Happy Reading!
>_<
Gravi dan si kembar langsung bergegas ke rumah sakit begitu mendengar kabar Delga. Nara memilih untuk tetap tinggal di rumah, karena Bumi yang tak memungkinkan untuk diajak ke rumah sakit di tengah hujan lebat seperti ini.
Mereka berlari sepanjang koridor rumah sakit, diikuti Raden yang sudah berganti baju menggunakan baju milik Atlan. Perasaan Acha sudah tidak bisa dijelaskan lagi, cemas, khawatir dan takut menjadi satu. Memaksanya menahan diri agar tak menangis begitu mencium bau khas rumah sakit yang selalu ia hindari.
Sampai di depan ruang rawat milik Delga, mereka berhenti. Acha mengintip dari kaca yang ada di pintu, melihat lelaki yang begitu ia rindukan kini terbaring lemah tanpa tenaga. Kelopak matanya tertutup dengan sempurna, serta alat bantu pernapasan yang kini menjadi alasan Delga untuk tetap hidup.
Dokter Agra keluar dari ruang rawat Delga begitu selesai melakukan pemeriksaan. Dan mendapati CEO dari Leonidas group kini tengah berdiri di depannya. Dokter Agra yang memang mengenal pria itu sedikit menunduk hormat, menyambut kedatangan Gravi yang tak ia sangka bisa berada di rumah sakit ini.
"Saya wali dari Delga. Bagaimana keadaan Delgara sekarang, Dokter?" tanya Gravi penuh cemas.
"Pak Gravi, sebelumnya Delgara sudah terkena diagnosis Leukimia sejak dua bulan yang lalu. Dan dia sudah menjalani kemoterapi pertamanya, namun dia terus memforsir tubuhnya hingga tak beristirahat dengan cukup. Beberapa kali dia menjalani opname di rumah sakit ini karena kondisinya cukup menurun. Dan saya rasa, kali ini lebih parah," jelas Dokter Agra.
Tenggorokan Acha terasa tercekat mendengar penjelasan Dokter Agra. Mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh, berharap agar tangisnya tidak pecah di hadapan mereka. Walau begitu, wajahnya tak bisa berbohong kalau ia begitu hancur, membayangkan bagaimana sulitnya kehidupan Delga, apalagi ditambah penyakit seperti ini.
"Leukimia?" gumam Gravi lirih.
Atlan yang peka segera merangkul Adiknya, ikut menggigit bibir dalamnya begitu tahu sahabatnya tengah memendam rasa sakit ini sendirian.
Mengapa tak pernah bahagia? Atlan selalu bertanya tentang itu, Atlan selalu meminta kebahagian untuk Delga. Namun nampaknya, memang belum mendapat kesempatan.
"Papa..." Acha meraih ujung kemeja Gravi dengan suara bergetar. Gravi menatap sekilas putrinya seraya mengangguk, berusaha mengatakan bahwa Delga akan baik-baik saja.
"Kita akan menunggu kondisinya sampai pulih, lalu setelah itu kemoterapi bisa dilanjutkan kembali," balas Dokter Agra. Menengok ke arah pintu bercat putih itu dengan tatapan nanar. "Dokter Silva yang sebelumnya menjadi wali untuk Delga. Namun jika Pak Gravi berkenan, anda bisa menjadi wali Delga karena Dokter Silva sedang tidak ada di sini."
"Tentu, saya yang akan menjadi wali Delga sampai dia sembuh. Lakukan semua pengobatan terbaik untuk putra saya, pastikan dia sembuh dan tidak merasa sakit lagi," ucap Gravi dengan tegas. Dokter Agra mengangguk paham, lalu mohon izin untuk pamit terlebih dahulu.
'Putra saya', mendengar Papanya berbicara seperti itu kepada Delga, membuat Acha tersentuh. Akan ia ceritakan nanti bahwa masih ada orang yang bersyukur atas kehadiran Delga. Akan Acha katakan, bahwa Delga sudah seperti putra bagi Gravi, begitu lelaki itu terbangun dari mimpi panjangnya.
"Acha, Delga akan baik-baik saja. Papa tahu, dia adalah anak yang kuat. Kita pasti akan menemani Delga sampai dia sembuh, tidak apa-apa, everything gonna be fine," pesan Gravi sembari mengusap rambut sang putri lembut.
Acha tak kuasa menahan air matanya, tangisan lirih gadis itu begitu menyayat hati Gravi. Mulutnya terus bergumam, memohon kesembuhan untuk Delga kepada penciptanya. Menatap penuh harap pada Delga yang belum ingin membuka kelopak matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELGARA : LITTLE PROMISE [END]
Ficção Adolescente[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara dua seniman, gadis pelukis dan seorang pemusik yang misterius, itu terlihat indah. Mengabadikan sekel...