3. Boys Flower

1.4K 79 1
                                    

Happy reading

    

   

Saat ini suasana di lorong North City School sangat sepi. Para siswa sedang berada di kelasnya masing-masing untuk menerima pelajaran. Namun suasana yang berbeda justru terjadi di lapangan basket. Para siswa-siswi kelas 12-1 sedang berada disana. Olahraga adalah jadwal mereka pagi ini. Para siswa laki-laki sedang bertanding basket, sedangkan siswa perempuan duduk menonton di tribun penonton.

Pertandingan berlangsung sangat seru. Namun tiba-tiba bola melambung sangat jauh ketika Lucky melemparnya. Junio berusaha mengejarnya. Tiba-tiba seseorang mengambil bola itu, lalu melemparnya kepada Junio. Ternyata Jerry. Ia bersama Renze, Hanzel dan Javier.

"Thanks Jer," ucap Junio kepada Jerry setelah mendapatkan bolanya.

Jerry membalasnya dengan anggukan. Ia berlalu begitu saja dengan diikuti ketiga temannya. Semua siswa di lapangan basket memandang mereka. Tepatnya memandang Jerry. Si anak baru yang banyak mencuri perhatian karena ketampanannya. Para siswi di tribun pun mulai berbisik-bisik, mengagumi ketampanan Jerry.

Belum jauh mereka berjalan, Mael menegur.

"Hei, kalian kenapa ada disini? Kalian gak bolos kan?"

Serempak mereka menoleh.

"Jam kosong Kak. Pak Johnny gak masuk," jawab Renze.

Di belakangnya Hanzel mengomel.

"Dasar ketua OrDis. Sukanya cari kesalahan orang aja."

"Bukan cari kesalahan Hanz. Aku cuma tanya," sanggah Mael.

"Pak Johnny gak masuk tapi kasih tugas dan kami sudah selesai. Kata Bu Selly kami boleh keluar kelas kalo udah selesai. Tohh abis ini jam istirahat," terang Renze panjang lebar.

"Oh ya sudah. Maaf kalo pertanyaanku bikin kalian gak nyaman," kata Mael seraya melirik Hanzel.

"Makanya, lain kali jangan asal nuduh," sahut Hanzel sewot.

Mael menghela nafas.

"Aku gak ada niat nuduh, aku cuma mau tanya dan sekaligus mengingatkan. Soalnya kalian sama Jerry. Dia masih baru disini. Aku gak mau dia sampe kena pengaruh buruk. Walaupun sebenarnya aku yakin Renze gak mungkin melakukan hal negatif. Karena memang dia gak pernah sekalipun ngelanggar aturan."

"Eits, aku juga gak pernah lohh Kak. Namaku belum pernah masuk buku hitam," kata Javier gak terima.

"Kamu pernah kali Jav, waktu awal masuk dulu. Bolos sekali karena males ngikutin pelajarannya Pak Johnny," Hanzel mengingatkan.

"Oh iya. Lupa," ucap Javier seraya menggaruk tengkuknya yang gak gatal.

Mael menoleh pada Jerry yang sedari tadi hanya diam saja.

"Jer, gimana perasaan kamu setelah 2 hari sekolah disini?" tanyanya.

"Biasa aja," jawab Jerry singkat.

"Gak ada masalah?"

"Gak."

"Kalo butuh apa-apa bilang aja ya," kata Mael lagi.

"Ok."

Jerry kemudian mengalungkan tangannya pada leher Javier seraya berkata, "Ayo ke kantin."

Javier nurut. Hanzel mengekor di belakangnya. Sementara Renze masih bertahan. Ia berpamitan pada Mael.

"Kami ke kantin dulu Kak. Silahkan dilanjut pertandingannya," pamitnya gak lupa pasang senyum manis.

"Oh, iya Ren. Silahkan," jawab Mael.

Renze kemudian berlari mengejar teman-temannya.

      

~

    

Keempat sekawan itu berjalan beriringan, menjadi pusat perhatian. Gimana gak jadi perhatian. Mereka berempat punya visual yang gak main-main.

Renze yang bertubuh paling kecil. Tampan sekaligus imut, dengan mata lebar dan senyum yang selalu mengembang di wajahnya. Menunjukkan keramahannya.

Hanzel yang memiliki kulit tan berwajah manis. Dengan bibir berbentuk hati dan mata sayu, semakin menambah pesonanya. Sifatnya sangat friendly, sehingga siapapun menyukainya.

Javier si cool boy. Berbadan atletis. Tampan tapi sangat misterius. Bisa jadi sangat pendiam tapi tiba-tiba bisa berubah jadi banyak omong dan cerewet. Memiliki senyum yang menawan, seperti seorang pangeran.

Terakhir, Jerryco. Yang paling tinggi diantara mereka berempat. Tampan luar biasa. Maklum, keturunan bule. Matanya yang sipit dengan bulu mata yang panjang. Selalu memasang wajah serius dan dingin. Seperti ice prince.

Mereka berempat berjalan bersama benar-benar menarik perhatian. Semua mata tertuju pada mereka. Tak hanya para siswi, tapi juga para siswa yang tengah berada di tengah lapangan. Hingga pertandingan terhenti sementara.

"Renze imut banget sihh. Senyumnya itu lo, bikin aku melting," celetuk seorang siswi.

"Javier, noleh dong... Ganteng koq disimpen sendiri," seru yang lain.

"Eh, Hanzel ku dong, manis, ramah. Liat, dia bahkan melambaikan tangan."

"Yang paling ganteng tuhh si anak baru. Liat dia. Udah tinggi, putih banget lagi. Senyum dikit napa sihh Jer."

Ujaran kekaguman mulai terdengar dari arah tribun.

"Wah gila sihh ini. Mereka berempat bener-bener dahh auranya," seru Lucky.

"Iya woy. Kita keliatan buluk kalo deket mereka," kata seorang siswa di sebelah Lucky.

"Lo aja kali'. Gue mah masih bisa disandingin sama mereka. Liat aja aku sama Jerry, 11-12 kan?" ucap Lucky penuh percaya diri.

"11-12 apanya? Yang ada 11-12.000.000," sewot Junio.

"Lebay lo," Lucky cemberut.

"Tapi kalo diliat-liat, mereka ini kaya' di drakor dehh. Iya gak?" sambung Lucky.

"Drakor apanya? Jelas-jelas Jerry bule amrik."

"Ituloh.. Yang 4 cowok sama 1 cewe. Apa dahh namanya?"

"Boys Before Flower," Mael yang sedari tadi diem tiba-tiba nyaut.

"Nahh itu! Boys Flower! Vibes nya kaya' gitu kan?" seru Lucky antusias.

"Ya elah, nyebut gitu aja gak bisa," kata Junio.

"Lupa anjir."

"Tapi emang bener kamu Luc. Mereka berempat udah kaya' Boys Flower," seru yang lain.

"Nahh kan. Apa kata gue."

Mael diam mendengar obrolan temannya. Matanya masih terus menatap Jerry. Dia mulai penasaran dengan pemuda itu. Ingin mengenalnya lebih jauh.

'Coba nanti aku tanya-tanya ke Renze,' batin Mael.

     

    

To be continue

My Precious Boy | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang