50 - Thank You, Prince [End]

9K 682 106
                                    

Happy Reading!

>_<

Rasanya seperti ikut mati, namun raga dipaksa untuk tetap bernafas. Acha tak lagi bisa mendefinisikan apa itu perasaan kehilangan, sebab ia terlalu hancur, pikirannya dipaksa untuk mati.

Seharusnya hari ini adalah hari yang begitu spesial untuknya. Tepat pada hari ini, usianya genap menginjak tujuh belas tahun. Namun apakah ia juga harus kehilangan separuh jiwanya pada waktu yang bersamaan?

Rasanya pun tidak adil, namun Acha tak tahu harus marah kepada siapa dalam hal ini.

Duduk bersandar pada sebuah tiang, Acha memeluk kedua lututnya dengan pandangan kosong. Maniknya menyorot penuh pada kantung jenazah Delga yang sedang menunggu waktu untuk dibawa pulang kembali ke Jakarta.

Tak ada lagi raungan, tangisan pilu, ataupun menyalahkan takdir kembali. Bukan karena Acha sudah ikhlas, namun Acha sadar bahwa ingin berusaha sekeras yang ia bisa, Delga tetap tidak akan kembali. Sakit, namun itulah faktanya.

Sayup-sayup terdengar perbincangan di belakangnya, suara Raven dan Atlan yang tengah berdiskusi entah apa itu. "Delga bilang, sekalipun dia mati, dia nggak mau mendapat tempat di sisi Ayah. Dia bilang takut sendirian, takut kegelapan, dan dia pernah bilang bahwa ia ingin abadi sebagai abu," ungkap Raven. Suaranya hampir hilang sebab sedari tadi ia tak berhenti menangis. Menyaksikan kematian sang adik setelah tak bisa bersama hampir seumur hidupnya benar-benar membuatnya begitu hancur.

"Kalau begitu, kita turuti keinginannya yang terakhir, Ven. Delgara akan abadi sebagai abu, dia nggak akan ngerasain sakit lagi," balas Atlan yang langsung memeluk Raven, yang sebelumnya adalah rivalnya di area balap. Sebab saat ini yang bisa mereka lakukan hanyalah saling menguatkan, tak peduli serumit apa hubungan mereka di masa lalu.

"Dia nggak mati, dia tetap di sini." Acha berusaha menyangkal dengan lirih, walau begitu lelehan air mata tetap menetes membasahi pipinya. "People come and go. But can't you be the one that stays, Prince?" gumamnya sendirian.

Acha masih berharap Delga akan kembali dan merengkuhnya, sama seperti tiap kali Acha menangis, yang ia dapatkan adalah peluk hangat Delga. Namun kenapa, hari ini tak ada lagi yang bisa menenangkannya?

"You're my favorite person."

Acha tertawa setelah mendengar Delga mengatakan itu, baginya buaian Delga selalu membuatnya senang.

"Out of how many People?" Acha ikut menyuarakan pertanyaannya.

"All of them."

"Apa aku egois untuk meminta kamu kembali Prince? Sekalipun nanti endingnya kamu nggak sama aku. Aku akan tetap bahagia untuk kamu, walau nanti ada wanita yang bisa menemani kamu memasuki tempat ibadah yang sama, dan bukan aku orangnya," gumam Acha kala kenangan Delga terus melintas di kepalanya.

"Mungkin benar kata kamu, kita memang beda segalanya. We have love, but the world has norms. In every meeting there must be a farewell and now, perpisahan ini akhirnya tiba," monolognya sembari mengusap-usap kantung jenazah Delga yang tertutup rapat. "Nggak ada perpisahan yang nggak menyakitkan, Prince. A thousand years later, i'm still love you."

Mungkin setelah ini Acha hanya akan melanjutkan hidup, tapi dengan hati yang sudah mati. Cintanya sudah habis di masa lalu, dan itu nyata adanya.

🦖🦖

Kepulangan Delga disambut hangat oleh puluhan anggota Revicks, serta penggemar Starze yang turut berduka atas kepergiannya.

Sirine mobil ambulans memenuhi pekarangan rumah Delga yang kini dijadikan sebagai rumah duka. Dari dalam mobil berbeda yang Acha naiki, Atlan merangkulnya sembari berusaha menenangkan. Wajah sembab Acha tak bisa berbohong bahwa ia begitu berduka atas kepergian Delga.

DELGARA : LITTLE PROMISE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang