Bab 22

1.1K 139 21
                                    

Sahara POV

Tidak ada yang berubah setelah kunjungan singkatnya waktu itu. Ini sudah sebulan lamanya dia kembali lagi ke switzerland dan ya dia meninggalkanku lagi dan entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya.

Perusahaanku tidak jadi berinvest di perusahaannya, dia sendiri yang menolaknya pada akhirnya. Itu terjadi di detik-detik penandatanganan kontrak kami saat dia menemuiku terakhir kali di rumahku dengan kondisiku yang sedang sakit itu. Sepertinya dia benar-benar tidak ingin lagi berhubungan denganku.

Jujur aku masih tidak mengerti dan tidak bisa menerima begitu saja, alasannya tidak bisa bersamaku karena janjinya pada orang lain, feelingku mengatakan bahwa Daddy lah yang membuat Belgia menjanjikan itu, tapi apa yang membuat Belgia berjanji seperti itu, apa Daddy mengancam Belgia dan hidupnya. Secepatnya aku harus menemui Daddy dan mendesaknya untuk mengatakan kebenaran yang terjadi.

"Apa yang sedang kau pikirakan Sa?" Tanya Gema tiba-tiba dan itu menyadarkanku segera dari lamunan ku tentang Belgia. Hmm aku sedikit merasa bersalah karena memikirkan orang lain saat bersama Gema.

"Tidak ada, hanya memikirkan Daddy ku." Jawabku. Sambil kembali menikmati pemandangan dari atas restoran sebuah hotel bintang 5 ini.

Ini ide Gema mengajakku dinner romantis karena sudah lebih 6 bulan kami bertunangan tidak sekalipun kami melakukan hal-hal yang di lakukan layaknya pasangan sesungguhnya, lebih tepatnya aku yang sering menolak dengan alasan lembur kerja. Sebuah alasan klasik yang sebenarnya hanya sebuah alasan agar aku tidak pergi dengannya.

"Bagaimana kondisi Daddy mu sekarang?" Kembali kualihkan pandanganku padanya.

"Sepertinya jauh lebih baik." Ujarku sambil mengingat percakapan ku di telepon dengan Mommy beberapa hari lalu, kondisi Daddy sejauh ini baik.

"Ah syukurlah, semoga Daddy mu cepat kembali ke sini." Ujarnya tulus.

"Tapi sepertinya dalam waktu dekat aku yang akan menemuinya di Swiss."

Ya satu-satunya jalan agar rasa penasaranku tidak berlarut-larut, aku harus menemui Daddy segera karena Daddy belum bisa kembali ke Indonesia dalam waktu dekat. Meski bisa di katakan baik tapi kondisi Daddy harus selalu mendapat pantauan dari dokter dan karena itulah dokter belum mengizinkannya untuk bepergian jauh menggunakan pesawat.

"Kau akan ke sana?" Tanya Gema lagi, aku bisa menangkap raut khawatir di wajahnya.

"Sepertinya begitu."

"Apa perlu aku temani?"

"Tidak, aku pergi sendiri saja." Jawabku lugas. Tidak mungkin mengajak Gema, lagi pula dia punya pekerjaan juga di sini.

Suasana hening sejenak, aku pun kembali memperhatikan keadaan di bawah sana tampak lampu-lampu kendaraan mewarnai malam jalannya ibukota, kalau di lihat dari atas itu cukup indah.

"Hmm Sa, aku ingin menanyakan sesuatu." Dia tampak ragu.

"Tentang?" Tanyaku lagi.

"Tentang kita."

Aku mengernyitkan dahiku "Mau menanyakan hal apa?"

"Hmm maaf kalau pertanyaanku ini mungkin terlalu cepat." Dia tampak ragu dan menjeda sebentar kalimatnya, aku masih menunggu tentang hal apa yang ingin dia tanyakan. "Apa kau sudah menerimaku menjadi tunanganmu? Hmm maksudku apa kau sudah melihatku sebagai pria yang nantinya akan menikahimu?"

Seketika aku mendengus. Aku sedang malas membahas hal-hal seperti ini. Aku benci merasa tidak enak kalau aku mengatakan hal jujur padanya.

"Huft maaf Gema, Aku tidak tau, aku belum ada jawaban dari pertanyaanmu itu." Jawabku sekenanya saja.

MY SAFE PLACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang