Sudah tiga hari sejak diungkapnya kasus peneroran Amanda dan sudah tiga hari juga gadis itu berada di Bogor. Mau tidak mau, dia harus ikut orang tuanya ke rumah mereka karena takut Farel bertindak diluar nalar.
"Anda, Bunda mau ngomong."
"Ada apa Bun?"
"Sebaiknya Anda keluar aja dari kerjaan itu. Anda tinggal di sini sama Ayah Bunda."
Ucapan Dania membuat pergerakan tangan Amanda yang ingin menyuapkan makanan ke mulut, terhenti di udara. Gadis itu jelas menunjukkan raut wajah penolakan.
"Ini untuk kebaikan kamu juga. Kalo emang kamu takut bosan, kamu bisa bantu Ayah sama Bunda ngurus kebun strawberry. Atau mau buat produk makanan sendiri? Boleh. Bunda sama Ayah bakal usahain apapun untuk kamu," sambung wanita itu. Masih kekeuh dengan pendapatnya.
"Bun, kenapa harus sejauh itu? Lagian orang itu udah di tangkap polisi, kan?" kilah gadis itu meskipun masih ada perasaan was-was juga.
"Jujur aja kamu juga takut, kan?" Tepat sekali ucapan dari Dania, buktinya Amanda langsung diam.
"Mungkin untuk sementara Anda bisa tinggal sama Teh Gadis atau Teh Syita sampai pengadilan menjatuhkan hukuman ke orang itu."
Dania langsung menggelengkan kepala. "Nggak bisa. Kalo kamu tetap mau kerja di Jakarta, ya udah kamu harus nikah. Bunda udah capek bilang ini dan itu, tapi kamu tetap aja nggak mau denger. Sekarang pilih aja, resign dari sana atau menikah?"
Amanda kalah telak. Dia tidak bisa memilih antara dua hal tersebut. Dia tidak mau resign dari pekerjaan yang nyaman dan susah payah dia dapatnya. Namun, dia juga tidak tahu harus menikah dengan siapa.
"Bun—"
"Kali ini Ayah diam aja kalo nggak membantu," potong Dania. Budi diam untuk meredam suasana tegang diantar mereka. Dia bukannya tidak bisa tegas, hanya saja Dania tidak bisa dipaksa dengan kekerasan.
"Keputusan ada di tangan kamu, Anda. Kalo kamu beralasan nggak punya pacar, Bunda bisa nyari calon suami terbaik buat kamu."
Amanda memijat pelipisnya. Dia menyimpan makanannya dan beranjak dari meja makan. Hal itu tentu membuat Dania lebih kesal. Sementara Budi hanya bisa menghela napas gusar, kasian juga saat melihat Amanda yang terlihat stress.
Pria itu melirik piring Amanda yang tersisa banyak makanan. Budi semakin menghela napas saat Dania juga memilih masuk ke dalam kamarnya. Tinggal lah dia sendirian di sana dengan pikiran yang bercabang.
●○●○●○●○
Netranya terfokus pada langit malam yang tampak suram. Awan-awan gelap terlihat menutupi bulan dan bintang yang biasa meneranginya. Gadis itu menghela napas, lelah mendongak ke atas karena suasananya sama dengan pikirannya yang sedang kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanda [TAMAT]
ChickLitwomen's series #2 Amanda, sarjana Manajemen yang lulus dengan predikat cumlaude. Namun, malah luntang-lantung tidak mendapatkan pekerjaan. Sampai suami sepupunya menawarkan pekerjaan di perusahaan temannya, sebagai staff di divisi keuangan. Awalnya...