Bab 37. Gagal Menahan diri

289K 7.4K 178
                                    

 Selamat hari senin semuanyaaaa ....

Selamat menikmati hidangan anget-anget di pagi dingin seperti ini ❤️‍🔥

***

"Ay jangan mepet-mepet nanti dia bangun."

Ciuman mereka sebelumnya hanya berakhir dengan sekedar ciuman panas dan Bara lebih memilih menyelimuti Kelaya. Namun, seseorang yang ia coba selamatkan dari keganasannya itu malah memasukkan Bara ke dalam selimut bersamanya. Memeluk erat, seperti yang biasa mereka lakukan saat tidur. Kaki Kelaya menyelinap di antara kaki Bara, menjadikannya sebagai guling.

"Masa gini doang nggak boleh?" tanya Kelaya lirih.

Sialnya, datang bulan membuat Kelaya sensitif. Itu kabar buruk untuk Bara.

"Bukan nggak boleh, Sayang." Bara menjelaskan selembut mungkin, berhati-hati agar tak salah kata. "Tapi kaki kamu nggak usah nyelip di sini, nanti Mas terangsang. Kalo dia bangun susah nidurinnya."

Terus terang adalah jalan ninja Bara saat otaknya mendadak buntu mencari kata paling halus untuk diucapkan pada Kelaya.

"Oh, oke deh." Kelaya yang paham situasi akhirnya memilih mengalah. Menarik kakinya yang menyelinap di antara kaki Bara. Padahal kakinya tak sampai menyentuh area sensitif Bara, tapi suaminya itu tetap protes. Mungkin, efek ciuman panas mereka tadi belum sepenuhnya reda kali, ya? Sepertinya begitu.

Kelaya tahu dirinya yang memancing Bara, tapi itu hanya sekedar ciuman sebagai rasa terima kasih pada Bara yang telah membelikannya pembalut, tak ada niatan mengajak Bara yang iya-iya. Kelaya juga sadar situasinya yang tak bisa mantap-mantap dengan Bara.

"Kayak gini boleh?" tanyanya pada Bara yang juga menatap dirinya. Lelaki itu mengangguk, memeluk Kelaya kembali. Dirinya telah lebih baik saat kaki Kelaya tak berada di antara kakinya.

Lebih baik, bukan berarti baik-baik saja. Ia menengadah, menghirup napas dalam-dalam, mengendalikan diri sebaik mungkin. Tahan, Bar, tahan ....

"Mas beneran nggak papa?"

Jangan ditanya begitu, Sayang. Bara ingin sekali mengucapkan itu. Sebab pertanyaan Kelaya kian memperparah kondisinya.

Lelaki itu hanya mengangguk, menarik kepala Kelaya untuk kembali untuk tenggelam di dadanya. Akan tetapi, jantung Bara tak bisa diajak bekerja sama. Ia menggila dan tentu Kelaya menyadari keadaannya.

Apa yang harus Kelaya lakukan?

"Mas ..." Tangan perempuan itu membuat pola di dada Bara yang tertutup kaos putih polos. "Perlu bantuan nggak?"

Kelaya tahu dirinya cari mati, tapi ia tak tega dengan Bara yang mencoba menahan diri seperti ini. Sesaat setelah ciuman mereka tadi pun, Bara hanya menyelimutinya dan diam memeluknya. Kelaya paham sekali Bara tengah mencoba mengendalikan diri.

"Ay ..." Bara menggeram, menangkap tangan Kelaya agar tak kian nakal. "Jangan mulai kalau kamu nggak mau nanggung konsekuensinya."

Tolonglah, Bara tengah menahan diri karna tahu Kelaya tengah datang bulan dan gadis itu sempat mengeluh sakit perut. Mana mungkin Bara meminta Kelaya melakukan yang aneh-aneh?

Kelaya tanpa sadar cemberut. "Ya sudah, Mas peluk aku lagi aja."

Akhirnya, malam itu—untuk pertama kali setelah menikah—mereka tak melakukan apa-apa. Hanya tidur, benar-benar tidur.

Bara sendiri pun tak tahu kalau efek yang akan ditimbulkan dengan menahan diri seperti ini layaknya bom waktu, yang siap meledak hanya dengan sedikit pemantik.

Oh My Doctor (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang