women's series #2
Amanda, sarjana Manajemen yang lulus dengan predikat cumlaude. Namun, malah luntang-lantung tidak mendapatkan pekerjaan. Sampai suami sepupunya menawarkan pekerjaan di perusahaan temannya, sebagai staff di divisi keuangan.
Awalnya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bunga tadi lo kemanain, Man? Kok udah nggak ada?"
Amanda yang sedang memasang helm, menoleh pada Kartika. Gadis itu tersenyum tipis. "Ada, kok. Udah gue simpan," jawabnya.
Kartika hanya ber-oh singkat, tidak lagi menyinggung perihal buket bunga lili yang diterima Amanda tadi siang. Sementara Amanda langsung berpamitan karena hari semakin gelap. Mereka tidak lagi pulang bersama karena Kartika yang sudah memiliki pacar yang siap mengantar-jemputnya kerja.
"Hati-hati."
Amanda hanya mengacungkan jempol ke udara tanpa menoleh ke belakang, karena sudah melajukan motor. Kini dia sudah bergabung dengan pengendara lainnya di jalan raya. Macet, banyak asap dan panas menjadi satu saat dirinya pulang sore hari ini.
Meskipun terlihat tenang, sebenarnya Amanda merasa tidak nyaman dengan kiriman bunga lili tersebut. Dulu saat masih berkuliah, dia hampir melaporkannya karena merasa diteror. Namun, setelah lulus, si pengirim telah berhenti dan Amanda berpikir orang tersebut hanya iseng.
Gadis itu membuang bunga lili tersebut, sesuai perintah Ayunda. Ayunda satu-satunya orang yang tahu mengenai masalah bunga lili tersebut saat dulu di kirimkan untuknya. Ayunda mengatakan bisa jadi dalam buket itu diselipkan kamera tersembunyi, makanya dia menyuruh Amanda untuk membuangnya.
Tak terasa Amanda sudah masuk ke komplek perumahan tempatnya tinggal. Gadis itu pun berhenti sejenak di warung ayam bakar untuk membeli makan malam, pinggir jalan.
"Bang ayam bakar dua. Kayak biasa, ya."
"Sip, Mbak Manda, ditunggu sebentar."
Sebab terlalu banyak orang yang mengantri, Amanda memilih untuk melipir ke pojokan. Berhubung ada kursi kosong, gadis itu pun duduk mengistirahatkan kakinya sebentar.
"Mbak Amanda?"
Saat Amanda sedang sibuk dengan ponselnya, panggilan seseorang mengalihkan perhatiannya. Saat mendongak, dia mendapati Farel berdiri di depannya. Tampaknya laki-laki itu baru balik dadi suatu tempat. Masih ada helm dan tas ransel yang setia di pundaknya.
"Long time no see," sambungnya yang membuat Amanda tersenyum tipis.
"Baru balik dari kampus, Rel?"
"Iya, nih, Mbak."
"Emangnya ada urusan apa sampai izin tadi?"
Farel menarik kursi kosong lain untuk duduk di samping Amanda, sekalian melepas helmnya. "Biasa Pak Djarot, jadwal ulang mata kuliah seenaknya. Padahal, kan, udah tau kalo kami lagi magang, tapi tetap nggak mau ditinggal kelasnya."
"Hm, tau banget kalo dosen killer yang satu itu. Emang terkenal sampe satu fakultas. Udah kasih nilai untung-untungan, dibikin ribet lagi. Jangan sampe, deh, dapet dosbing atau pengujinya dia, habis dihajar." Amanda ikut mengeluhkan dosen mereka di kampus karena dia mengenalnya.