, Ay. Mau ya ... ya mau ya? Please, nggak bakal yang macam-macam kok caranya, lo tenang saja." *** Bagi Kelaya yang jarang terlibat hubungan romantis, menyetujui misi dari Bintang untuk menggoda Bara a...