47 - Selesai?

4.2K 526 43
                                    

Happy Reading!

>_<

Basahnya jalanan tak menghentikan perjalanan Delga dan Acha menyusuri sorenya Kota Jakarta. Ditemani canda juga tawa, keduanya terlihat begitu bahagia di atas motor Delga yang ia beri nama Jeki.

Barangkali badai yang selama ini menerpa, berhasil mereka lewati. Merayakan sedikit keberhasilan melawan semesta yang seringkali bercanda kepada takdir.

Acha meletakkan dagunya di bahu Delga dengan nyaman. Tangannya memeluk perut sang Tuan, dan sesekali memasukkannya ke dalam jaket yang Delga pakai supaya hangat.

Sementara Delga yang berkendara, beberapa kali mengalihkan perhatiannya pada spion, melihat bagaimana cantiknya sang gadis yang tak pernah bosan ia memandangnya.

"Prince, ending dari kisah ini akan bagaimana?" suara Acha memecah keheningan. Terdengar di antara klakson kendaraan yang saling bersahutan, demi bisa untuk pulang lebih cepat.

"Bahagia mungkin?" Delga menjawab dengan tidak yakin. "Apapun endingnya, asalkan aku masih bisa melihat kamu, pasti aku akan bahagia, Cha."

Terlihat repon tak senang dari Acha atas jawaban Delga. Gadis itu pun memberi satu pukulan kecil tepat di bahu lelaki itu. "Nggak mau tau ya, pokoknya kita harus bareng-bareng sampai tetes tinta ini berakhir!" ucapnya tak terbantahkan.

Tawa kecil terdengar dari bibir Delga, namun nampaknya Acha tak tahu jika lelaki itu tengah meledeknya. Di tengah perbincangan hangat mereka, hujan kembali mengguyur namun kali ini cukup deras. Delga yang kebetulan tak membawa jas hujan, segera menarik Acha agar lebih merapat dengan tubuhnya.

"Cha, neduh dulu ya. Aku nggak mau kamu sakit," ajak Delga setengah berteriak.

"Iya Prince, ke masjid sana aja," tunjuk Acha pada masjid yang ada di pinggir jalan. Andaikan kata Acha tak memikirkan kesehatan Delga, pasti gadis itu akan mengajak Delga untuk menerobos hujan.

Setelah memarkirkan Jeki dengan rapi, Delga mengajak Acha untuk duduk di emperan toko di depan masjid. Sebab ia tak enak hati, ada banyak orang yang ramai tengah menyiapkan shalat.

Delga memberikan jaket yang ia pakai pada Acha saat dirasa gadis itu terlihat kedinginan. Tersenyum kecil, Acha semakin menempel pada Delga dengan manjanya.

"Setelah ini Starze mau dibawa kemana Prince? Pak Gerald akan pindah dari sini karena sudah kalah dari Papa. Jeya juga akan pergi, namun karir Starze pasti di ujung jurang kan?" Acha bertanya dengan pandangan lurus ke depan. Memperhatikan bagaimana rintik hujan yang terus menerus jatuh tanpa lelah, memeluk bumi dengan dingin airnya.

"Aku belum tahu, Cha," ungkap Delga jujur. "Aku nggak mau karir Starze hancur, karena di satu sisi aku mau berhenti bernyanyi dulu. Seenggaknya sampai aku sembuh," sambung lelaki itu membuat fokus Acha teralih padanya.

"Berhenti?" Acha memastikan sekali lagi. "Tapi Starze tanpa kamu pasti bakalan hampa dan kosong. Ibarat Revicks tanpa ketua, Starze tanpa vokalisnya juga nggak akan sempurna Prince."

Tangan Delga bergerak menangkup tangan Acha yang mungil, mengenggamnya erat memberi kehangatan yang cukup. "Pasti akan ada banyak Vokalis yang lebih baik dari aku, Cha. Mungkin memang aku harus istirahat lebih dahulu, dan setelah itu aku akan pertimbangkan lagi untuk kembali."

Tak ada bantahan, Acha rasa keputusan Delga pasti sudah dipikirkan baik-baik oleh lelaki itu.

"Udah ada suara adzan, Cha. Baiknya kamu sholat dulu gih. Aku tunggu di sini." Delga mengalihkan topik pembicaraan. Menyadarkan Acha agar mendengarkan lantunan adzan yang terdengar begitu jelas sebab masjid berada di depan mereka.

DELGARA : LITTLE PROMISE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang