Happy Reading!
-_-
Acha menarik nafas gusar saat ia tak mendapat satupun respon dari kamar Delga. Dengan keberaniannya, Acha melewati besi pembatas balkon, lalu melompat ke arah balkon milik kamar Delga.
Gadis itu langsung membuka pintu yang tak terkunci, netranya menangkap sosok lelaki yang tengah duduk bersandar dengan darah yang mulai mengering di pelipisnya.
"Delga..." panggil Acha lirih dan langsung bersimpuh di depan Delga. Wajahnya menatap sendu lelaki itu, mengusap pipi sang adam yang basah akan air mata.
"Cha.." Delga yang menyadari kehadiran Acha lantas tersenyum.
Di tengah malam ini, keduanya larut dalam hening. Acha tak kuasa melihat Delga kembali dengan keadaan seperti ini. Prince-nya terluka, lagi.
Segera ia rengkuh tubuh tegap itu, memaksanya untuk memumpahkan beban kepada pundaknya. Tangannya bergerak, mengusap lembut punggung Delga yang kini kembali bergetar.
"Sakit Cha," ungkap Delga sembari terisak. "Dada gue sesek," lanjut lelaki itu sembari mencengkeram dadanya yang masih berbalut kaos.
Malam selalu melemahkan sosok Delga. Sebelum pagi menyambutnya, dan memaksa untuk menjadi sosok yang lebih kuat.
"Delga, gue obatin dulu luka lo," ucap Acha, menyalakan lampu yang berada di dekat mereka.
"Jangan... biarin kaya gini dulu, Cha."
Acha membiarkan Delga untuk tetap tenggelam dalam peluknya. Membisikkan kalimat penenang, dan berkali-kali mengecup puncak kepalanya.
Seolah tak ada tenaga lagi untuk berbicara, Delga hanya diam dengan pandangan kosong. Membiarkan memori itu kembali melintas bak kaset rusak.
Di malam temaram, di bawah tangisan semesta, malam yang tak pernah Delga nantikan. Namun semenjak hari itu, segalanya berubah. Jiwa Delgara seolah ditarik pergi, menyisakan raga yang terus dipaksa kuat oleh kejamnya dunia.
"Jangan loncat balkon lagi, gue nggak mau lo jatuh," suara Delga memecah keheningan. Dapat lelaki itu rasakan Acha mengangguk di pucuk kepalanya.
"Gue obatin luka lo," ucap Acha. Tanpa menunggu respon Delga, gadis itu kembali ke luar balkon, melompat seperti yang ia lakukan tadi dan mengambil kotak P3K di kamarnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Namun rasanya malam ini akan Acha habiskan untuk menemani Delga bersama para bintang.
Gadis itu duduk di sofa milik balkon Delga, sembari mengobati luka dengan darah yang hampir kering itu.
Angin malam yang menusuk rasanya tak mampu menyita waktu mereka untuk bersama. Midnight dan Delgara, Acha selalu menyukai kedua hal itu semenjak dulu.
Selesai membersihkan luka dan meneteskan obat merah, Acha membalutkan perban kecil di kepala lelaki itu. Meniupnya pelan seolah Delga adalah sesuatu yang berharga dan tak boleh merasakan sakit.
Sepanjang itu, tatapan Delga tak lepas dari wajah ayu Acha. Bagaimana wajah mengantuk dan sayu itu masih setia mengobati lukanya. Memeluknya penuh kasih dan memberinya ketenangan. Yang mungkin tak bisa ia dapat dari tubuh lainnya.
"Makasih, Cha," ungkap Delga membuat gerakan Acha terhenti. Jarak keduanya cukup dekat membuat Acha menahan nafas melihat wajah sembab Delga yang menggemaskan. "Makasih udah selalu obatin luka gue. Entah dengan perban, ataupun pelukan."
Acha masih diam, netranya bergerak menatap bingkai wajah Delga. Rasanya lelaki baik ini tak pantas mendapat lukw, namun harus mendapat kasih yang lebih.

KAMU SEDANG MEMBACA
DELGARA : LITTLE PROMISE [END]
Novela Juvenil[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara dua seniman, gadis pelukis dan seorang pemusik yang misterius, itu terlihat indah. Mengabadikan sekel...