Usai Penantian

1.2K 142 32
                                    

Kamar itu tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kamar Jan Raka. Tapi kamar itu ditata sedemikian rupa. Gitar milik Bara berdiri tepat di samping tempat tidur Bara. Melihat hal itu saja, Jan Raka bisa membayangkan bagaimana adiknya itu memetik gitar sambil bersandar di kepala kasurnya.

Adiknya, Hati Jan Raka menghangat, anggap dia gila. Tapi dia benar-benar sudah menganggap Bara seperti adiknya sendiri. Apalagi setelah hari ini.

Jan raka tersenyum tipis, saat matanya menangkap sebuah pemutar piringan hitam diatas nakas. Satu lagi kesamaan yang dia temukan antara Bara dan keluarganya. Kesukaan bara yang satu ini sama persis dengan kesukaan ayahnya.





"Rasanya akan sedikit tidak nyaman" ucap laboran itu dengan lembut.

Bara mengangguk ragu, dia bersandar pada sofa ruang tamunya. Matanya memejam saat cotton swab steril itu menggosok bagian dalam pipinya.

Yaksa mengamati setiap pengambilan sample yang dilakukan itu dengan seksama. Dia berusaha dengan kuat untuk tidak memeluk Bara apalagi saat wajah anak itu terlihat tidak nyaman.



"Bara satu kali lagi ya, kami akan mengambil darah Bara"

Bara lagi-lagi hanya diam mengangguk. Dia menatap mata Jan Raka sekilas saat merasakan elusan di telapak tangannya, yang entah sejak kapan sudah berada di genggaman kakak sahabatnya itu.


Berdasarkan perintah dari Yaksa, mereka mengambil semua sample DNA Bara. Mulai dari rambut, jaringan mukosa, hingga darah. Yaksa ingin memastikan semuanya.

Mahes ikut mengernyit saat wajah Bara terlihat menahan sakit saat jarum menusuk lengannya.



"Baik, sudah selesai. Hasil pemeriksaan akan saya kirim melalui email paling lambat besok malam" ucap kepala laboran itu pada Yaksa dan Detektif Christ.

"Saya akan sangat mengapresiasi jika anda dapat memberikan hasilnya lebih cepat"

"Kami akan mengusahakan semaksimal mungkin, pak Yaksa"

Laboran itu menunduk hormat dan berlalu dari hadapan Yaksa. Yaksa berdiri di dekat pintu utama. Tangannya bersedekap di dada. Matanya menatap lekat pada Jan Raka yang mengelus rambut Bara.




"Ayah gak mau kenalan sama Bara?" ucap Mahes pelan, memastikan hanya ayahnya yang mendengar. Mahes tau bahwa ayahnya ini benar-benar ingin memeluk Bara, membawa anak itu ke dalam dekapannya.

"Nanti aja, kasian Bara dia pasti tambah bingung kalau kenalan sama kita" ucap Yaksa,




Yaksa menatap Bara lekat, mengamati setiap inchi wajah anak yang sedang bicara dengan Jan Raka. Sejak dia melihat wajah anak itu di pintu rumah keluarga Emanuel, hatinya sudah mantap bahwa Bara adalah Bayu anaknya.

Yaksa mengulas senyum tipis, dia ingin sekali cepat-cepat membawa Bara pulang ke rumahnya. Dan membanggakan dirinya dihadapan Tara lagi, bahwa sepertinya gen nya juga masih tidak mau mengalah. Wajah Bara memang lebih mirip Tara istrinya, tapi Yaksa menemukan beberapa kemiripannya dengan fitur wajah anak itu.




Senyum tipis Yaksa menghilang, hatinya berubah cemas "Sangga sudah sampai di rumah?"

Mahes mengangguk, ayahnya ini juga mengkhawatirkan Sangga "Sangga sudah sampai dirumah yah, ayah gak usah khawatir ya, urusan Sangga biar Mahes yang bicara sama anak itu"


----------

Sore hari selanjutnya, tepat di ruang kerja yang berada di lantai 15 JNJ Entertainment. Yaksa meluruh, dia biarkan dirinya berada di pelukan anak sulungnya. Mahes memeluknya dengan erat

Bara BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang