Happy Reading!
><
Bel sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu, seharusnya Acha sudah tidur tenang di ranjang kesayangannya. Namun sebab Gravi yang tak kunjung menjemput dan Atlan yang sedang ada pertandingan basket, mengharuskan Acha duduk sendirian di halte yang sudah sepi akan orang-orang.
Gadis itu berkali-kali menghembuskan nafas berat, menyesali dirinya yang tak membawa motor dan lupa mencharge ponselnya.
"Mana nggak ada bus kota lewat lagi, lain kali harusnya nggak ceroboh kaya gini," monolognya mengeluh.
Lalu atensinya teralih pada deru kendaraan motor yang terlihat baru keluar gerbang sekolah. Itu Delga, dan nampaknya tuhan sedang berbaik hati pada Acha sebab lelaki itu berhenti tepat di halte tempat Acha berteduh.
"Belum pulang lo?" tanya Delga begitu melihat Acha yang duduk termenung sendirian.
Gadis itu menjawabnya dengan gelengan kepala. "Papa lupa jemput gue mungkin," ucapnya bersedih.
"Yaudah, buruan naik motor gue," ajak Delga sembari mengode Acha untuk naik.
Tanpa berpikir lama, Acha menarik sudut bibirnya dan bergegas naik ke motor milik Delga.
"Prince, ayo!" perintahnya bersemangat.
Delga mengenakan kembali helm-nya. Menahan senyum geli kala melihat binar wajah Acha yang terlihat dari spion. Memang benar, dari sekian hal indah di dunia, bagi Delga Acha adalah salah satunya.
"Loh, kok belok kiri sih? Lo lupa jalan pulang ke rumah kita?" cerca Acha dengan bingung.
Tak merespon apa yang gadis itu tanyakan, Delga tetap melajukan motornya membelah jalanan yang cukup sepi akan pengendara. Menapaki rimbunnya pepohonan yang cukup asri dan segar bila dipandang mata.
"Jangan-jangan lo mau culik gue ya," tuduh Acha dengan panik. Gadis itu berulang kali memukul punggung Delga memintanya untuk berhenti, namun Delga tak mengindahkannya.
"Nggak akan ada yang minat buat culik lo, Cha," sahut Delga yang mampu membuat Acha kesal setengah mati. Ingatkan bahwa Acha bukanlah sosok penyabar seperti Delga, sebab dalam tubuhnya mengalir darah yang sama dengan Gravi.
Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah danau yang cukup tenang. Banyaknya burung-burung kecil yang beterbangan, pantulan cahaya dari jernihnya air, serta bunga dandelion liar yang tumbuh di sekitarnya.
Mengukir senyum, menatap sang Tuan yang membawanya ke tempat bagai surga dengan binar mata penuh senang. Acha tanpa sadar menarik jemari Delga agar segera membawanya mendekat ke tepi danau.
"Indah banget Delga, gue suka," ucapnya sembari berjongkok. Tangannya menyapu air yang tenang, Delga ikut tersenyum puas melihat itu.
"Jangan main air di sini, ayo ikut gue," ajaknya. Mengambil langkah terlebih dahulu hingga Acha tertinggal di belakangnya. Maniknya belum puas mengagumi setiap detail alam yang menyejukkan.
"Loh... kenapa rumah ini masih berdiri sampai sekarang, Prince? Setahu gue, rumah pohon ini udah roboh waktu gue pergi ke Swiss," heran Acha begitu melihat rumah pohon yang sempat inti Revicks buat kembali berdiri kokoh.
Dulu mereka belum punya tempat untuk bermain bersama, lalu ketika Kei dan Paris menemukan tempat indah ini, mereka meminta Gravi untuk membuatkan rumah pohon di sana. Tak bertahan lama, rumah itu roboh sebab alam yang kurang bersahabat, namun hari ini ketika Acha kembali dia menemukan kenangan itu masih utuh bersama dengan rumah yang tak lagi rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELGARA : LITTLE PROMISE [END]
Novela Juvenil[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara dua seniman, gadis pelukis dan seorang pemusik yang misterius, itu terlihat indah. Mengabadikan sekel...