Happy Reading!
><
"Cha, lo jangan pergi kemana-mana. Gue mau nyusul Gio yang motornya rusak di jalan," seru Atlan dari lantai bawah. Setelah mengantar Acha, Atlan hanya berganti baju dan kembali bergegas untuk keluar lagi.
"Iya, Bang!" sahut Acha tak kalah keras.
Dengan malas, gadis itu menapaki anak tangga satu per satu, sembari menyeret tas yang ia rasa penuh dengan beban hidup. Tangannya menarik handle pintu, menatap kesal kamarnya yang masih berantakan sebab ia belum membereskannya sejak dua hari yang lalu.
Meski mempunyai asisten di rumah, namun Gravi selalu meminta Acha untuk membereskan kamarnya sendiri. Agar gadis itu tak selalu bergantung pada pekerjaan asisten.
"Hah, capek banget," keluh Acha sembari melempar tubuhnya ke kasur.
Tangannya meraih handphone yang tergeletak di sampingnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan Acha baru mendapatkan pesan dari Gravi bahwa mereka akan pulang dari Swiss esok hari.
Menghembuskan nafas pelan, gadis itu beranjak dari kasur. Membuka tirai jendela, hingga sinar matahari sore masuk menyinari kamarnya. Acha melangkah keluar balkon, dan mendapati sebuah pesawat kertas tergeletak di sofa yang biasa ia gunakan untuk melukis.
"Prince?" gumam Acha kala menerka pemilik pesawat kertas itu. Atensinya teralih pada setangkai bunga tulip yang ada di dekat pesawat kertas tadi.
Acha memegang kertas itu dengan tatapan tak percaya. Maniknya berusaha mencari sosok Delga, namun tak ia temukan satu pun jejak keberadaan lelaki itu.
Dengan cepat, gadis itu melompat ke balkon kamar Delga. Memanggil namanya berulang kali. Namun tak ada jawaban dari sang Tuan.
"Prince!" panggilnya sembari memasuki satu per satu ruang di rumah Delga. Acha yakin, lelaki itu sudah pulang tadi bersama ia dan Atlan.
Sampai ketika di Taman Belakang rumah milik Delga, gadis itu menemukan sang Tuan tengah duduk sembari memangku gitarnya. Memetik gitar tanpa nada, dan tanpa vokal.
Dengan pelan, Acha mendekat ke arah Delga. Mengusap bahu tegap itu, sampai sang pemilik menoleh ke arahnya.
"Kenapa, hm? Kayanya gelisah banget," tanya Delga, kemudian menarik Acha untuk ikut duduk di rumput bersamanya. Tatapan Acha belum lepas dari lelaki itu, dengan tangan yang masih mengenggam tulip dan pesawat kertas dari Delga.
"Delga.. apa maksud dari ini?"
Acha menuntut tanya, tatapan penuh pertanyaan itu seakan memaksa Delga untuk menjawab semua keingintahuannya.
Delga mengulas senyum tipis, menenangkan dan membuat Acha luluh kembali. Tangannya terangkat, jemarinya dengan lembut mengusap kepala Acha.
"Ada yang bilang jantung kita memompa 2000 galon darah setiap harinya. Sama dengan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk berkelana dari bumi ke bulan dan kembali lagi," jawab Delga membuat Acha mengernyit tak paham. "Jadi kalau ada yang bilang 'I love you to the moon and back' berarti mereka mengatakan bahwa aku mencintaimu setiap jantung mereka berdetak dan itu berarti setiap saat sampai detakannya berhenti."
KAMU SEDANG MEMBACA
DELGARA : LITTLE PROMISE [END]
Teen Fiction[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara dua seniman, gadis pelukis dan seorang pemusik yang misterius, itu terlihat indah. Mengabadikan sekel...