29 - Merenggut Kebebasan

4K 551 32
                                    

Happy Reading!

><

"Iya, Raven memang Abang kandung gue. Tapi setelah Ayah meninggal, dia juga udah menganggap gue mati."

Setelah ungkapan pilu penuh air mata dari Delga sewaktu di Arena, kini inti Revicks mengetahui satu hal baru. Yaitu bahwa Delga dan Raven adalah saudara. Mereka sama-sama pemilik Marga Marvelo.

Semalaman penuh Delga menangis dalam dekapan Revicks. Dia tak terbiasa menceritakan semua keluhnya kepada orang lain. Mereka tahu, bagaimana renggangnya hubungan Ibu dan anak itu. Awalnya Revicks juga memberi tawaran kepada Delga tentang kasus Ayahnya agar dibuka kembali, namun lelaki itu menolak. Jika kematian sang Ayah saja sudah menjadi luka baginya, maka melihat sang Bunda yang membusuk di penjara, sama saja menghancurkan dirinya.

Waktu terus bergulir, Delga tak membiarkan identitasnya terungkap lebih jauh, apalagi jika Acha sampai mengetahuinya.

Biarkanlah seperti ini, sampai waktu yang akan menjawab, bagaimana hubungan keduanya nanti.

"Abang!" pekikan penuh bahagia terdengar dari seorang gadis yang baru saja keluar dari mobil berwarna abu-abu di depan gerbang sekolah.

Acha, gadis itu berlari kecil menuju kerumunan inti Revicks yang sudah lebih dulu berkumpul di parkiran. Rambutnya yang dikuncir tinggi lantas bergerak mengiringi langkahnya.

"Dianter siapa lo?" tanya Atlan begitu menerima pelukan gadis itu dengan erat. Walau bagaimanapun, Acha masihlah adik kecil dari Atlan, padahal umur mereka hanya berjarak lima menit saja.

"Supirnya kakek dong," jawabnya dengan penuh binar. Kemudian Acha melepas peluknya pada Atlan, menatap inti Revicks satu per satu yang saling mengulum senyum. "Cil, lo bisa nggak sih jangan lucu-lucu banget? Pengen gue cubit tau nggak," gemas Agam. Tangannya ingin meraih pipi Acha, namun segera ditepis kasar oleh Delga.

"Woy, Delga bangsat!" umpat Agam refleks, sembari mengusap-usap punggung tangannya.

"Lo sih, Gam! Udah tau pawangnya galak, masih aja dijahilin," celetuk Kei yang membuat Paris ikut tertawa. Entah terbuat dari apa, namun selera humor mereka sangatlah rendah.

Acha terkekeh kecil, beralih menatap Delga yang selalu memasang wajah juteknya. "Prince, kenapa muka lo banyak lebam gitu?" tanya Acha, kemudian tangannya terulur untuk mengusap bekas luka yang ada di wajah Delga. Lelaki itu memejamkan matanya sejenak, merasakan sapuan halus tangan Acha membelai kulitnya.

"Ciuman sama aspal," jawab Atlan singkat. Dan mampu membuat Acha mendelik kesal.

"Gimana sih lo? Jagain pak ketua aja nggak becus, gue aduin Papa lo ya nanti," ancamnya dengan wajah sengit. Namun Atlan sama sekali tak takut.

"Loh, kok lo kaya bos nya di sini? Gue jitak juga ya kepala lo," sinis Atlan tak kalah kesal. Bagaimanapun saudara jika tengah disatukan pasti akan bertengkar seperti ini.

"Suka-suka gue dong!" sahut Acha dengan berkacak pinggang. Lalu tubuhnya memutar, kembali menghadap Delga namun kali ini dengan wajah yang lebih ramah. "Prince, nanti gue obatin ya."

"Cih, giliran sama Delga mendadak kalem. Anak babi," gerutu Atlan dan langsung meninggalkan mereka terlebih dahulu.

🦖🦖

Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Namun Acha baru saja keluar sebab ia mendapat tambahan tugas untuk memperbaiki nilai. Jika menyangkut soal kemampuan otak, sebenarnya Atlan dan Delga lebih pintar daripada Acha.

"Je, ayo buruan!" seru Acha sembari menarik lengan Jeya. Di tangannya menggantung sebuah tas berisi tiga kotak bekal, yaitu untuk dirinya, Atlan dan juga Delga. Biasanya Nara yang akan membawakan mereka bekal, namun berhubung wanita itu belum kembali dari Swiss maka Acha yang membuatnya.

DELGARA : LITTLE PROMISE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang