32. Lega

997 71 0
                                    

Happy reading

Hari demi hari sudah berlalu. Namun Jerry masih belum juga sadar. Ini bahkan sudah hari keenam. Jayden sampai mengabaikan semua pekerjaannya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Tak jarang ia membawa pekerjaan ke rumah sakit.

Tak jauh beda dengan Mael. Ia akan mampir sebelum berangkat sekolah, lalu datang setelah pulang sekolah. Kemudian jika jam telah menunjukkan pukul 22.00 ia akan pamit pulang. Namun jika keesokannya ia tidak sekolah, maka Mael akan menginap di rumah sakit. Terkadang Lucky dan Junio ikut serta ke rumah sakit, hanya untuk melihat keadaan Jerry.

Sementara Javier, ia datang setiap hari walau tidak selama Mael. Dan ia selalu menyempatkan diri untuk mengajak Jerry berbicara. Ia akan menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah. Terkadang Renze dan Hanzel ikut bersamanya. Begitupun kedua orang tua Javier dan Mael. Tanpa lelah mereka menunggu Jerry sadar.

~

Hingga tiba di hari ke-11. Javier baru saja meninggalkan rumah sakit. Jayden tengah sibuk dengan pekerjaannya. Ia duduk di sofa dengan memangku laptop di sisi lain ruangan ICU. Sementara Mael, ia nampak tertidur di kursi di sisi ranjang Jerry. Tangannya menggenggam tangan Jerry.

Setelah tertidur beberapa saat, Mael terbangun. Ia merasa haus. Namun saat hendak beranjak, ia merasakan sebuah pergerakan pada tangan yang digenggamnya. Seketika Mael membeku. Benarkah yang ia rasakan? Dia terdiam, menunggu beberapa saat. Dan benar saja, tangan dalam genggamannya bergerak. Ia terkejut.

"Jerry!? Kamu sudah sadar? Om, tangan Jerry bergerak!."

Jayden terlonjak dari duduknya. Diletakkannya asal laptopnya lalu segera beranjak mendekati ranjang Jerry. Mael menunjukkan tangan Jerry yang tadi bergerak. Mereka beralih memandang mata Jerry.

"Jer, Nak," panggil Jayden.

"Jerry!?" Mael juga mencoba memanggilnya.

Lalu mereka tersentak. Mata itu, mata yang selama hampir 2 minggu terpejam kini bergerak. Perlahan mata itu terbuka.

"Jerry, kamu sadar Nak," ucap Jayden haru.

Air matanya menetes. Ia lalu memencet tombol untuk memanggil dokter. Sementara Mael tak jauh beda. Badannya terasa lemas. Ia terduduk. Lega melihat orang terkasihnya telah sadar. Penantian mereka tidak sia-sia.

Tak lama dokter beserta beberapa perawat datang. Mereka segera mengecek keadaan Jerry. Sementara Jayden dan Mael menunggu dengan sabar di depan ruang ICU. Setelah agak lama memeriksa keadaan Jerry, akhirnya mereka selesai.

"Pasien sudah berhasil melewati masa kritisnya, namun masih lemah dan responnya masih sangat kurang. Kita harus bersabar sedikit lagi," ucap dokter kala keluar dari ruang ICU.

"Bila kondisinya semakin membaik, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan. Terus ajak dia bicara untuk membantu merangsang responnya," sambung sang dokter.

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Jayden degan nada suara bergetar.

Dokter tersebut menepuk pelan bahu Jayden seraya berkata, "Seperti yang saya bilang, putra Anda anak yang kuat. Dan dia kuat karena memiliki ayah yang luar biasa."

Lalu dokter tersebut tersenyum kepada Jayden.

"Iya, Dok. Dia memang anak yang kuat. Dia anak yang luar biasa," ucap Jayden penuh haru.

Lalu dokter dan para perawat itu beranjak pergi. Jayden dan Mael segera masuk ke dalam ruang ICU. Menemui Jerry mereka yang kini telah sadar kembali.

My Precious Boy | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang